Raelina menghampiri dan bertanya dengan prihatin. “Apa merasa baik-baik saja? Di mana yang sakit?”
Zeron mengangguk pelan, lalu menggeleng menjawab Raelina.
“Kau sudah mendengar apa yang terjadi di luar, kan? Ibu ingin membawamu keluar dari rumah sakit untuk menebus ayahmu keluar dari penjara.”
Remaja itu mengangguk sekali lagi. Raut wajahnya masih tidak memiliki ekspresi mendengar semua omongan ibunya yang menggunakannya untuk menembus ayahnya di penjara.
Hati Raelina sakit melihatnya seperti itu.
Zeron menjadi autis karena tekanan psikologis. Dia tidak bisa menahan diri dan menyalahkan Amira dalam sebagai penyebab utama. Bagaimana Amira bisa membiarkan Zeron menderita penganiayaan sementara sebenarnya dia bisa melindunginya.
Raelina mengangkat tangannya untuk mengelus
Beberapa hari kemudian, seperti yang dia duga, Amira menolak keras untuk memberikan perwalian atas Zeron pada Raelina ataupun melakukan proses hukum perwalian.Meskipun Amira menolak, pengadilan sudah membuat keputusan bahwa dia tidak lagi memenuhi untuk merawat Zeron. Amira sudah tidak bisa menggunakan haknya sebagai ibu Zeron untuk berbuat sesukanya pada anak laki-lakinya.Tetapi Amira bukan orang yang peduli tentang hal itu dan membuat keributan setiap hari di rumah sakit untuk mengambil Zeron demi menebus suaminya yang dipenjara.Raelina yang menggunakan waktu cutinya untuk merawat Zeron tidak bisa menghadapi ibunya lagi dan akhirnya memanggil polisi untuk menangani Amira untuk membuatnya jera.Amira kunci di penjara selama dua 24 jam bersama para wanita penjahat dan mengalami penganiaya dalam penjara akhirnya jera setelah keluar dari penjara. Dia tidak membuat keributan lagi. Dia memfokuskan diri
Raelina pulang dari rumah sakit setelah menjenguk Zeron ketika harus sudah gelap. Dia setelah mandi, dia memasak makan malam untuk Stella dan bubur untuk Zeron. Dia akan mengunjungi Zeron setelah berganti pakaian. Dia berencana menginap untuk beberapa hari ke depan untuk merawat Zeron.Dia khawatir Zeron memiliki beban psikologis setelah mendengar ayahnya di penjara maksimal 20 tahun. Biar bagaimanapun Erwin tetap ayah kandungnya dan Amira tidak memedulikannya.Zeron masih remaja dan mudah di pengaruhi emosi kecil. Meskipun sehari-hari wajahnya tanpa ekspresi, dia pasti memiliki beban dalam hatinya.Raelina ingin tinggal di sisinya sebagai keluarganya untuk memberi dukungan moral.Setelah selesai memasak dan makan malam. Raelina menyiapkan termos bubur ketika ponselnya bergetar. Dia melirik melihat nomor Yosua dan menjawab teleponnya.“Raelina ....” Suara Yosua terdengar magnetis dan rendah menggeli
Mereka memisahkan diri dengan napas terengah-engah. Yosua menjilat bibir bawahnya menatap bibir mungil bengkak dan basah oleh saliva mereka. Dia semakin terbakar dengan keinginan.Raelina menatapnya malu-malu melihat hasrat besar di sorot mata pria itu. Dia menundukkan kepalanya dan berbisik di telinganya.“Mens-ku sudah selesai.”Mata Yosua cerah saat dia menatapnya dengan lapar. “Apa itu sebuah undangan?” bisiknya dengan suara serak.Raelina mengangguk malu, saat dia berbisik, “Mau di kamarku?”Raelina ingin menampar mulutnya. Bagaimana dia mengucapkan kalimat mengundang itu dengan nada genit. Dia tidak setebal muka seperti Yosua. Perasaan malu melingkupinya, dia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher pria itu.Sementara sorot mata Yosua semakin gelap mendengar suara genitnya. Dia berbisik, “Kaitkan kakimu.”Raelina melingkarkan kakinya ke pinggang berotot pria it
