Seina menikmati malam bersama Arya, sudah hampir seminggu mereka tidak saling berkomunikasi. Sekalinya bertemu semua cerita yang selama ini di tahan, diluapkan begitu saja.
Seperti biasa Arya akan bercerita tentang masalahnya di kantor, sedangkan Seina akan menceritakan tentang pembaca yang berkomentar buruk di ceritanya.
"Kau tidak perlu khawatir, meskipun mereka berkomentar buruk, tapi mereka membaca ceritamu. Mereka itu penggemarmu berkedok haters.”
Arya mencoba menyemangati Seina. Seina mencebikkan bibirnya mendengar pendapat Arya yang menurutnya tidak berpihak kepadanya. Arya melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Aku pulang dulu, kau juga harus istirahat jangan begadang hanya untuk mengejar target!" titah Arya.
“Hm ...." Seina mendekatkan tubuhnya lalu memeluk Arya dengan erat. "Hati-hati di jalan sayang.”
Arya mencium bibir Seina kemudian berjalan keluar. Seolah tak ingin berpisah, Seina terus memegang tangan Arya hingga ke pintu keluar. Pintu lift masih tertutup, Seina sengaja menunggu Arya sampai masuk ke dalam lift.
"Masuklah, nanti kau kedinginan."
"Aku hanya ingin melihatmu pulang," ucap Seina manja.
Pintu lift terbuka, mata Seina dan Darel saling bertatapan. Sebelum akhirnya Seina, berjalan ke samping mempersilakan Darel dan wanitanya keluar dari lift.
"Bye, sayang." Arya sambil melambaikan tangannya.
Seina membalas lambaian tangan Arya, hingga pintu lift tertutup dengan sempurna.
Ingatan Seina kembali saat melihat kekasih Darel memegang tangannya dengan erat, seolah tak mau di pisahkan. Seina mencoba mengenyahkan pikirannya kemudian memasukan password apartemennya.
"Seina."
"Astaga!" Seina begitu terkejut saat mendengar suara bariton dari belakangnya. "Kau mengagetkan aku saja, ada apa!" kesal Seina.
"Kenapa kau berteriak kepadaku, aku hanya memanggilmu!" sungut Darel tak mau kalah.
"Kau yang tiba-tiba saja muncul di belakangku dan memanggilku dengan kencang, kau pikir aku tuli!" ucap Seina tak kalah sengit.
Keduanya pun saling berdebat dengan suara yang kencang hingga membuat Diana keluar dari apartemen Darel.
"Ada apa dengan kalian?" tanya Diana.
"Bukan urusanmu," tukas Darel dan Seina serempak.
Mereka berdua lalu masuk ke dalam apartemen masing-masing, entah mengapa Seina begitu kesal kepada Darel. Diana yang tidak mengerti apa-apa hanya melihat ke arah Seina dan Darel bergantian.
"Sayang, siapa wanita tadi?" tanya Diana penasaran.
"Dia ...." Darel menghentikan ucapannya, tidak mungkin ia mengaku jika Seina mantan kekasihnya. Diana pasti menyuruhnya untuk tidak mendekati Seina dan memusuhinya. "Dia temanku saat masih SMA."
"Oh ... sepertinya hubungan kalian tidak baik?’ tuturnya.
"Hubungan kami baik-baik saja, hanya saja suasananya yang tidak mendukung."
Diana terdiam mencerna ucapan Darel, Darel yang tak mau terus di desak oleh Diana memilih masuk ke dalam kamarnya.
***
Bunyi ketukan jari di atas keyboard terdengar nyaring. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi tetapi Seina belum juga tidur dari semalam.
"Aw ... aw jariku," keluh Seina sembari mengibaskan tangannya yang terasa kram.
Seina beranjak dari kursi, lalu membuka tirai. Satu persatu tirai di buka, tak lupa ia membuka pintu balkon agar udara bergantian dari sana.
Rutinitas pagi Seina mendengarkan musik, meski belum sikat gigi atau pun membersihkan wajahnya, Seina langsung melahap apel yang ia ambil dari lemari pendingin.
Tangan kiri Seina mengambil plastik sampah, kemudian di masukkan ke dalam troli. Dengan santainya Seina keluar dari apartemen, mendorong troli sampah.
Seina sama sekali tidak peduli dengan pandangan orang-orang yang menatapnya aneh, ia terbiasa mengacuhkan mereka selama mereka tidak mengganggunya.
"Apa di rumahmu tidak ada sisir?" bisik Darel yang juga sedang memisahkan sampah organik dan non-organik.
Tak menjawab ucapan Darel, Seina menggigit apel yang tersisa, kemudian kedua tangannya mulai merapikan rambutnya dan mengikatnya.
"Apa kau juga lupa mencuci mukamu?" bisik Darel lagi.
