"Minggu depan adalah acara pertemuan keluarga, kau ingin datang?" Kai bertanya pada Nathalie yang sedang mengunyah sup jagung yang baru saja wanita itu suapkan ke dalam mulut.
Saat ini, mereka berdua tengah sarapan bersama. Dengan beberapa pembicaraan kecil yang menjadi pemanis pagi ini.
"Kenapa kau malah bertanya padaku?" Wanita itu tidak mengerti. Apakah pria itu sedang bertanya tentang pendapatnya?
"Kau bisa menemaniku pergi?" Pria itu kembali berkata.
Sedangkan Nathalie tampak sedikit merasa tidak enak. Ia tidak bisa menebak bagaimana tanggapan orang-orang di sekitar Kai ketika mengetahui mereka yang kembali bersama setelah membatalkan pertunangan dulu. Kejadian itu bukanlah hal kecil, melainkan menggegerkan seluruh orang-orang yang tidak menyangka jika mereka berdua akhirnya berpisah.
"Sepertinya aku tidak akan bisa. Akhir-akhir ini press menjadi semakin sibuk."
Sebenarnya, Nathalie tidak peduli dengan penilaian orang lain m
Sudah tiga hari sejak Rena pindah pada tim yang sama dengan Nathalie. Namun, wanita itu masih juga belum terbiasa dengan pekerjaannya. Bahkan beberapa kali Nathalie melihat temannya- Ariska, kesal karena wanita itu.Meski begitu, kadang kala saat mereka bertengkar, masih dapat dikatakan aman. Nathalie tidak yakin jika keduanya benar-benar saling membenci."Rena, kau ingin ikut aku pergi meliput?" tanya Nathalie yang seketika membuat kedua bola mata Ariska mendelik."Kenapa kau mengajaknya pergi? Dia bahkan belum menyelesaikan pekerjaannya di sini." Ariska mendengkus sembari meletakkan beberapa kertas yang ada di tangannya itu ke atas meja dengan sedikit keras."Ide bagus! Karena selama ini aku hanya memandang cara kalian bekerja saja." Ia berucap dengan penuh semangat."Ini adalah daftar pertanyaan kita nanti. Kau bisa mempelajarinya lebih dulu." Nathalie menyerahkan selembar kertas yang berisi daftar pertanyaan wawancara mereka.
Nathalie menatap langit biru dengan hamparan awan yang menghiasinya. Seperti permen kapas yang beterbangan dan bergerak pelan kala angin menyapa mereka dengan ramah.Kedua sudut bibirnya sedikit tertarik. Melemaskan bahu untuk bersandar pada kursi penumpang kelas suite yang membawanya terbang melewati berbagai negara di bawahnya. Sudah hampir lima jam perjalanan dan dirinya masih belum mengatakan apapun pada Kai. Pria itu duduk di sebelahnya dengan tatapan yang jatuh pada tablet di pangkuan. Tampak tak peduli apapun yang terjadi. Dengan ketinggian ribuan kaki dari daratan, Kai masih saja bekerja. Pria itu mengatakan jika waktunya akan terbuang sia-sia jika dirinya hanya duduk manis dan bersantai melihat pemandangan membosankan yang sudah sering kali ia lihat."Tidurlah dulu, penerbangannya masih lama." Kai meletakkan tabletnya setelah beberapa saat. Menoleh kepada kekasih tercinta yang masih membuka lebar matanya.Namun, Nathalie balas menggeleng."
"Ayah ...."Kai menyapa seseorang di hadapannya. Entah sudah berapa lama mereka tidak bertemu. Yang pasti, Kai rasa itu bisa dihitung beberapa tahun lalu."Kau ini! Apakah jika ayahmu meninggal, kau baru akan menemui ku?!" Suaranya berubah. Dan tatapannya ikut menjadi garang.Wajar saja. Siapa yang akan rela jika ditinggalkan anaknya bertahun-tahun dan hanya berkomunikasi lewat telepon? Terlebih Kai juga belum menikah, tidak memiliki hal khusus yang perlu diperhatikan selain bekerja dan bekerja."Aku sudah berada di sini." Kai mendesah pendek. Mengalihkan pandangan pada wanita yang berdiri di sebelahnya. "Bersama wanitaku."Nathalie tersenyum. Membungkukkan badannya sebentar pada ayah Kai."Paman, bagaimana kabarmu?"Mata Yuan Nuan beralih pada Nathalie."Lama tak bertemu ... Nathalie," balas pria tua itu dengan nada rendah. "Aku baik. Tampaknya kau juga begitu."Pria berdarah China itu ters
