Nathalie melenguh pelan. Mendengar suara ponselnya yang berdering, ia langsung membuka mata meski sebenarnya masih mengantuk. Sebelah tangannya meraba meja di sebelah tempat tidurnya dan mencari-cari sumber bunyi tersebut. Menyingkirkan lengan besar Kai yang melingkari perutnya. Nathalie melirik sebentar, pria itu masih belum membuka mata. Tampaknya Kai sangat lelah karena pekerjaannya yang menguras waktu dan tenaga. Nathalie tak langsung mengangkat telepon tersebut. Melainkan melihat nama penelepon sembari mengucek sudut matanya. Sebelum akhirnya manik cokelat cerah itu tercengang. Dan buru-buru keluar dari kamarnya untuk mengangkat telepon. "Halo, Paman?" Nathalie berujar pelan. "Aku dengar dari Ming Shan, Kai tidak pernah kembali ke rumah sejak dia datang ke sana." Nathalie berubah diam. Pembahasan ini lagi. Padahal Nathalie berusaha untuk tidak lagi mengungkitnya. Namun, tetap saja ia tidak akan pernah bisa menghindari topik ini. "Apakah dia ada di tempatmu?" Sekali lagi Yua
Tiga hari berlalu dengan cepat. Saat ini, Nathalie tengah makan siang bersama dengan Kai. Menikmati makanannya dengan tenang, Nathalie melirik Kai sesaat. Namun, langsung tertangkap oleh sepasang manik kelam di hadapannya itu. Kai tersenyum tipis mendapati wanita itu yang buru-buru mengalihkan pandangan. Di akhir pekan ini, Kai hanya ingin menghabiskan waktunya bersama dengan wanita itu saja. Melakukan apapun bersama dengan Nathalie. "Ingin menunggang kuda?" tanya Kai. Yang langsung dijawab gelengan kepala oleh Nathalie. "Aku takut." Kai terkekeh pelan. "Lalu, bermain golf?" Nathalie juga menggeleng. Ia sedang tidak ingin bermain dengan bola sekarang. Namun, ada satu hal yang ingin ia lakukan sejak beberapa hari lalu."Bagaimana dengan berenang?" "Ide bagus." Kai menyetujui dengan cepat. Sesaat, Nathalie baru tersadar jika Ming Shan masih ada di rumah Kai. "Ah, tidak jadi, Kai. Lain kali saja." Nathalie tersenyum tipis sembari melanjutkan makannya. Sedangkan Kai yang tengah m
"Kau serius dengan perkataan mu?" Setelah terdiam beberapa menit, Kai baru mengeluarkan suara. Ia terlalu kaget dengan apa yang baru saja Nathalie katakan. Pandangannya lurus menatap wanita itu di mana Nathalie tak berani menatap kedua matanya. Kai mendesah pelan. "Kau benar-benar ingin putus denganku?" tanya Kai sekali lagi. Masih menunggu wanita itu untuk kembali membuka bibir. Dan Nathalie memilih untuk mengangguk. Ia yakin dengan keputusannya sekarang. Setelah mempertimbangkan banyak hal dan melihat dari segala sisi, Nathalie yakin jika yang ia lakukan saat ini tepat. Ia tidak pantas untuk bersama dengan Kai. Dan selamanya tetap akan begitu."Apa itu karena ucapan ku beberapa waktu lalu? Kau tahu aku tidak mengatakan ingin berpisah denganmu benar-benar, kan?" Kai tidak percaya. Terlebih ketika Nathalie sama sekali tidak memandangnya. Wanita itu hanya menunduk dalam. Menghindari kontak mata dengannya."Bukan karena hal itu, Kai." Nathalie menghela napas. "Aku melakukan ini at
Hans meneguk ludah saat ia memasuki ruangan CEO dengan dokumen yang ada di pelukannya. Merasakan aura dingin menyebar memenuhi ruangan ini hingga tak memberikan celah. Padahal, baru beberapa langkah kakinya masuk. Namun, hawa menyeramkan yang ada di sekitar sini terasa begitu menusuk untuknya. Cepat-cepat Hans mengusir semua rasa tidak enaknya dan berjalan mendekati seseorang yang ingin ia temui. Seorang pria yang ternyata kini tengah berdiri membelakangi Hans dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam celana.Lagi-lagi Hans membatin, apa yang membuat atasannya itu begitu betah mengamati kota di bawah sana dengan tanpa berkutik. Seolah perhatian Kai sudah diambil penuh."Tuan ..." panggil Hans. Dan pria tinggi yang menjulang tak jauh dari Hans itu hanya bergumam pelan."Hn?" "Ini adalah proposal dari-" "Taruh saja di mejaku." Kai memotong ucapan Hans. Kemudian berbalik untuk memandang sekretarisnya itu tanpa ekspresi. "Berikan semua pekerjaan yang harus ku kerjakan hari ini." Ma
