"Apa yang membuatmu tersenyum sendiri sejak tadi? Kurasa kau salah minum obat."
Intan mencibir Baskoro."Eh itu, masalah tantangan itu. Aku sudah melamar ke ayahmu. Jadi, setelah menikah aku tidak harus dihukum bukan?'Intan menatapnya setengah curiga, masalahnya tingkah Baskoro semakin aneh dan menyebalkan."Memangnya, apa keputusan ayahku?""Hmm, masalah itu... anehnya ayahmu belum mengatakan apapun. Aku jadi segan untuk bertanya lagi kepadanya."Wanita mana yang tidak merasa kesal, kalau calon suami tak punya nyali untuk memperjuangkan dirinya."Kau pikir ayah akan menerima begitu saja? Dia bahkan belum mengatakan apapun kepadaku. Kurasa lamaranmu teranggap tidak sah, Bas."Baskoro mengacak rambutnya, bagaimana mungkin Abraham mengabaikan dirinya begitu saja? Ataukah memang pria tajir melintir seperti Abraham masih mengharapkan sebuah hadiah darinya seperti ucapan Bobby?"Jadi bagaimana menurutmu? Haruskah aku menemuinya lagi?""Mungkin!" Intan mengeBagaimana tidak? Baginya Abraham adalah cinta yang tidak pernah pudar meski telah dimakan usia. Dia telah mengagumi pria itu dalam kurun waktu yang lama, bahkan sebelum Abraham menikah dan mereka sama-sama masih dibangku sekolah. Abraham adalah cinta pertamanya yang telah membuatnya nekat dan gelap mata.Sekarang, meskipun rasa sesal itu ada, ia tak bisa melupakan begitu saja kehancuran hidupnya demi cinta butanya, ia masih benar-benar buta untuk melihat segala keegoisan Abraham kepadanya. Akan tetapi ada hal yang membuatnya penasaran, ia merasa janggal dengan kematian putranya setelah melahirkan. Saat itu sebelum dirinya pingsan tak sadarkan diri, ia sungguh mendengar tangis keras suara bayi lelaki, sang dokter mengatakan kepada perawat yang lain bahwa bayi itu sehat dan selamat. Namun mengapa setelah ia sadarkan diri, dokter mengatakan bahwa bayi tersebut telah menjalani proses pemakaman?Mengingat itu, Anita merasa sesak dan lemas, bahkan perutnya terasa sakit terserang
"Tidak bisakah di waktu yang lain, Ayah? Malam ini ada kesibukan yang tidak bisa ditunda," Intan meminta maaf karena tidak bisa menghadiri undangan ayahnya. Sementara itu, ia tidak mungkin bercerita alasan yang sebenarnya bahwa Anita bersamanya dalam kondisi sakit.Abraham sedikit kesal. Ia sudah menghabiskan banyak sekali persiapan untuk menyambut orang-orang yang disayanginya.Bukan masalah berapa yang dihabiskan, akan tetapi betapa banyak energi yang ia pakai untuk berpikir dan mengusahakan yang terbaik untuk putrinya. Akan tetapi apa yang Intan lakukan? Putrinya bahkan tidak terlalu perduli.Ia menatap hidangan di atas meja makan dengan sedih. Iapun menutup sambungan telepon dan duduk di kursi makan.Tak ada yang bisa dilakukannya kecuali mengambil salah satu mangkuk puding dan melahapnya dengan kesal.*"Ayahmu menelpon berkali-kali tadi, tapi maaf, bibi tidak bisa menerima telepon itu," Anita mengakui kesalahannya."Ah, ti
Meskipun sangat mengantuk, Baskoro akhirnya menurut duduk di samping Intan sementara Intan mengemudi. Ia memang sangat mengantuk dan letih."Bagaimana kalau kita bertemu ayah?" Intan membuka percakapan saat mobilnya mulai melaju."Selarut ini?" tanya Baskoro malas."Benar juga, ini sudah terlalu malam. Jadi kita ke rumah kontrakan saja.""Hmmm, kita? Benarkah? Kita berdua? Itu yang kuharapkan," ujarnya sambil nyengir.Intan menautkan alisnya. "Apa yang kau pikirkan? Jangan mimpi!""Hhhhhh! Jadi kapan kita menikah? Kau tahu, aku sudah terlalu lama menduda."Intan memutar bola matanya, seharusnya dirinya yang menuntut itu."Jadi kapan?" balas Intan mencibir."Itu semua karena ayahmu. Seharusnya dia memutuskan siang itu, sehingga kita tinggal membahas kapan pernikahan kita selenggarakan. Sehingga mungkin malam ini aku sudah bisa tidur sambil memelukmu," ia semakin narsis."Terserah! Urus
Abraham mengusir Intan keluar dari kamarnya, ia merasa tidak nyaman karena putrinya mulai peduli dengan wanita bernama Anita, Intan selalu ingin tahu siapa wanita itu.Tentu saja ia tidak pernah melupakan Anita, bahkan Anita adalah wanita yang memberinya keturunan seorang anak laki-laki, sayangnya anak tersebut telah ia besarkan di suatu tempat yang jauh, yang tak mungkin Anita temukan.Ia pernah mencintai wanita itu, hanya saja setelah kematian ibu dari putrinya ia merasa sangat bersalah dan tertekan. Ia merasa Anita telah memalingkan dirinya dari mencintai istrinya sendiri, ia mulai menilai Anita dengan masa lalunya ketika masih sekolah. Anita adalah wanita yang selalu berusaha mendapatkan dirinya, dan wanita itu telah berhasil menguasai hatinya.Wanita itu tak pernah menyerah mengejarnya, lalu ia memanfaatkan keretakan rumah tangganya dengan menjadi wanita pelariannya.Ia menyesal, tapi ia bisa menyingkirkan