“Aku stres menghadapi provokatif terus menerus dari Leah hingga akhirnya keguguran. Tetapi tidak ada yang menghiburku dan ibumu terus mencaciku karena tidak bisa mempertahankan anakku. "Mereka tampaknya bertekad untuk membuatku mati dalam kemarahan dengan membeberkan kebenaran dibalik pernikahan kita saat aku terpuruk karena keguguran. Karena aku tidak mati dalam kemarahan, mereka mendesakku untuk bercerai denganmu dan mengusirku ke luar negeri. "Tetapi pada akhirnya aku ditelantarkan di negara asing.”Tangisan Raelina akhirnya pecah.Raut wajah Yosua tampak buruk dari pada tangisan. Setiap detail cerita Raelina terngiang-ngiang dalam benaknya. Tangisannya merobek jantungnya. Dia berharap dia Raelina menembaknya untuk menembus rasa bersalah yang teramat besar dalam dadanya.Rasa bersalahnya jauh lebih besar daripada saat dia salah sasaran dan menembak ma
Matahari mulai meninggi, tetapi dalam kamar itu masih gelap dan panas. Gorden masih tertutup, memblokir sinar matahari dari luar.Di atas ranjang, dua sejoli masih merekat erat. Raelina merasa lemas setengah mati di atas pangkuan Yosua. Kepalanya bersandar di bahu pria itu dengan paha mengangkang. Cairan putih keluar melalui celah-celah anggota intim mereka yang masih merekat.Yosua menyentakkan kepalanya dengan napas terengah-engah memandang langit kamar. Tangannya yang berotot menyandar ke belakang di atas kasur, menikmati otot-otot kewanitaan Raelina berdenyut-denyut meremasnya mesra. Dia masih belum mengendur, masih tegang di dalam.Raelina menoleh menatapnya tidak percaya. “Kapan kau akan mengendur!”Tanpa dia sadari ucapan genitnya merangsang Yosua. Dia menghisap telinganya gemas saat dia berbisik menggoda, “Sekali lagi?” Diikuti
Raelina memindahkan perawatan Zeron ke rumah sakit tempatnya bekerja untuk menghindari gangguan dari Amira. Selain itu dia bisa mengawasi Zeron lebih sering tanpa bolak-balik.“Bagaimana perasaanmu?” Dia bertanya lembut pada remaja yang bersandar di kepala ranjang rumah sakit.“Uhm.” Zeron mengangguk dengan senyum kecil di wajahnya.Sedikit demi sedikit dia menjadi lebih ekspresif, tetapi dia hanya begitu pada Raelina. Sementara sama orang lain dia masih autis.Raelina mengangguk dengan penuh sayang mengelus kepala remaja itu.Raut wajah Zeron menjadi lebih cerah dibandingkan dua Minggu yang lalu dalam perawatan intensif Raelina. Memar di wajahnya mulai memudar. Tetapi gips dan perban di tubuhnya masih belum dilepas.“Istirahatlah, kau harus banyak tidur biar cepat sembuh.”Tidur sangat bagus dalam penyembuhan.Dia membaringkan Z
Yosua bertanya penuh perhatian dan kekhawatiran.Mendapat perhatian penuh dari orang yang dicintai sementara semua orang menghakiminya, Raelina tidak bisa menahan tangisannya dan memeluk pinggang berotot Yosua.“Tidak apa-apa, ada aku di sini.” Yosua menepuk-nepuk pundaknya menenangkan, balik memeluknya.Melihat lingkaran memar ungu di lehernya membuat dadanya mendidih dengan kemarahan. Dia menoleh dengan ekspresi menakutkan saat dia memarahi dua satpam yang baru datang.“Cepat usir wanita gila itu!” Dia dengan kejam menyuruh satpam mengusir Amira.Dua satpam tanpa sadar menegakkan punggung mereka mendengar perintah mendominasi tersebut.“Baik, tuan!”“Apa yang kalian lakukan! Pelacur itu sudah merayu suamiku!” Amira memberontak ketika dia cengkeraman bangkit dari lantai.“Maksud Anda, aku sangat jelek hingga istri
Setelah selesai bercinta lagi, Raelina berbaring lemas di atas kasur. Dia menatap cemburu pria yang keluar dari kamar mandi dengan handuk di pinggangnya. Stamina pria itu luar biasa.Yosua yang melakukan pekerjaan paling banyak sepanjang hari, tetapi dia masih segar dan energik. Ada ekspresi puas di wajahnya usai “makan” sampai kenyang.“Apa aku juga harus masuk tentara?” Raelina bergumam cemberut.Yosua menoleh dan menyeringai. “Tidak masalah. Aku bisa “melatih”-mu sekarang.” Dia memegang kaitan handuk depan dan akan melepaskannya di depan Raelina.“Dasar mesum!”” Raelina menjerit melempar bantal terdekat dan menutupi dirinya dengan selimut sampai kepala. Dia tidak ingin Yosua “melatih”-nya. Suruh tenaganya sudah terkuras habis.Raelina menguap mengerjap-mengerjapkan kelopak matanya