"Ya, aku sedang dalam perjalanan pulang." "Tidak. Aku hanya mampir ke toko buku sebentar." "Aku sudah jalan kaki. Kau ingin menjemput ku? Aku akan menunggu di halte kalau begitu." Nathalie mengakhiri percakapan teleponnya dengan Kai. Menghela napas pelan sembari melirik kantong kertas yang ada di tangannya. Sebelum kemudian memasukkan ponselnya kembali dalam tas dan berjalan dengan langkah santai menyusuri trotoar jalanan yang terdapat beberapa orang selain dirinya. Jalan raya pun masih sangat ramai mengingat sekarang baru pukul tujuh malam. Nathalie harusnya pulang sejak tadi sebelum petang. Namun, keinginan untuk mampir ke toko buku tidak dapat ditahannya lagi. Dan di sana ia larut membaca sampai tak menyadari waktu terus berjalan. Kai baru saja meneleponnya. Agaknya pria itu juga baru saja akan pulang. Menanyakan keberadaan Nathalie dan langsung mengatakan jika pria itu yang akan menjemputnya. Nathalie tahu Kai tidak jadi memecat Ley. Melainkan pria itu sendiri yang mengundur
"Apa ini yang kau maksud lebih penting dan lebih bagus?" Kai tidak dapat menahan diri untuk tidak mendengkus. "Bukankah ini enak? Suasana hatimu akan membaik jika kau memakannya." Nathalie menyodorkan sosis bakar berukuran besar ke mulut Kai. Namun, pria itu lekas menjauhkan wajah. Sama sekali tidak berminat untuk mencicipinya. "Sepertinya yang suasana hatinya membaik itu kau, bukan aku." Nathalie terkekeh pelan mendapati wajah Kai yang sedikit mengerut dari sebelumnya."Coba saja. Kau akan menyukainya." Kai tetap menggeleng dan kembali mengarahkan ujung sosis tersebut pada Nathalie. Ia pikir wanita itu akan melakukan sesuatu padanya. Namun, ternyata Kai berharap terlalu tinggi. "Ayo pulang, aku akan membuatkan makan malam." Nathalie membersihkan bibirnya dengan tisu setelah menghabiskan sosis yang baru saja ia beli di pinggir jalan. "Aku akan meminta banyak masakan kali ini." Dengan wajah yang masih ditekuk Kai kembali menghidupkan mobil. Melaju bersama dengan kendaraan lain d
"Aku tidak suka kau dekat-dekat dengannya.""Kami tidak sengaja bertemu."Nathalie mendesah pelan. "Lagipula, kenapa kau tidak memberitahuku jika kau akan datang?" "Aku berniat memberi kejutan padamu. Namun, sepertinya malah aku yang terkejut." Nathalie terkekeh pelan. Membiarkan pria di sebelahnya mendengkus."Apa yang kau tertawakan?" "Kau tentu saja. Siapa lagi?" Sekali lagi, Kai berdecak pelan. Mengabaikan Nathalie dan kembali mengalihkan pandangan pada jalanan yang sedikit padat."Ngomong-ngomong, kenapa dia ada di sana?" Kai akhirnya menanyakan hal yang sejak tadi memenuhi isi kepala. "Dia menjadi Redaktur Pelaksana baru di NDN, Kai.""Jadi, kau akan bertemu dengannya setiap hari?" Nathalie tidak melakukan apapun selain menarik napas panjang."Ya ... begitulah." Kai terdiam. Larut dalam pikirannya sendiri. Membayangkan bagaimana jadinya jika Nathalie dan Leon bertemu setiap waktu nanti. "Kenapa wajahmu masam begitu? Kau tidak mempercayaiku?" tanya Nathalie sembari menole
"Apa-apaan ini?!"Kai tidak dapat menahan diri untuk tidak menaikkan nada suara kala melihat siapa yang saat ini berdiri di hadapannya. "Ming Shan, apa yang kau lakukan?!"Sama sekali tidak menyangka, saat pertama kali memasuki ruangannya, Kai dikejutkan dengan sosok seseorang yang ia kenal. Wanita yang ayahnya jodohkan dengannya- Ming Shan, sekaligus orang yang tiba-tiba akan menjadi sekretaris barunya sekarang.Meski Kai tahu dirinya dan Ming Shan sudah tumbuh bersama sejak kecil. Namun, untuk hal seperti ini, Kai tidak dapat menahan diri lagi. "P-paman Yuan mengatakan padaku mulai sekarang aku yang akan menjadi sekretaris mu." Ming Shan berucap dengan nada rendah sembari menunduk dalam.Sementara Kai tidak dapat berkata-kata. Ia hanya menghembuskan napasnya kasar.Ayahnya benar-benar keterlaluan. "Aku tahu kau tidak menyukai ini. Namun, aku tidak bisa menolak perintah Paman Yuan, Kai. Aku harap kau mengerti." Ming Shan meremas ujung roknya tanpa berani menatap Kai. Hal yang terl