Intan tergelak, sementara Baskoro kembali ke kontrakan dengan malu-malu. Sialnya, meskipun mematut dirinya di cermin, kenapa ia masih tak menyadari kalau memakai celana terbalik.Banyak sekali delusi yang mengganggu dirinya akhir-akhir ini."Aku rasa usiamu semakin tua," Intan menyindir saat di dalam mobil."Benar, itulah sebabnya tidak ada seorang pun gadis yang tertarik denganku.""Kau sudah mencoba?""Aku? Mencoba? Sudah, aku sudah mencoba."Tadinya Intan bercanda, tetapi mendengar jawaban Baskoro ia jadi merinding. "Memangnya gadis mana yang sudah kau coba?""Apa maksudmu? Kenapa aku harus mencoba seorang gadis? Aku selalu bersamanya, dia juga sangat mencintaiku. Apa salahku?"Mata Intan membulat, mengapa cerita itu sedikit aneh?"Jadi, aku memang bermain-main dengan seorang gadis?"Baskoro tersenyum sendiri, ia hanya menggoda, tapi wanita cantik itu berprasangka lain."Hei, sudahlah, itu masa lalu, kenapa kita harus membahasnya?"
"Benarkah itu obat kanker?" "Benar, Nona. Itu adalah obat kanker. Dan Anita telah melakukan hal itu demi untuk pengobatan kankernya," kata Pak Joko. "Jadi...," "Intan, siapa yang terkena kanker?" tanya Abraham di sampingnya. "Oh, ayah, itu...," Intan tak siap saat Abraham bertanya. Ia takut ayahnya semakin marah. "Apa sebenarnya yang kalian sembunyikan dariku?" Melihat reaksi Intan, tentu saja Abraham semakin penasaran. "Ayah, aku akan katakan yang sebenarnya, tapi ayah tak boleh marah ya, oke?" "Hmm, baiklah, ayah tak akan marah." "Ayah, bibi Anita ditangkap polisi ketika mengemis di lampu merah, akupun membawanya pulang ke Vila," ujarnya. "Apa? Kenapa kau harus membawanya ke Vila?!" Abraham membentaknya. "Ayah, aku akan menceritakan yang sebenarnya, tapi aku mohon agar ayah tidak marah ketika mendengarnya, berjanjilah ayah," ujarnya pelan. "Baiklah, katakan yang sebenarnya.""Obat yang
"Aku tak bisa menerima bantuan kalian. Maaf," Anita terpaksa mengatakan hal tersebut dengan mata berembun. Hal yang telah membuatnya sakit hati karena Abraham telah menolak untuk membantunya bahkan untuk mendengarkan sedikit keluh kesahnya."Bibi, kenapa bibi menolaknya? Bukankah ini yang bibi perjuangkan selama ini?" Intan meyakinkan Anita untuk bersedia melakukan pengobatan kanker di sebuah rumah sakit khusus pengobatan kanker."Aku tau, tapi aku tak mungkin menerima bantuannini karena engkau adalah putri Abraham," jujur wanita itu. "Kau tahu bagaimana ayahmu telah sangat membenciku. Aku tahu bahwa aku wanita yang tak layak untuk muncul kembali di dalam kehidupannya," lirih Anita." Jangan khawatir bibi, ini semua sudah persetujuan ayah, kenapa Bibi berkata seolah ayah akan benar-benar membenci Bibi?" Intan terus meyakinkan Anita.Anita menangis, ia tahu ia telah melalui banyak masalah di dalam hidupnya karena mencintai Abraham, itu sungguh kebodoha
Setelah mendapatkan keterangan dari dokter spesialis kanker, Intan dan Anita keluar dari ruangan tersebut. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing untuk beberapa saat."Bibi, penyakit bibi masih bisa disembuhkan, itu khabar baik bukan?" Intan menyemangati wanita yang tertunduk lemah itu. Dokter mengatakan meskipun sulit, kanker Anita masih bisa diusahakan sembuh."Akan tetapi biayanya terlalu mahal, dan itu akan menyusahkan kamu. Bibi sudah tua, mungkin sebaiknya tidak terlalu memboroskan uang, itupun kalau berhasil, kalau gagal? semakin banyak uang yang akan dikeluarkan," katanya pesimis."Sudah sewajarnya bibi, kalau uang yang dikeluarkan itu untuk sesuatu yang baik itu tak akan ada ruginya. Jangan seolah bibi merepotkan ayah, ayah sudah seharusnya melakukan semua ini. Jadi, jalani saja pengobatan dengan optimis. Benar bukan?"Anita meremas pakaiannya. Ia tak akan bisa menolak karena Intan sangat berkeras berapapun biayanya. Ia tak yakin apakah Abraham