"Maaf, karena kau mendapat perlakuan tidak menyenangkan di kediamanku.""Aku baik-baik saja," balas Nathalie. Apa yang dilakukan Lilia dan Mega masih tergolong ringan untuknya.Jordi mengajak wanita itu untuk duduk pada salah satu kursi di sana. Mengambil minum dan beberapa kue kecil untuk dimakan. Ia meletakkannya di hadapan Nathalie yang membuat wanita itu tersenyum tipis."Aku tidak tahu apa yang kau sukai. Jadi ku ambilkan yang terlihat menarik saja. Semoga kau tidak menyuruhku untuk kembali mengambilnya.""Mereka tampak cantik." Kedua manik cokelat teduh itu turun memandang kue-kue tersebut.Pria itu terdiam. "Aku harap kau menikmati acara ini.""Sepertinya kau terlalu keras pada dua wanita itu. Mereka terlihat gemetar saat kau datang." Helaan napas itu terdengar dari Nathalie. Menggelengkan kepala pelan."Mereka pantas mendapatkannya." Jordi masih berpikir jika yang ia lakukan adalah benar. "Wanita
"Apa yang ingin ayah bicarakan?"Kai menggeser tempat ia berdiri saat seorang wanita yang tidak ia kenali menatap dirinya tanpa henti. Memandang dirinya dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai.Cih. Kai tahu apa arti tatapan wanita tersebut. Dan ia terganggu dengan hal itu."Ini tentang pernikahanmu, Nak."Satu kata sedang Kai pikirkan sekaligus yang Kai hindari akhir-akhir ini keluar dari bibir ayahnya."Aku tidak sedang ingin membicarakannya. Sudah aku bilang aku belum memikirkan hal itu untuk saat ini." Kai mengangkat gelas yang ada di tangannya dan menegak isinya beberapa kali. "Jangan paksa aku untuk melakukan hal yang tidak ingin aku lakukan, Ayah."Ia membuang napas pendek."Usiamu sudah cukup dewasa, apakah kau ingin melajang sampai tua?"Kai mengernyit. "Aku akan menikahinya, setelah aku menunggu saat dia sudah siap nanti. Ketika saatnya tiba, aku akan memberitahumu."Dahi Y
Sinar matahari menyeruak masuk ke dalam salah satu kamar yang ada di hotel Kota Houston, menembus kaca bening yang menampilkan keindahan kota di kala terang.Pada jam-jam seperti ini. Orang-orang bangun dan mulai bersiap untuk beraktivitas. Seperti hari-hari sebelumnya. Tidur, bangun, makan, dan bekerja. Kehidupan seperti itu terus berputar pada semua orang tak terkecuali seorang wanita yang kini terduduk sendiri di atas ranjang. Dengan selimut yang masih menutupi kedua kakinya. Nathalie yang baru saja bangun itu masih cukup malas untuk bergerak. Ada kalanya ia juga merasa sangat lelah dalam hidup.Nathalie tak berkedip dalam waktu yang cukup lama sebelum kemudian seseorang datang. Memasuki kamar tersebut dengan senyum tipis yang terpatri di wajah tampannya.Ah, melihat wajah rupawan Kai di pagi hari merupakan salah satu anugrah yang patut ia syukuri. Dirinya menjadi lebih bersemangat karena itu. Ditambah dengan sapaan lembut dari pria tersebut yang
Setelah memberikan beberapa lembar uang kepada supir taksi yang baru saja mengantarkan dirinya ke tempat tujuan. Nathalie langsung bergegas keluar dan berjalan lurus mendekati sebuah bangunan yang didominasi oleh kaca. Membuat sebagian isi yang ada di dalamnya terlihat langsung meskipun orang tidak memasukinya. Beberapa orang yang lewat akan terkagum atau lebihnya lagi tertarik dan tanpa berpikir panjang memasuki butik tersebut.Nathalie langsung disambut oleh udara dingin AC begitu memasukinya. Dan beberapa orang pelayan yang siap diandalkan misalkan seseorang membutuhkan bantuan mereka."Apakah Irine ada?" tanyanya pada salah satu pelayan yang sudah ia kenal cukup lama bekerja di sini."Nona Irine ada di ruangannya. Saya bisa mengantarkan Nona Nathalie ke sana." Nada bicaranya yang lembut mau tak mau membuat Nathalie tersenyum tipis.Ia menggeleng."Tidak perlu. Aku bisa ke sana sendiri."Dan setelah itu
"Nathalie, aku telah membuat beberapa ringkasan tentang topik liputan kemarin."Rena menyerahkan kertas yang ada di tangannya pada ketua tim mereka. Membiarkan Nathalie mengecek sendiri keefektifan dirinya dalam bekerja.Pandangan Rena mengedar pada seisi ruangan dan merasa ada sesuatu yang kurang."Ke mana perginya si bulat?" Ia tidak mendapati keberadaan Ariska dalam ruangan ini."Bekerja," balas Nathalie singkat. Masih mengoreksi lembaran kertas di tangannya dan membolak-balikkan halaman di sana dengan tenang."Kerja bagus." Ia melirik Rena yang masih berdiri di hadapan meja. Kemudian kembali menyerahkan ringkasan tersebut pada Rena. "Masukan paragraf kedua itu ke dalam artikel. Aku rasa akan cocok."Dan anggukan kelapa Rena mengakhiri pembicaraan mereka. Ia kembali ke kursinya sebelum suara Nathalie kembali terdengar."Ah. Satu hal lagi. Kau harus mengubah panggilan mu itu kepada Ariska.".