"Apa wajahku mengganggu penglihatanmu?"
Darel terdiam mendengar ucapan Seina, mulutnya berkomat kamit bersiap melontarkan kata-kata kasarnya.
Tanpa rasa bersalah Seina kembali membawa trolinya ke dalam gedung apartemen. Darel yang kesal mengikuti langkah Seina, tanpa mempedulikan para wanita yang sedang membicarakan ketampanannya.
Pintu lift terbuka, Seina masuk ke dalam lift di susul Darel dan para wanita penghuni apartemen yang mengikuti Darel. Para wanita di sana saling berbisik menyuruh salah satu temannya untuk berkenalan dengan Darel. Bisikkan mereka tentunya terdengar oleh Seina dan membuatnya jengah.
"Nama dia Darel, penghuni lantai enam no seratus dua puluh empat, usia dua puluh lima tahun sudah punya istri." Darel membalikkan tubuhnya menatap Seina yang sedang membicarakannya di belakang. "Jika kalian ingin tahu istrinya, saat ini ada di dalam apartemennya."
"Ah tidak-tidak, aku belum punya istri," elak Darel. Matanya memicing menatap Seina.
Tak lama pintu lift terbuka di lantai enam, Darel keluar lebih dulu.
"Ayo sini, kali-"
Darel membekap mulut Seina kemudian memencet tombol tutup pintu lift. Seina menggigit tangan Darel agar dia melepaskan tangannya dari mulut Seina.
"Awh ... Aw sakit! Ada apa denganmu, apa kau marah kepadaku soal tadi?" cecar Darel.
Seina menekan password apartemennya, tapi Darel memegang tangan Seina, membenturkan tubuhnya ke pintu.
"Lepaskan aku," ucap Seina.
"Tidak, aku tidak akan melepaskanmu jika kamu belum menjawab pertanyaanku. Apa kau marah kepadaku?" jelas Darel.
Posisi mereka saling berhadapan, tangan Darel mengekang kedua tangan Seina hingga ia kesulitan bergerak. Kedua netra mereka saling bertatapan, seolah menginginkan lebih dari sekedar berhadapan.
Pintu apartemen Darel terbuka, itu kesempatan Seina untuk melepaskan diri dari Darel. Ia kemudian menghantam kepala Darel dengan kepalanya sendiri.
"Awh ...!" gumam Darel dan Seina. Keduanya kompak memegang kepala mereka saat Diana keluar dari apartemen.
"Darel, kau tidak apa-apa?" tanya Diana panik.
"Tidak, aku tidak apa-apa," jawabnya sambil mengelus kepalanya.
Seina bergegas membuka pintu apartemennya, lalu masuk ke dalam.
"Ck, wanita itu kasar sekali," desis Diana.
"Bukan salahnya, tadi aku berniat merebut trolinya, tapi kepala kita malah berbenturan."
Sementara di balik pintu, Seina masih menguping pembicaraan Darel dan Diana. Tak lama, ponsel Seina berdering, ia bergegas menjauh dari pintu, takut Darel mendengar suara ponselnya.
"Halo sayang, apa kamu sudah bangun?"
"Hm, aku sudah bangun. Ada apa?"
"Aku ingin mengajakmu sarapan, saat ini aku sedang di jalan sebentar lagi sampai di apartemenmu."
“Oh baiklah, bye sayang."
Seina mematikan panggilannya, melempar ponsel ke atas sofa, kemudian berlari masuk ke kamar mandi.
Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk Seina mencuci muka dan menyikat giginya. Setelah selesai ia kemudian keluar dari kamar mandi, mengganti pakaiannya.
Bel berbunyi, Seina yakin jika itu Arya. Ia mempercepat membingkai alis, lalu memoleskan lipstik di bibirnya. Setelah selesai Seina mengambil ponselnya, membuka pintu untuk menyambut tunangannya.
"Pagi sayang, kau sudah siap?"
"Ayo kita let's go ...!" serunya.
Seina melingkarkan tangannya di lengan Arya. Ia mengajak Arya makan di restoran yang dekat dengan apartemen. Sepanjang jalan tangan Seina terus melingkar di lengan Arya, seolah tak ingin lepas dari pawangnya yang sudah menaklukkan hatinya.
Mata Seina menatap sosok pria yang tak asing baginya. Iya, Darel sedang makan bersama Diana di restoran tempat biasa Seina dan Arya makan.
"Seina," teriak Darel sambil melambaikan tangan.
Seina memicingkan sudut bibirnya, kemudian berjalan mendekati Arya. Seketika wajah bahagia Darel menghilang, ketika melihat Seina datang bersama seorang pria.
