Begitulah, babak demi babak terlampau. Dalam beberapa hari yang melelahkan akhirnya Indra dan kelompoknya bisa mencapai kemenangan yang luar biasa. Tentu saja, semua itu perjuangan yang begitu melelahkan baginya. Perjuangan melelahkan itu membuahkan hasil yang luar biasa."Apa kau senang?" tanya Mellisa saat mereka telah bersiap untuk kembali."Tentu saja Mellisa, ini sangat tak terduga. Aku bahkan merasa sedikit pesimis saat melihat betapa kawanku sangat percaya diri. Aku mengira kami akan kalah," kisahnya.Mellisa tersenyum manis, lalu ia menyerahkan sebuah hadiah kecil untuk Indra."Apa ini? Sebuah hadiah untuk ku?" Mellisa mengangguk dan tersenyum."Maafkan aku, ini adalah tanda pertemanan kita. Aku berharap diantara kita tetap saling memaafkan.""Baiklah, aku menerimanya. Jangan kuatir, kita akan tetap berteman."Pertandingan usai dengan memuaskan. Tentu saja akan banyak babak baru yang akan dimulai. Mellisa setelah ini akan menjalani babak baru dalam hidupnya. Ia telah memutusk
Rencana itu akan menjadi kejutan buat putrinya yang selalu berjuang untuk membantu perusahaan dan juga kehidupannya. Ia telah menyiapkan banyak hal untuk waktu yang lama dan uang yang cukup banyak.Hari hari itu adalah hari yang sungguh ia nantikan melebihi pernikahannya sendiri. Hanya itu yang bisa ia lakukan setelah pengorbanan yang Intan berikan untuknya.#"Hmm, aku lega setiap masalah mulai bisa diselesaikan satu persatu dengan baik. Masalah Indra, dan masalah ayahku, aku berharap mereka menjalani hidup lebih baik. Indra telah berhasil memenangkan kompetisi, dan aku merasa sangat bahagia, dan ayah juga sudah menikah dengan bibi Anita, kurasa ia tak akan kesepian lagi," celotehnya di sisi Baskoro, dan pria itu mendengar dengan baik."Bagaimana dengan kita? Kapan masalah kita akan segera diselesaikan? Seharusnya aku merasa lega kalau kita juga bisa segera menikah.""Uhmm, masalah itu bisa kau bicarakan dengan Ayahku lagi.""Astaga, lagi? Pada akhirnya ayahmu selalu saja punya banya
Abraham meminta Baskoro untuk datang menemuinya di kantornya. Ada hal yang harus ia bicarakan dengannya.Saat melihat pria itu datang iapun tersenyum senang."Sepertinya ada masalah penting, ada apa sebenarnya, ayah?" tanya Baskoro saat duduk di kursi di hadapan Abraham."Ehmm, aku ingin berterima kasih karena kau telah membantuku mengatur keberangkatan. Indra ke Thailand sehingga semua berjalan lancar dan sukses.'"Oh masalah itu, tentu saja saya harus andil membantunya, itu bukan apa-apa."Lalu Abraham terdiam beberapa saat, menatap ragu pada Baskoro."Ehmm, begini...aku ingin bertanya sesuatu kepadamu. Masalah hubungan kalian ini...kenapa kalian tidak cepat menikah saja?" kata Abraham seolah tak tahu apa yang terjadi."Ayah, bukannya tidak mau cepat menikah, tapi bukankah selama ini ayah yang selalu menunda kami untuk cepat menikah. Kenapa sekarang ayah bertanya seolah aku yang selalu menundanya?""Oh, itu..eh..benar juga. Ayah yang selalu menundanya kalian untuk cepat menikah. Seb
"Kenapa kau terlihat tidak tertarik dengan pernikahan kita? Apa kau sungguh tidak menyukainya?" tanya Baskoro keheranan."Bukan begitu, akan tetapi mengapa ayah harus menentukan hari pernikahan itu begitu mendadak seperti ini. Aku sungguh ingin pernikahan ini tidak seperti pernikahan kita yang dulu yang sangat sederhana dan tanpa persiapan. Kau tahu kan maksudku?"Baskoro terdiam. Mereka memang sudah membuat rencana untuk mengundang banyak orang dan mengadakan pesta meriah dan bukan ala kadarnya."Benar, kalau begitu, temui ayahmu dan kita akan bicarakan hal ini lagi. Aku sih, sebenarnya selama kita bisa menikah, aku nggak masalah dengan pesta itu besar atau kecil, hmm?"Baskoro memang tak perduli apakah pesta itu besar atau kecil. Baginya tujuan akhirnya adalah hidup bersama dengan Intan dan putranya. Akan tetapi tidak dengan Abraham yang ingin memberikan sesuatu yang spesial untuk anak perempuannya, begitu juga Intan yang ingin semua memiliki kesan yang baik atas dirinya dan keluarg
