"Karena aku adalah Helian Jordeen ...."Jordi berbisik pelan. Yang kemudian membuat wanita di dalam dekapannya itu mendengkus. Lalu, menyingkirkan tangan Jordi yang ada di bahunya dan kemudian beranjak untuk pergi. Membawa mangkuk salad-nya yang telah habis ke dapur. Meninggalkan pria yang masih ada di ruang tamu itu dengan senyum tipis yang tak hilang di wajahnya. Waktu berlalu begitu cepat, Jordi tidak menyangka jika Irine yang akan menjadi kekasihnya sekarang. Mereka yang dulunya selalu bertengkar ketika bertemu, kini menjadi sepasang kekasih yang saling memandu cinta. Sampai sekarang Jordi masih tidak yakin ini adalah nyata. Ia yang bertemu dengan Irine karena perjalanan bisnisnya ke Paris, dan kebetulan Irine sedang ada di sana karena pekerjaan juga. Setelah bertemu dan mengobrol menceritakan kisah mereka masing-masing selama tidak berjumpa, Jordi jadi sering memikirkan Irine. Entah mengapa. Ia juga menjadi sering mengirim pesan pada wanita itu dan mereka sesekali bertemu.Dan
Ambulans yang membawa Nathalie kemudian menepi pada salah satu rumah sakit yang ada di kota ini. Nathalie yang terbaring dengan bersimbah darah itu kemudian digelandang menuju ruang gawat darurat. Para perawat menutup pintu dan menyisakan orang-orang di yang ada di luar dengan wajah cemas tak terhingga. Kai duduk pada kursi yang ada di luar ruangan tersebut setelah ia berdiri cukup lama lantaran masih terkejut dengan apa yang telah terjadi pada Nathalie. Tidak mempedulikan pakaiannya yang terdapat banyak bercak darah. "Kumohon ... Thalia ... kumohon." Bibirnya terus bergetar untuk berdoa. Pikirannya sekarang hanya tertuju pada wanita yang ada pada ruangan di dalam sana. Tidak ada yang lain. Kai melihat kedua tangannya yang juga penuh dengan darah yang perlahan mulai mengering. Matanya ikut bergetar dan dirinya tak dapat berkata apa-apa. Suara derap langkah yang datang sama sekali tidak Kai hiraukan. Bahkan ketika sepasang sepatu hitam berhenti di depan matanya. Kai sama sekali ti
Tiga hari telah berlalu, sejak Nathalie masuk ke dalam rumah sakit. Kai memandang wajah pucat di depan matanya dalam diam. Mengusap ujung dahi wanita itu dan menyelipkan sebagian rambut yang menghalangi wajah Nathalie. Tersenyum tipis, Kai lalu mengecup dahi wanita itu penuh kasih sayang. Kemudian menggenggam jemari lentiknya yang terlihat lebih kurus dari yang sebelumnya.Kai selalu bertanya-tanya. Selama ia tidak ada di samping Nathalie, apakah wanita itu menjalani hidup dengan baik? Apakah hidup Nathalie lebih baik tanpa dirinya?Jika benar. Maka akan berbanding terbalik dengan dirinya. Nyatanya, Kai sama sekali tidak merasakan arti hidup ketika tak mendapati Nathalie di sisinya. Wanita yang berkali-kali ia sakiti itu. Kini terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit dengan mata yang terpejam rapat. Tidak tahu kapan wanita itu akan berhenti menghukum dirinya dan segera membuka mata.Sejak tadi, Kai sama sekali tidak bergeming. Ia masih saja memandangi wanita itu tanpa bosa
Kai tersenyum tipis memandang vas kaca yang berisi bunga tulip yang baru saja ia ganti. Lantas menggeser sedikit posisi vas tersebut agar tidak jatuh. Ia lalu memalingkan wajahnya ke samping. Menemukan wanita cantik yang masih terbaring di atas ranjang dengan tenang.Lalu, Kai melirik sebentar pada Patient Monitor yang ada di dekat wanita itu. Menipiskan bibir kala melihat monitor tersebut menunjukkan keadaan Nathalie yang stabil. Sudah dua bulan Nathalie berada di rumah sakit ini dengan kondisi yang sama. Dan selama dua bulan tersebut, Kai tidak akan pernah lupa untuk datang kemari meski harus menyempatkan diri dalam keadaan yang sibuk. Kai akan terus menunggu wanita itu untuk membuka mata.Melihat keadaan Nathalie yang sekarang, Kai setidaknya bersyukur karena wanita itu tidak mengalami luka parah yang mengancam keselamatan nyawanya.Kai menghela napas pelan. Kemudian duduk di sebelah ranjang Nathalie dan meraih tangan wanita itu dengan lembut. Membawanya pada genggaman telapak ta