Mata Arya melihat ke sekeliling restoran, tidak ada tempat duduk yang kosong. "Kita take away saja ya," ucap Arya. "Makan di sini saja, kita bergabung sama temanku," tukas Seina. "Teman kamu yang mana?" tanya Arya. "Itu yang tadi mamanggil namaku, aku ke sana dulu ya," jawab Seina berjalan ke arah meja Darel. Seina berjalan ke meja Darel. "Hai Darel ... bolehkah aku bergabung di sini? Soalnya tidak ada tempat yang kosong. Boleh ya kak?" lirih Seina menatap Diana. "Boleh, duduk di sini saja," jawab Diana. "Makasih banyak." Seina melambaikan tangan ke arah Arya, tanpa permisi Seina duduk di samping Diana. Tak lama Arya datang sambil membawa makanan mereka. "Hai, kita boleh bergabung di sini kan?" ucap Arya. "Boleh, tadi pacarnya Darel sudah mengizinkan kita makan di sini. Oh iya kak, kenalin nama aku Seina," oceh Seina memperkenalkan diri. Diana menjabat tangan Seina dan berkata, "Namaku Diana, salam kenal." Arya yang juga memperkenalkan diri kepada Darel dan Diana. Setelahny
Seina menunggu Darel sadar, setelah dua orang perawat membersihkan lukanya. Pihak sekolah sudah menghubungi orang tua Darel untuk segera datang ke rumah sakit. Kasus ini pun di tangani pihak berwajib karena ada bukti serta saksi pengeroyokan.Seina melihat ke arah pintu ketika mendengar seseorang masuk ke dalam ruangan Darel. Seina hanya diam, ketika seorang wanita paruh baya berjalan melewatinya."Darel, ya Tuhan nak kenapa bisa jadi seperti ini!" lirih wanita paruh baya.Seina beranjak dari kursinya saat sadar jika yang ada di hadapannya adalah ibu Darel. Mata Seina dan wanita paru baya itu pun saling bertatapan."Ehm ... saya teman Darel, di perintahkan oleh pihak sekolah untuk menjaganya," jelas Seina."Ah iya, terima kasih banyak. Maaf sudah merepotkanmu, oh ya nama kamu siapa?" tanyanya."Seina bu, kalau begitu saya pamit pulang dulu, permisi." Seina mengambil tasnya, kemudian keluar dari ruangan Darel.Lima hari setelah pengeroyokan, tidak ada kabar dari Darel. Bahkan Darel tida
"Buka matamu, saat ini kau sedang berada di apartemenku," kesal Seina, kemudian pergi meninggalkan Darel yang masih mengumpulkan nyawanya. Perlahan Darel terduduk, ia memperhatikan ke sekeliling dan itu benar bukan apartemennya. Dengan tertatih Darel mencoba berjalan ke arah pintu. Seina yang berada di dapur melirik ke arah Bryan. Ada rasa iba di hatinya, Seina pun memanggil Darel dan menyuruhnya untuk duduk di kursi. "Minumlah, ini bisa mengurangi rasa pusingmu karena alkohol," ucap Seina. "Terima kasih." Darel meminum habis air lemon yang di racik oleh Seina. "Maaf Seina, apa semalam aku merancau tak jelas atau mengatakan sesuatu yang penting kepadamu?" "Sepertinya tidak, kau langsung merebahkan tubuhmu di lantai lalu tidur seperti orang mati." Darel memicingkan matanya menatap Seina yang asik mengolesi rotinya. Seina membungkus roti yang sudah ia beri selai untuk Darel. "Bawalah, sepertinya kau akan terlambat untuk bekerja." Seolah di ingatkan oleh Seina, Darel lalu melihat j
Diam-diam Seina mendownload aplikasi penyadap yang terpasang dengan ponsel Arya. Ia sengaja melakukan itu, karena penasaran apa yang dilakukan Arya di belakangnya. Tak lupa Seina mematikan notifikasi perangkat yang terhubung agar Arya tidak sadar, jika ponselnya di sadap."Sayang ... sudah selesai?" Seina menghampiri Arya yang baru saja keluar dari toilet."Hm, kita mau kemana lagi?" tanya Arya.Seina melingkarkan tangannya di lengan Arya lalu berucap, "ini sudah malam, kau juga besok harus bekerja, jadi kita pulang saja.""Kau yakin?""Hm ... ayo kita pulang."Seina begitu menikmati kencannya bersama Arya, ia berharap setelah menikah pun Arya akan tetap bersikap baik kepadanya seperti sekarang ini.Sampainya di apartemen, Seina keluar dari lift sambil membawa barang belanjaannya. Matanya memutar saat melihat Darel berdiri di depan apartemen, menatapnya sambil tersenyum."Hai Seina ...," sapa Darel."Hai," jawabnya ketus."Maukah kau datang ke apartemenku?" tanya Darel yang membuat Se