Intan membatin, kejutan macam apa yang telah ayahnya rencanakan untuknya. Ia berkali-kali mencoba memikirkan, tapi tak juga terbayang kejutan semacam apa sebenarnya."Sejak tadi kau tersenyum sendiri, ada apa sebenarnya. Atau jangan jangan ada hal aneh yang kau pikirkan.""Memang aneh. Tapi aku sangat penasaran. Ayah ternyata orang yang sangat romantis. Coba bayangkan, ayah mempersiapkan sebuah pernikahan untuk kita tanpa kita tahu rencana ayah ayah samasekali. Bukankah itu aneh? Semua tempat pesta, undangan, dan juga gaun pengantinku, semua sudah ayah siapkan dengan sempurna. Aku bahkan hanya tahu ayah adalah orang yang arogan dan keras kepala. Ternyata ayah juga bisa bersikap romantis," terangnya.Baskoro memikirkannya. Memang hal yang sangat unik jika ternyata Abraham melakukan hal semacam itu."Bas, apa menurutmu... pernikahan itu tidak akan kacau balau?" ragunya kemudian."Entahlah, tapi aku hanya bisa berdoa. Setidaknya, kita harus menghargai jerih payah ayahmu atas perhatiannya
"Ayah, ayah sudah terlihat sangat sehat sekarang," kata Melissa saat ia mengunjungi ayahnya. Hari itu ia bertugas piket untuk memeriksa obat di area kamar di deretan kamar ayahnya."Hmm, tentu saja. Tidak ada ruginya punya anak dan calon menantu yang bekerja di bagian kesehatan begini. Ayah mendapatkan pelayanan dan perhatian secara dobel. Perhatian sebagai pasien dan juga perhatian sebagai seorang ayah," jawab ayahnya dan tersenyum. Ia memandang Melissa yang sedang memperbaiki selang infus pasien di sebelahnya.Lalu Melissa berjalan ke arah ayahnya."Benar sekali, pasien begini memang butuh perhatian dobel, tapi aku juga akan bilang kalau aku cukup kesal dengan pasien yang manja," ketusnya dan memeriksa denyut nadi ayahnya untuk membuat laporan kesehatan harian setiap pasien."Apa daya, sikap manja membuat seseorang merasa diperhatikan."Melisa tertawa geli, lalu iapun duduk di sisi ayahnya."Ayah harus selalu menjaga kondisi ini agar tetap sehat sehingga tidak bermanja manja di ruma
"Ini sangat keterlaluan. Lihatlah, semua orang melihatku dengan tatapan mengerikan," bisik Melissa merasa jadi bahan perbincangan dan pusat perhatian.Akan tetapi Dokter Yusac tak menggubrisnya samasekali. Ia sibuk mengambil menu untuk dihidangkan di hadapan Melissa."Jangan hiraukan lagi, cepatlah habiskan makananmu. Kau hanya akan menjadi kurus kalau perduli omongan orang lain.""Uhh, kenapa harus norak begitu?" kesal Melissa mengingat kelakuan dokter Yusac tadi."Karena aku ingin kau tahu kalau aku bersungguh-sungguh kepadamu, aku sungguh bingung dengan cara apa memohon kepadamu. Melissa aku sungguh menyukaimu, dan aku ingin kau menerima pernikahan denganku. Apa kau tahu, ini adalah sesuatu yang sangat aku harapkan?"terangnya dan ia meminta Melissa untuk melihatnya."Bisakah kau katakan sekarang, apakah kita bisa memulainya dari sekarang?""Aku sudah katakan tadi, aku akan mencobanya."Dokter Yusac tersenyum, ia tahu Melissa memang mulai terbuka dengannya.#Intan memasuki sebuah b
"Tentu saja, aku akan mencobanya."Intan berdiri di hadapan cermin lebar. Mematut dirinya dengan anggun. Meskipun terlambat, ia sangat senang dengan gaun impiannya.Baskoro hanya melihatnya dengan tersenyum. Ia bisa melihat raut wajah berseri calon istrinya itu. Seolah kembali ke masa pernikahan mereka dulu yang diwarnai suka cita.Tak ada hentinya ia melihat Intan dengan tatapan memuja."Kau memang cantik dengan gaun itu," pujinya mengagumi desain pengantin itu."Aku sungguh tak mengerti, kurasa hadiah ini sangat berlebihan.""Uhm, manusia cenderung berfantasi untuk melampiaskan keinginannya. Akan tetapi fantasi ayahmu sungguh luar biasa," jawab Baskoro."Ayah sedang mewujudkan fantasi yang pernah aku katakan kepadanya dulu.""Benarkah?"Intan terdiam. Lalu ia mengingat apa yang pernah ia katakan pada ayahnya dulu."Saat itu usiaku masih dua belas tahun. Aku sangat sibuk dengan banyak hal seperti mempelajari dan ikut dalam program pengembangan diri, semacam kehidupan tata Krama dan f