Hari-hari berlalu seperti biasa tanpa ada masalah yang menyertai hubungan mereka. Kai bersyukur karena Nathalie berpikiran dengan luas dan mengesampingkan perasaan pribadi dengan pekerjaan. Sehingga keadaan mereka baik-baik saja terlepas apapun yang terjadi. Wanita itu sangat mengerti dirinya lebih dari siapapun. Dan Kai harap hal itu tidak akan pernah berakhir.Namun, sampai sekarang Kai tidak pernah tahu apakah Nathalie benar-benar terluka atau tidak. Wanita itu selalu memperlihatkan wajah baik-baik saja ketika ada bersamanya. Seolah semua yang telah ia katakan pada wanita itu tak lebih dari sebuah angin lalu. Seperti sekarang, dirinya yang tengah diam memandangi wanita itu merapikan diri di depan cermin. Menyisir rambut panjangnya perlahan. Nathalie melirik dari pantulan cermin tersebut, di mana Kai yang sedang bersandar di pintu dengan kedua tangan yang terlipat. Wajah pria itu masih seperti biasa, datar tanpa ekspresi. "Kau tidak pergi, Kai?" tanya Nathalie saat pria itu kemud
Sejak tadi siang, Kai sama sekali tidak mengatakan apapun pada Ming Shan. Mungkin hanya berkata beberapa hal kecil yang sekiranya penting. Lebih dari itu, tidak. Dan karena hal itu, Ming Shan menjadi cemas jika Kai tidak ingin lagi berbicara padanya.Wanita itu tahu apa yang membuat Kai bersikap demikian. Namun, ia tidak berani mengungkit kejadian tadi siang yang hanya akan membuat Kai bersikap semakin dingin padanya. Sampai jam pulang tiba. Kai langsung melengos pergi tanpa mengatakan sepatah kata pada Ming Shan. Meninggalkan wanita itu sendirian. Di dalam perjalanan pulang, Kai tidak henti-hentinya memikirkan apa yang telah ia lakukan pada Nathalie. Ia tidak tahu bagaimana cara memperlakukan wanita itu setelah ini. Setelah mampir sejenak untuk membelikan beberapa bawaan untuk Nathalie. Kai kembali melajukan mobil menuju kediamannya. Dengan langkah kakinya yang lebar ia menapaki lantai dengan cepat. Hingga sampailah di depan kamar Nathalie yang Kai yakin pemilik kamar ini ada di d
"Jangan meninggalkanku. Semua masalah yang terjadi. Kita hadapi bersama, kan?" Netra kelam Kai tertuju lurus pada Nathalie. Sementara wanita itu masih terdiam. Sampai suara Kai kembali menyapa indra pendengarnya."Thalia?" Bibir tipis yang semula tertutup rapat itu terbuka perlahan. "Ya ...." Nathalie tersenyum. Mengalungkan kedua tangannya pada leher pria itu dan semakin menyembunyikan wajahnya. Nathalie membisu. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan pada Kai setelah ini. Hubungan mereka tidak selalu berjalan dengan mudah, Nathalie tahu itu. Namun, perkataan Yuan Nuan juga tidak bisa sepenuhnya hilang dari kepala. Semuanya terasa semakin berat saat Nathalie kembali memikirkannya. "Ada apa?" Kai kembali bertanya. Kerutan samar di keningnya terlihat kala ia mendapati Nathalie yang sama sekali tidak bergerak dan mempertahankan posisinya sekarang."Biarkan seperti ini dulu," pinta wanita itu tanpa melonggarkan kedua tangannya yang membuat Kai tersenyum tipis. Sekaligus menerka-ne
Nathalie terduduk dalam diam sembari mengamati cangkir berisi Vanilla Late di hadapannya. Sesekali menghela napas. Sejak sepuluh menit yang lalu, ia sama sekali tidak menyentuh minumannya dan membuat seseorang yang duduk di hadapannya mengernyit."Ada apa?" tanyanya. Dan Nathalie balas menggeleng. Tersenyum tipis."Apa ada yang kau pikirkan?" tanya wanita di hadapannya itu sekali lagi. Dan kali ini Nathalie merespon dengan mengangkat wajah. Melihat ke arah Irine yang menaikkan salah satu alis menunggu jawabannya. "Aku tidak tahu." Nathalie menghela napas pendek. Menyandarkan punggungnya dengan pelan."Apakah kau bertengkar dengan Kai?" "Tidak." Nathalie menjawab cepat. "Lalu, apakah kau ... sedang kecewa dengan pria itu?""Itu juga tidak." Nathalie mengernyit. Tidak mengerti mengapa arah pembicaraan sahabatnya itu terus mengarah pada Kai. "Bukankah dia memiliki sekretaris baru?" "Berita menyebar dengan cepat, ya." Nathalie memasang wajah masam mengetahui orang sekelas Irine mas