Seina membuka ponselnya ketika mendengar notif pesan, terlihat nama Dino di sana. Dino : "Undangan terbuka bagi para alumni SMA Pelita Bangsa, agar menghadiri Acara Reuni yang akan di selenggarakan di Gedung Pakuwon. Hari Sabtu, 17 November 2022, jam 18.00 sampai dengan selesai." Seina menyimpan ponselnya, ia sama sekali tak berminat datang ke acara tersebut. Ia kembali fokus dengan pekerjaannya, mendengarkan musik yang di putar dengan suara yang begitu kencang. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, matahari sudah kembali ke tempatnya di ganti terangnya bulan. "Apa telingaku bermasalah, sepertinya tadi ada bel berbunyi," gumam Seina. Bel kembali berbunyi, Seina yang masih asik menikmati dentuman musik yang mengalahkan bunyi bel. Sementara di depan apartemen, Arya berdiri menunggu Seina keluar dari apartemennya. Beberapa kali Arya menghubungi Seina, tapi panggilannya dialihkan. Seina akhirnya tersadar saat ponselnya mati, ia kemudian mengecek ponselnya yang ternyata ada panggila
Suara bising para pengunjung restoran terdengar begitu nyaring di telinga Darel, ia hanya diam menyeruput secagkir kopi yang ada di hadapannya. Sesekali Darel melihat ponselnya, menunggu pesan dari seseorang. “Sorry telat ...,” ucap Dino yang baru saja datang. Ia kemudian mengangkat tangannya memanggil waiters. “Selamat siang Kak, ada yang bisa saya bantu,” sapa waiters. “Aku pesan ice moccacino," ucap Dino. Waiters tersebut menulis pesanan Dino dan berucap, “Ada tambahan kak?" "Tidak ada." "Baik, jika tidak ada, saya permisi.” Dino hanya tersenyum, kemudian menatap Darel yang sibuk dengan ponselnya. Sepintas ide jahilnya muncul, Dino mengeluarkan ponsel kemudian menghubungi Darel yang berada di hadapannya. “Kau terlalu sibuk dengan ponselmu sampai lupa jika aku berada di depanmu. Oh ya, apa kau mau datang ke acara reuni sekolah?” tanya Dino. “Entahlah, siapa saja yang datang?” ucap Darel tanpa menoleh. “Hampir semuanya datang, hanya tinggal beberapa orang saja termasuk Sei
Salah satu staf menawarkan beberapa model gaun yang cocok dengan Seina. Ia kemudian memilih salah satu gaun yang menurutnya cantik, lalu mencobanya di ruang ganti. Seina melihat tubuhnya di depan cermin, di balut gaun berwarna cokelat dengan dada yang sedikit terbuka serta panjang gaun di atas lutut. “Aku ambil gaun yang ini,” ucap Seina. Seina lalu berjalan ke meja kasir untuk membayar barang yang dia beli. Setelah membeli gaun, Seina kembali berjalan ke sebuah toko sepatu. Tangannya terulur, mengambil heels yang memiliki warna senada dengan gaun yang sudah ia beli. “Kak, yang ini ada ukuran tiga puluh tujuh?” tanya Seina kepada staf toko. “Di tunggu sebentar kak, akan saya ambilkan,” jawab staf tersebut. Sambil menunggu, Seina lalu mencoba beberapa heels yang ada di sana. "Kak ini heelsnya, silahkan di coba terlebih duhulu," ucap staf di sana. Seina mengambil sepatu dari tangan staf toko kemudian mencobanya dan melihatnya di depan kaca. "Bagus aku suka, aku ambil yang ini."
Rani mengepalkan tagannya, ia tidak menyangka jika hidup Seina lebih unggul darinya. Ia lalu merapihkan bajunya, saat ia akan kembali ke dalam matanya menangkap sosok yang ia kenal. Rani pun memicingkan matanya untuk mempertegas penglihatannya ketika melihat seorang pria yang berjalan ke arahnya. "Darel," desis Rani. Rani menatap wajah pria yang dulu begitu ia suka, bahkan ia sampai membenci Seina karena Darel lebih menyukainya. Saat SMA Rani, Lusi dan Seina merupakan teman dekat. Namun hubungan mereka merenggang ketika pria yang Rani sukai lebih memilih temannya sendiri. "Darel," sapa Rani. "Ah ... Hai, Rani. Apa acaranya sudah selesai?" "Belum, ayo kita masuk." Rani berjalan masuk ke gedung bersama Darel, seolah tak mau kehilangan momen ia merangkul tangan Darel saat Seina menatap ke arah mereka. Namun sayangnya, Seina memutar bola matanya, tak mempedulikan Rani dan Darel yang berdiri berdampingan. "Aku heran sama kamu Sei, kamu enggak kerja tapi bisa beli Lamborghini. Apa ka