Pada pagi harinya, Buyung Kacinduaan bangun lebih cepat dari yang lainnya di dalam gubuk itu. Ia telah mandi, dan telah pula berpakaian.
Pakaian itu adalah pakaian yang diberikan oleh Upik Andam kemarin sore kepadanya. Pakaian yang sesungguhnya milik ayahnya Upik Andam sendiri, akan tetapi sangat jarang digunakan.
Tapi pakaian itu cukup pas di tubuh Buyung. Baju dan celana komprang itu berwarna coklat tua. Buyung juga menerima kain belikat, tapi bukan dari jenis yang mahal mengingat kondisi kehidupan Upik Andam dan keluarganya yang miskin.
Kain belikat itu ia ikatkan di pinggangnya hingga ke sejengkal di atas lutut. Kini, penampilan pemuda gagah—yang semakin gagah menawan dengan potongan rambut pendeknya itu—sudah terlihat seperti seorang pendekar atau pesilat pada umumnya, meski hanya kurang pada deta di kepalanya saja.
Paling tidak, dengan begini Buyung mungkin akan lebih terlindungi dari hawa dingin. Atau, yang menurut ucapan Upik Andam sor
“Aku memang pikun,” ujar si wanita tua dengan begitu lirih, “tapi aku tidak buta, Buyung. Se—selama ini, aku menyimpan semua kenyataan ini. Aku selalu berdoa pada para dewa dan dewi, agar suatu saat kelak, aku diberikan kesempatan untuk menyampaikan berita ini.”Buyung Kacinduaan memang tidak tahu seperti apa si Sutan Kobeh itu, atau pula anaknya yang dimaksudkan si wanita tua. Tapi ia masih bisa mengingat dengan jelas, bahwa Sutan Kobeh adalah Panghulu Nagari Bukit Apit Puhun.‘Para dewata di Suwarga,” jerit Buyung di dalam hati. ‘Kukuhkan hatiku untuk tidak terbawa dalam amarah. Inyiak, tolong lindungi aku…’“Dulu,” lanjut si wanita tua dengan kabar kebenaran yang telah lama ia simpan seorang diri. “Aku sempat akan mengatakan hal ini kepada Datuk Hulubalang itu, tapi aku masih ragu. Dan ketika aku benar-benar berniat akan mengatakan hal ini, sayangnya, dia telah pergi, kembali ke Ke
“Sudahlah, Suamiku,” ujar si wanita yang begitu angkuh duduk di kursinya itu. “Kau ambil saja anak-anak mereka, jadikan budak di rumah kita ini!”Bola mata Buyung Kacinduaan tidak bisa lebih lebar lagi mendengar ucapan istri dari pria yang bertelanjang dada itu.‘Manusia macam apa pula mereka?’ tanya Buyung yang sungguh tidak mempercayai pendengarannya sendiri. ‘Suami dan istri sama saja bejatnya!’Sementara kesembilan orang yang berlutut dan bersujud itu menggerung, mengerang dalam tangis demi mendengar ucapan si wanita yang berbalut pakaian dari kain yang mewah, serta perhiasan yang ada di leher, kedua tangan, bahkan di pergelangan kedua kakinya.“Ampun, Tuan Wali,” ujar seorang pria, sementara istrinya memeluk anak gadisnya yang masih delapan tahun itu. “Jangan lakukan ini pada kami. Kami janji, secepatnya akan mengumpulkan uang upeti itu.”“Janji kalian tak lebih sepe
“Mati kau!” teriak si Wali Jorong.Serangan itu memang tidak main-main, pikir Buyung. Bahkan dari gerakan mencakar kedua tangan itu, Buyung dapat mendengar suara-suara gesekan jari dengan udara seolah gesekan pisau tajam pada permukaan besi.Tidak ingin memandang enteng, Buyung menyikut punggung si pria besar, hingga pria besar terpental dan terhempas di dekat temannya yang sebelumnya telah tersungkur di sana.Kedua pria tinggi besar itu masih meraung-raung. Yang satu, jari dan pergelangan tangan kanannya remuk, sedang yang satu siku tangan kanannya patah ke arah dalam.Sementara si istri Wali Jorong itu malah memandang sinis pada keduanya, lalu pandangan itu berubah menjadi pandangan mesum ketika kembali pada sosok si pemuda tampan.Buyung Kacinduaan menghadapi cakar-cakar berdesing itu dengan jurus cakar pula. Empat cakar saling mencoba melukai tangan lawan masing-masing.Jelas Wali Jorong itu bukanlah pendekar silat biasa, pik