"Ini sangat mengejutkan. Aku pikir kau akan kembali menolak ku." Leon terkekeh pelan sembari mengambil salah satu buku yang terdapat dalam rak toko. Melihat judul dari buku yang masih terbungkus plastik bening itu sesaat. Sementara Nathalie yang juga tengah memilih-milih buku di sana lantas mendengkus rendah. "Aku tidak ingin kau setiap waktu selalu mengganggu ku hanya karena ingin pergi ke toko buku." "Maaf karena mengganggu waktumu sebentar."Nathalie menarik napas dalam. Padahal, Leon bisa pergi sendiri atau mencari orang lain yang mau pergi bersamanya. Namun, pria itu terus saja mengajak dirinya untuk pergi dengan alasan tidak ada seseorang yang akrab dengannya di sini selain dirinya. Dan Nathalie mau tak mau lantas menyetujui ajakan yang sebenarnya sudah Leon lakukan sejak satu minggu yang lalu. Leon tak bisa menahan diri untuk tersenyum tipis. Menemukan buku yang sudah ia cari-cari sejak tadi. Lalu, berjalan menuju Nathalie yang kini sedang membuka salah satu buku yang ada
"Siapa yang meletakkan bunga di sini?" tanya Nathalie. Mengalihkan pandangan pada Rena yang mengendikan kedua bahu. Hingga tak lama kemudian pintu yang terbuka dan menampilkan Ariska yang baru saja datang. "Oh, Nathalie. Katanya itu bunga atas namamu. Jadi, aku letakkan saja di mejamu." Ariska lalu mendudukkan diri. Sedangkan Nathalie hanya mengernyit. Lantas mengambil bunga mawar merah tersebut dan mengamatinya. Baru menyadari jika ada sesuatu yang terselip di antara bunga-bunga tersebut. Nathalie membuka kertas kecil yang awalnya tidak ia lihat karena warnanya yang sama dengan bunga itu. Membaca pesan singkat yang ada pada secarik kertas tersebut. 'Dari seseorang yang sedang mengejarmu.'Wanita itu tidak dapat menahan dengkusan ringan. Sepertinya, ia tahu siapa pengirim bunga ini. Namun, agak sedikit aneh jika ia menerima bunga mawar dari Kai. Biasanya pria itu akan mengirimkan tulip putih yang di mana Kai tahu itu adalah bunga kesukaannya. Nathalie mendesah pelan. Toh, mau bun
"Jadi, apa yang ingin kau katakan?" tanya Nathalie saat mobil yang Leon kemudikan berjalan dengan tenang. Sedangkan pria yang ada di sebelahnya itu terlihat ragu untuk berbicara. Namun, karena ia sudah berkata pada Nathalie, maka ia mau tak mau harus mengatakannya."Itu ... apa kau sedang ada masalah dengan kekasihmu? Aku melihat kalian berdua agak aneh pada malam itu." Nathalie sempat terdiam dalam beberapa saat. Kemudian terkekeh. "Apa ini adalah hal yang ingin kau bicarakan denganku?" Leon menggeleng. "Hanya bertanya saja." Helaan napas terdengar dari wanita yang ada di samping Leon tersebut. "Sebenarnya, kami sudah putus.""Apa karena aku?" Leon bertanya dengan cepat. Berpikir jika kejadian pada malam itu yang telah membuat Nathalie dan Kai berpisah. "Tidak. Ini bukan karena mu. Kami sudah berpisah sebelum malam itu." Nathalie tersenyum tipis sembari mengalihkan pandangannya pada kaca yang ada di sebelah. Sampai tak lama kemudian, Leon kembali membuka bibir. "Sebenarnya,
Nathalie mengurut pelan pangkal matanya saat ia memikirkan apa yang telah ia terima tadi malam. Dirinya bisa langsung mengenali jika rambut itu adalah milik Angelista. Tidak ada lagi yang terpikir di kepala Nathalie selain wanita itu. Namun, bukankah Angelista ada di penjara? Lantas, siapa yang mengirim kotak tersebut? Apakah ada seseorang yang baru saja meneror dirinya? Nathalie sangat yakin jika apa yang ia terima tadi malam itu ada kaitannya dengan Angelista. Namun, ia tidak juga menemukan sesuatu meski mencoba untuk menebak-nebak.Terlebih lagi, ia tidak bisa meminta bantuan Kai untuk menyelidiki hal ini. Bukannya tidak bisa. Melainkan ia sadar diri jika akan sangat tidak pantas jika ia meminta bantuan pria itu setelah memutuskannya. Lagipula, Kai akan segera menjalankan pertunangannya. Seharusnya ia tidak lagi melakukan apapun yang berhubungan dengan pria itu. Meski Kai berpikir hal ini bukan masalah. Namun, Nathalie tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri. Maka, ia bertekad