🏵️🏵️🏵️
Mentari pagi ini telah menunjukkan wajahnya. Sinar terang yang dipancarkan selalu mampu menerangi benda yang berada di bawahnya. Makhluk yang ada di bumi juga dapat merasakan kehangatannya. Sungguh agung Zat yang telah menciptakannya.
Kehangatan sinar matahari itu seharusnya dapat Sarah rasakan. Namun, hampir setiap hari dirinya selalu merasa menggigil ketakutan karena hardikan sang suami. Walaupun pernikahan Sarah dan Wisnu sudah memasuki usia dua minggu, sikap yang Wisnu tunjukkan justru makin tidak menghargai istrinya.
Seperti yang terjadi tadi pagi saat Sarah membangunkan Wisnu. Laki-laki itu dengan kasar mendorong tubuh sang istri hingga terduduk di lantai. Sarah sering bingung, kenapa Wisnu bersikap seolah-olah sangat membenci dirinya. Sikap kasar itu melebihi apa yang dirasakan ketika magang di kantor sang suami kala itu.
“Kenapa Mas membenci saya? Apa salah saya?” Sarah pun memberanikan diri melontarkan pertanyaan itu kepada Wisnu.
“Karena saya tidak mencintaimu!” Wisnu memberikan balasan dengan menaikkan suara.
“Kenapa Mas menikahi saya?”
“Kamu nggak perlu bertanya lagi! Kamu udah tahu jawabannya! Satu hal lagi yang harus kamu ingat! Setelah kamu melahirkan anak untuk saya, kamu boleh pergi dari rumah ini! Kamu tidak memiliki tempat di hati saya!”
Sarah terkejut mendengar penuturan yang tidak ada dalam perjanjian yang telah mereka sepakati sebelumnya. Sarah tidak sanggup membayangkan seperti apa perasaan kedua orang tuanya jika mengetahui kenyataan pahit itu.
“Tapi ini bukan perjanjian awal, Mas. Apa yang akan Ayah dan Ibu katakan jika tahu semua ini?”
“Saya nggak peduli! Pergi dari hadapan saya!”
Sarah pun segera bangkit lalu beranjak meninggalkan kamar untuk menyiapkan sarapan bersama Bi Inah di dapur. Dia tetap melakukan apa yang dinasihati oleh ibunya, menjalankan tugas sebagai istri dan menantu di rumah Wisnu.
“Biarkan aja Bibik yang ngerjain, Sayang. Kamu duduk aja.” Bu Siska selalu berusaha melarang Sarah yang selalu membantu pekerjaan Bi Inah.
“Nggak apa-apa, Mih.” Sarah kini mengisi piring kosong yang sudah tersedia di meja makan.
“Biasa, Mih. Sok rajin.” Jessy tetap saja menunjukkan sikap tidak suka di depan Sarah.
“Jessy!” Pak Wildan menaikkan suara sambil melihat ke arah Jessy.
“Papi dan Mami hobby banget bentak aku sejak cewek ini memasuki keluarga kita.” Jessy menatap Sarah dengan tajam.
“Kenapa kamu selalu bersikap seperti ini, Sayang? Sarah itu kakak iparmu. Cobalah bersikap sopan padanya.” Bu Siska memegang pundak anak perempuannya.
“Ada apa ini?” Wisnu yang baru tiba di ruang makan, langsung duduk berhadapan dengan ayahnya.
“Biasa, Kak. Papi dan Mami selalu bela istrimu.” Jessy memasang wajah cemberut.
Sarah tidak mengerti kenapa suami dan adik iparnya memiliki sifat bertolak belakang dengan kedua mertuanya, padahal Pak Wildan dan Bu Siska sangat menyayangi Sarah. Mereka menganggap wanita itu seperti anak kandung.
“Udah, nggak perlu diperpanjang. Sekarang kita sarapan.” Pak Wildan mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
“Iya, Mami setuju. Oh, ya, Sayang … saran Mami, sebaiknya kamu jangan terlalu capek. Kamu harus banyak istirahat supaya cepat kasih cucu untuk Papi dan Mami.” Bu Siska melihat ke arah Sarah.
“Baik, Mih.” Sarah mengiakan permintaan ibu mertuanya.
“Oh, ya, Wis … apa kamu nggak ada niat untuk bulan madu? Dari awal Mami mau nanya, tapi kamu sibuk banget dengan kerjaan.” Sekarang Bu Siska melihat ke arah putranya.
“Iya, Mih. Nanti kalau udah nggak sibuk, saya pasti ajak Sarah bulan madu.” Wisnu tetap bersikap lembut jika berhadapan dengan orang tuanya.
“Gitu, dong. Mami ingin secepatnya nimang cucu. Kamu, sih, nikahnya kelamaan.” Bu Siska sangat senang mendengar jawaban anaknya.
“Udah, dong, Mih. Yang penting sekarang saya udah bawa menantu Mami ke rumah ini. Semoga secepatnya dia memberikan keturunan untuk keluarga kita.” Wisnu mencoba meyakinkan ibunya.
Sarah membayangkan seandainya Wisnu benar-benar baik terhadap dirinya seperti di depan Pak Wildan dan Bu Siska. Namun, kenyataan kadang tidak seindah apa yang diharapkan. Wisnu tetap saja bersikap kasar dan bahkan makin tega kepada wanita yang telah dia nikahi.
🏵️🏵️🏵️
Hari ini, sebulan usia pernikahan Wisnu dan Sarah. Namun, hubungan di antara mereka tampak bahagia hanya di depan orang tua Wisnu saja. Sementara saat sedang berdua saja, Wisnu tetap menunjukkan kekasarannya.