Sang Wali Jorong lantas mengentakkan dua cakarnya ke depan, tidak ada lagi gerakan mencakar-cakar cepat seperti sebelumnya, kali ini ia sengaja ingin beradu kekuatan tenaga dalamnya dengan pemuda yang di matanya masihlah sangat mentah itu.Buyung Kacinduaan menerima itu, dua cakarnya pun dientakkan ke atas menyongsong dua cakar si Wali Jorong.Desg—desg!Dua cakar kembali saling bertemu untuk sesaat, dan tubuh si Wali Jorong tertahan di udara.“Mampus kau, anak muda!” teriak si Wali Jorong yang memforsir semua tenaga dalamnya ke kedua tangan lalu tersalurkan kek kedua cakarnya.Buyung mengentakkan satu kakinya lebih kuat ke tanah.Dhumm…!Satu ledakan tenaga dalam tercipta. Kuatnya ledakan mampu menggetarkan halaman depan rumah tersebut, sembilan penduduk biasa yang ada di sana sama menjerit ketakutan, mereka saling berangkulan dengan keluarga masing-masing.Akan halnya si Wali Jorong itu, tubuhnya terp
Cersss!Dua cakar si Wali Jorong yang menjejak di dada Buyung Kacinduan sama berdesis kencang laksana besi panas tersiram air dingin.Hanya saja, si Wali Jorong terperangah sebab cakarnya itu sama sekali tidak sanggup melukai dada si pemuda, hanya pakaiannya itu saja yang berlubang sebanyak jumlah jari tangan sang Wali Jorong.Kebingungan itu pun terlihat di wajah istri si Wali Jorong. Tidak mungkin hal ini terjadi! Pikirnya. Bagaimanapun, ia cukup tahu bahwa Cakar Harimau Besi suaminya itu bahkan mampu menembus batu dan besi.‘Apakah pemuda itu jauh lebih sakti dari suamiku?’ tanya si wanita di dalam hati. ‘Si—siapa dia sebenarnya?’Sementara dua pria berbadan besar di sudut kanan sana juga sama terperangahnya. Mereka saling pandang, menelan ludah, dan ketakutan jelas menjalar di tubuh keduanya. Tidak berpikir dua kali, mereka pun bangkit dengan cepat lalu melarikan diri dari kawan tersebut. Jika kedua tuan mereka saj
“Apakah kalian ingin meneruskan perkelahian ini?” ujar Buyung Kacinduaan, meski begitu, ia tidak ingin lengah. Ia tetap waspada dengan segala kemungkinan, terlebih lagi terhadap wanita di ujung kiri halaman tersebut.“Kau sombong sekali, orang muda!” teriak si Wali Jorong yang sedang bersila di tanah.“Sombong?” ulang Buyung. “Aku hanya tidak mau berubah menjadi orang-orang seperti kalian yang tidak memiliki rasa kemanusiaan terhadap manusia lainnya.”Seakan masih kurang percaya bahwa kesaktian dan tenaga dalamnya dapat dikalahkan begitu mudah, si wanita kembali melesat kencang ke arah si pemuda.Buyung sudah mengantisipasi hal ini, begitu wanita itu menyerangnya, ia sudah bersiap sedia.Telapak si wanita menderu ganas seiring gerakan tubuhnya yang aneh itu. Buyung pun bersiap-siap menggunakan jurus telapaknya juga. Hanya saja, begitu telapak wanita itu akan mendekati tubuhnya, telapak itu berubah ben
Si wanita berdiri dan melangkah mendekati suaminya, si Wali Jorong yang masih bersila di tanah demi mengurangi rasa sakit di dalam dadanya.“Kalian berdua diberi amanah oleh Kerajaan Minanga,” ujar Buyung Kacinduaan pada pasangan suami-istri tersebut. “Menjadi Wali Jorong demi kemajuan dan kemakmuran dusun ini. Nyatanya, kalian malah membebankan upeti kepada penduduk, bahkan, dengan teganya kalian akan merampas anak-anak mereka.”“Jangan kau banyak cakap, orang muda!” ujar si Wali Jorong, sementara istrinya sudah berada di sampingnya. “Kalau kau hendak membunuh kami, lakukan saja. Kuakui, kesaktian dan tenaga dalammu melebihi kami berdua. Jadi, hentikan saja omong kosongmu itu!”Buyung tersenyum tipis. “Kalian benar-benar pasangan yang tidak punya hati,” ujarnya. “Kutanyakan pada kalian, apakah Datuk Panghulu Nagari mengetahui tentang ini? Datuk Hulubalang Nagari?”“Aku merasa k
Di waktu yang bersamaan ketika Buyung Kacinduaan sedang menghadapi si Wali Jorong dan istrinya yang licik itu, di rumah Sutan Kobeh si Panghulu Nagari. Darna Dalun alias Angku Mudo Bakaluang Perak yang kini telah berusia 30 tahun sedang melakukan satu hal yang sangat-sangat tidak terpuji.Di ruang depan yang luas di dalam rumah utama tersebut, Sutan Kobeh terikat pada satu tiang yang ada di tengah-tengah ruangan. Kondisi pria yang kini berusia 50 tahun itu terlihat sangat-sangat menyedihkan.“Ayah berpikir bahwa aku tidak mengetahui apa yang telah Ayah perbuat pada ibuku?” ujar Darna sembari menyeringai. Wajah itu kini telah ditumbuhi kumis dan jenggot yang cukup lebat. “Begitukah yang Ayah pikir?”“Ka—kau…” Sutan Kobeh tersedak, lalu cairan merah kehitam-hitaman meleleh dari mulutnya hingga membasahi dadanya. “Kau anak yang tidak tahu balas budi, Darna!” teriaknya.Darna menden