"Ah, ya. Keadaanya baik. Kau tidak perlu khawatir." Setelah panggilan telepon dengan Kai berakhir, Irine kembali menatap Nathalie. Sudah lima hari sejak kepergian Kai ke Amerika. Dan pria itu selalu saja menyempatkan diri beberapa menit untuk menelepon menanyakan keadaan Nathalie. Irine menghela napas panjang. Ketika pikirannya tiba-tiba menjadi over saat ia melihat Nathalie sekarang. "Dia tidak akan koma selama bertahun-tahun, kan?" Irine bergumam pelan. Tidak dapat membayangkan bagaimana jika Nathalie tidak bangun-bangun. Itu adalah ketakutan yang sangat mendasar bagi Irine sekarang."Hei, Nathalie. Bangunlah, apa kau tahu ada orang yang menunggumu di sini? Kenapa kau sangat nyaman tertidur dan membuat orang cemas?" Irine memandang Nathalie cukup lama. Tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Nathalie saat wanita itu dengan berani mengorbankan dirinya sendiri hanya demi Kai. Apakah Nathalie bodoh?"Dasar bodoh," Irine berbisik pelan. "Nathalie bodoh. Padahal, ada banyak yang ing
"Irine ..." Wanita yang saat ini sedang memandang Jordi itu melebarkan mata. Lantas, detik itu juga ia berpaling pada Nathalie dengan ekspresi tidak percaya. Menahan haru dan menutup bibirnya sendiri. "Akhirnya kau sadar juga." Irine hampir saja menangis jika Jordi tidak menyuruh wanita itu untuk menahan diri. Membiarkan Nathalie untuk tetap tenang di awal kesadarannya. "Apakah kau merasa ada yang tidak nyaman?" tanya Jordi. Dan Nathalie menggeleng tanpa ekspresi. Jordi terdiam. Namun, kemudian menghela napas lega. Akhirnya setelah beberapa bulan, Nathalie kembali membuka mata."Akan aku panggilkan Dokter untuk memeriksa mu lebih dulu." Saat baru berjalan beberapa langkah menjauhi ruangan, Jordi berhenti sebentar kala ia berpapasan dengan seseorang yang ia kenal. "Kenapa kau ada di sini?" Jordi melayangkan pertanyaan dengan wajah tidak suka. Sementara pria yang ada di hadapannya itu hanya memasang ekspresi datar. Kemudian menjawab. "Aku datang untuk melihat Nathalie.""Sebaikn
Hari ini, Kai sudah mendarat dengan selamat di Indonesia. Sejak berada di dalam pesawat, ia tak bisa berhenti untuk memikirkan seseorang yang begitu dirindukannya. Setelah sampai di rumah dan langsung membersihkan diri, Kai bergegas pergi ke rumah sakit sembari memasang senyum tipis. Tidak menyangka hari ini akan segera datang. Selesai memarkirkan mobil, Kai lantas berjalan dengan langkah pasti menuju ruangan di mana Nathalie berada. Membuka pintu di hadapannya itu setelah menghela napas pelan. Melirik sebentar pada bunga tulip yang ada di genggaman tangannya. Pertama kali masuk ke dalam ruangan ini setelah satu minggu berlalu, Kai tidak dapat menahan keterkejutan saat melihat wanita yang semula terbaring di atas ranjang itu kini sudah terduduk sembari mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Lantas berpaling untuk melihat siapa orang yang baru saja datang. Sambutan yang sangat berharga bagi Kai. Rasa lelah atas semua yang ia lakukan di Amerika seolah hilang begitu saja. "Kau su
Sudah sepuluh menit sejak Dokter keluar setelah melakukan pemeriksaan pada Nathalie. Dan beberapa saat kemudian, kedua kelopak mata yang semula tertutup itu kini perlahan terbuka. Memamerkan manik cokelat cerah yang indah. "Leon?" Nathalie memanggil nama pria itu dengan lemah. Dan Leon yang segera mendekat. "Apa aku baru saja pingsan?" Pria itu mengangguk. "Kau harus tenang. Jangan terlalu memikirkan hal yang berat. Kau harus segera sembuh, mengerti?" Nathalie menarik kedua sudut bibirnya dan membuat pria lain yang ada di ruangan ini menggertakkan gigi. Kai sangat marah. Ia sangat merah ketika melihat bagaimana Nathalie melihat Leon sebagai dirinya. Namun, ia harus bisa menekan perasaannya agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Namun, saat Leon kemudian mengulurkan tangannya untuk mengusap pucuk kepala Nathalie, Kai benar-benar tidak sanggup melihat semua ini. Ia beranjak dari tempat duduknya yang langsung ditahan oleh sebuah tangan yang memegang lengannya dengan ken