"Jadi, apa yang ingin kau katakan?" tanya Nathalie saat mobil yang Leon kemudikan berjalan dengan tenang. Sedangkan pria yang ada di sebelahnya itu terlihat ragu untuk berbicara. Namun, karena ia sudah berkata pada Nathalie, maka ia mau tak mau harus mengatakannya."Itu ... apa kau sedang ada masalah dengan kekasihmu? Aku melihat kalian berdua agak aneh pada malam itu." Nathalie sempat terdiam dalam beberapa saat. Kemudian terkekeh. "Apa ini adalah hal yang ingin kau bicarakan denganku?" Leon menggeleng. "Hanya bertanya saja." Helaan napas terdengar dari wanita yang ada di samping Leon tersebut. "Sebenarnya, kami sudah putus.""Apa karena aku?" Leon bertanya dengan cepat. Berpikir jika kejadian pada malam itu yang telah membuat Nathalie dan Kai berpisah. "Tidak. Ini bukan karena mu. Kami sudah berpisah sebelum malam itu." Nathalie tersenyum tipis sembari mengalihkan pandangannya pada kaca yang ada di sebelah. Sampai tak lama kemudian, Leon kembali membuka bibir. "Sebenarnya,
Nathalie mengurut pelan pangkal matanya saat ia memikirkan apa yang telah ia terima tadi malam. Dirinya bisa langsung mengenali jika rambut itu adalah milik Angelista. Tidak ada lagi yang terpikir di kepala Nathalie selain wanita itu. Namun, bukankah Angelista ada di penjara? Lantas, siapa yang mengirim kotak tersebut? Apakah ada seseorang yang baru saja meneror dirinya? Nathalie sangat yakin jika apa yang ia terima tadi malam itu ada kaitannya dengan Angelista. Namun, ia tidak juga menemukan sesuatu meski mencoba untuk menebak-nebak.Terlebih lagi, ia tidak bisa meminta bantuan Kai untuk menyelidiki hal ini. Bukannya tidak bisa. Melainkan ia sadar diri jika akan sangat tidak pantas jika ia meminta bantuan pria itu setelah memutuskannya. Lagipula, Kai akan segera menjalankan pertunangannya. Seharusnya ia tidak lagi melakukan apapun yang berhubungan dengan pria itu. Meski Kai berpikir hal ini bukan masalah. Namun, Nathalie tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri. Maka, ia bertekad
Pesta pertunangan Kai akan diadakan dalam dua hari lagi. Dan Nathalie memilih untuk datang ke pesta tersebut meski Irine sudah melarang dirinya dengan tegas. Namun, Nathalie masih tidak berubah pikiran. Setidaknya, ia bisa melihat Kai untuk terakhir kali. Setidaknya ia bisa melihat wajah bahagia pria itu meski bukan karena dirinya. Selain itu, dirinya juga telah diundang. Jadi, ia tetap akan yakin untuk datang ke pesta tersebut. Terlepas dari batinnya sakit atau tidak, Nathalie mencoba untuk menghilangkan perasaan yang masih tertinggal itu secara perlahan. Nathalie yakin ia bisa melakukannya dengan baik.Nathalie pikir, sepertinya ia membutuhkan pakaian baru untuk datang ke pesta pertunangan Kai. Sejak meninggalkan kediaman Kai, ia sama sekali tidak membawa barang apapun yang telah pria itu berikan untuknya. Sama sekali tidak. Dan pakaian Nathalie yang ada di rumah adalah pakaian sehari-hari atau untuk bekerja. Dirinya akan lebih baik untuk membeli satu dress lagi untuk pergi. Dan s
"Karena aku adalah Helian Jordeen ...."Jordi berbisik pelan. Yang kemudian membuat wanita di dalam dekapannya itu mendengkus. Lalu, menyingkirkan tangan Jordi yang ada di bahunya dan kemudian beranjak untuk pergi. Membawa mangkuk salad-nya yang telah habis ke dapur. Meninggalkan pria yang masih ada di ruang tamu itu dengan senyum tipis yang tak hilang di wajahnya. Waktu berlalu begitu cepat, Jordi tidak menyangka jika Irine yang akan menjadi kekasihnya sekarang. Mereka yang dulunya selalu bertengkar ketika bertemu, kini menjadi sepasang kekasih yang saling memandu cinta. Sampai sekarang Jordi masih tidak yakin ini adalah nyata. Ia yang bertemu dengan Irine karena perjalanan bisnisnya ke Paris, dan kebetulan Irine sedang ada di sana karena pekerjaan juga. Setelah bertemu dan mengobrol menceritakan kisah mereka masing-masing selama tidak berjumpa, Jordi jadi sering memikirkan Irine. Entah mengapa. Ia juga menjadi sering mengirim pesan pada wanita itu dan mereka sesekali bertemu.Dan
Ambulans yang membawa Nathalie kemudian menepi pada salah satu rumah sakit yang ada di kota ini. Nathalie yang terbaring dengan bersimbah darah itu kemudian digelandang menuju ruang gawat darurat. Para perawat menutup pintu dan menyisakan orang-orang di yang ada di luar dengan wajah cemas tak terhingga. Kai duduk pada kursi yang ada di luar ruangan tersebut setelah ia berdiri cukup lama lantaran masih terkejut dengan apa yang telah terjadi pada Nathalie. Tidak mempedulikan pakaiannya yang terdapat banyak bercak darah. "Kumohon ... Thalia ... kumohon." Bibirnya terus bergetar untuk berdoa. Pikirannya sekarang hanya tertuju pada wanita yang ada pada ruangan di dalam sana. Tidak ada yang lain. Kai melihat kedua tangannya yang juga penuh dengan darah yang perlahan mulai mengering. Matanya ikut bergetar dan dirinya tak dapat berkata apa-apa. Suara derap langkah yang datang sama sekali tidak Kai hiraukan. Bahkan ketika sepasang sepatu hitam berhenti di depan matanya. Kai sama sekali ti
Tiga hari telah berlalu, sejak Nathalie masuk ke dalam rumah sakit. Kai memandang wajah pucat di depan matanya dalam diam. Mengusap ujung dahi wanita itu dan menyelipkan sebagian rambut yang menghalangi wajah Nathalie. Tersenyum tipis, Kai lalu mengecup dahi wanita itu penuh kasih sayang. Kemudian menggenggam jemari lentiknya yang terlihat lebih kurus dari yang sebelumnya.Kai selalu bertanya-tanya. Selama ia tidak ada di samping Nathalie, apakah wanita itu menjalani hidup dengan baik? Apakah hidup Nathalie lebih baik tanpa dirinya?Jika benar. Maka akan berbanding terbalik dengan dirinya. Nyatanya, Kai sama sekali tidak merasakan arti hidup ketika tak mendapati Nathalie di sisinya. Wanita yang berkali-kali ia sakiti itu. Kini terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit dengan mata yang terpejam rapat. Tidak tahu kapan wanita itu akan berhenti menghukum dirinya dan segera membuka mata.Sejak tadi, Kai sama sekali tidak bergeming. Ia masih saja memandangi wanita itu tanpa bosa
Kai tersenyum tipis memandang vas kaca yang berisi bunga tulip yang baru saja ia ganti. Lantas menggeser sedikit posisi vas tersebut agar tidak jatuh. Ia lalu memalingkan wajahnya ke samping. Menemukan wanita cantik yang masih terbaring di atas ranjang dengan tenang.Lalu, Kai melirik sebentar pada Patient Monitor yang ada di dekat wanita itu. Menipiskan bibir kala melihat monitor tersebut menunjukkan keadaan Nathalie yang stabil. Sudah dua bulan Nathalie berada di rumah sakit ini dengan kondisi yang sama. Dan selama dua bulan tersebut, Kai tidak akan pernah lupa untuk datang kemari meski harus menyempatkan diri dalam keadaan yang sibuk. Kai akan terus menunggu wanita itu untuk membuka mata.Melihat keadaan Nathalie yang sekarang, Kai setidaknya bersyukur karena wanita itu tidak mengalami luka parah yang mengancam keselamatan nyawanya.Kai menghela napas pelan. Kemudian duduk di sebelah ranjang Nathalie dan meraih tangan wanita itu dengan lembut. Membawanya pada genggaman telapak ta
"Ah, ya. Keadaanya baik. Kau tidak perlu khawatir." Setelah panggilan telepon dengan Kai berakhir, Irine kembali menatap Nathalie. Sudah lima hari sejak kepergian Kai ke Amerika. Dan pria itu selalu saja menyempatkan diri beberapa menit untuk menelepon menanyakan keadaan Nathalie. Irine menghela napas panjang. Ketika pikirannya tiba-tiba menjadi over saat ia melihat Nathalie sekarang. "Dia tidak akan koma selama bertahun-tahun, kan?" Irine bergumam pelan. Tidak dapat membayangkan bagaimana jika Nathalie tidak bangun-bangun. Itu adalah ketakutan yang sangat mendasar bagi Irine sekarang."Hei, Nathalie. Bangunlah, apa kau tahu ada orang yang menunggumu di sini? Kenapa kau sangat nyaman tertidur dan membuat orang cemas?" Irine memandang Nathalie cukup lama. Tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Nathalie saat wanita itu dengan berani mengorbankan dirinya sendiri hanya demi Kai. Apakah Nathalie bodoh?"Dasar bodoh," Irine berbisik pelan. "Nathalie bodoh. Padahal, ada banyak yang ing