Akan tetapi, Sarah tetap berusaha kuat dan bersabar. Dia masih merasa bersyukur karena kedua mertuanya sangat menyayangi dirinya. Sarah bahkan berusaha untuk tidak membenci laki-laki yang selalu berbuat kasar terhadapnya.
Apa pun kekasaran yang Wisnu lakukan, Sarah berusaha abaikan. Dia tetap melayani sang suami dan melakukan kegiatannya seperti saat masih tinggal bersama orang tua, misalnya menyiram tanaman di waktu pagi dan sore hari.
“Non Sarah rajin, ya, bantu Bibik siram tanaman hampir setiap hari.” Saat ini, Sarah dan Bi Inah sedang melakukan kegiatan seperti biasa di sore hari.
“Saya suka merawat bunga, Bik.” Sarah selalu saja menunjukkan sikap ikhlasnya kepada Bi Inah.
“Sore, Bik.” Tiba-tiba seorang laki-laki menghampiri Bi Inah dan Sarah yang masih semangat menyiram tanaman.
“Den Reno?” Bi Inah sangat terkejut melihat laki-laki yang kini ada di dekatnya.
“Bibik apa kabar?” Pria yang bernama Reno tersebut mengulurkan tangannya kepada Bi Inah. Wanita itu pun menerima jabatan laki-laki itu.
“Bibik baik-baik saja. Den Reno lama nggak ke sini. Lagi sibuk, ya?”
Reno memberikan penjelasan kalau dirinya baru pulang dari luar kota. Laki-laki itu tiba-tiba melirik ke arah Sarah. Namun, wanita yang diliriknya tersebut merasa risi. Sarah pun berusaha menjauh dari pandangan Reno.
Reno akhirnya berpamitan kepada Bi Inah. Dia ingin bertemu dengan keluarga Wisnu. Setelah tiba di depan pintu, Reno langsung disambut Jessy. Mereka langsung berpelukan. Sementara Sarah, merasa bingung karena tidak mengenal laki-laki yang baru dia lihat itu.
“Kamu nggak bilang-bilang, ya ... ternyata ada bidadari yang tinggal di rumah ini.” Reno langsung melontarkan pernyataan itu setelah duduk di ruang keluarga bersama Jessy.
“Bidadari? Kamu ada-ada aja.” Jessy tidak mengerti dengan orang yang Reno maksud.
“Cewek yang bersama Bibik di depan, itu bidadari. Aku terpana melihatnya.”
“Itu istri Kak Wisnu. Ngaco, deh.” Jessy memberikan penjelasan.
“What?” Reno pun terkejut.
Jessy merasa kesal karena adik sepupunya tersebut mengaku terpana melihat Sarah, wanita yang tidak dia terima sebagai istri Wisnu. Jessy akui kalau kakak iparnya tersebut memang cantik, bahkan melebihi Sandra.
Akan tetapi, Jessy tetap tidak menyukai Sarah karena selama ini dia berharap agar kakaknya menikah dengan Sandra. Bagi wanita itu, hanya Sandra yang pantas menjadi istri Wisnu. Jsssy menganggap Sandra dewasa dan sangat akrab dengan dirinya.
“Kapan pulang dari luar kota?” Tiba-tiba terdengar suara Wisnu yang kini telah berdiri di hadapan Jessy dan Reno.
“Baru sampai semalam.” Reno langsung berdiri lalu memeluk kakak sepupunya tersebut.
Saat kedua laki-laki itu saling merangkul, Sarah pun muncul. Dia segera meraih tas kerja Wisnu lalu beranjak memasuki kamar. Reno akhirnya melepas pelukan, dia memandang punggung Sarah yang telah berlalu.
“Ketemu di mana bidadari itu, Kak?” tanya Reno kepada Wisnu sambil menunjuk ke arah Sarah.
“Kenapa?”
“Kakak hebat. Aku nggak nyangka kalau ternyata dia istrimu.”
“Udah, ah, Kakak mau mandi. Gerah, nih.” Wisnu mengalihkan pembicaraan lalu melangkah memasuki kamar.
Wisnu merasa kesal karena orang yang menyukai Sarah bukan hanya kedua orang tua dan ART di rumahnya, tetapi Reno juga menunjukkan hal yang sama. Wisnu ingin agar Sarah dibenci oleh semua anggota keluarganya.
Bagi Wisnu, Sarah hanya seseorang yang akan melahirkan anaknya. Wisnu tidak memiliki niat sedikit pun untuk mempertahankan Sarah sebagai pendamping hidup selamanya, sebab hati dan perasaan laki-laki itu masih tetap untuk Sandra.
“Mau cari perhatian, ya? Kamu sengaja lewat di depan Reno?” Wisnu langsung melontarkan pertanyaan itu kepada Sarah setelah tiba di kamar.
“Saya nggak kenal dia, Mas.”
“Dia adik sepupu saya. Sekarang kamu udah kenal. Kamu nggak perlu muncul di hadapannya. Ngerti!” Wisnu meremas pergelangan tangan Sarah.
“Iya, Mas. Saya minta maaf.”
Sarah tidak mengerti kenapa Wisnu menganggap apa yang dia lakukan selalu salah, padahal wanita itu telah melakukan hampir semua keinginan sang suami. Sarah bahkan sudah mulai terbiasa dengan sikap yang Wisnu tunjukkan selama ini.
==============
🏵️🏵️🏵️Setelah selesai menikmati makan malam bersama, Wisnu memilih duduk di taman belakang rumah. Laki-laki itu termenung karena ingatannya tertuju kepada wanita yang sangat dia cintai hingga saat ini.Tiga tahun lamanya, Wisnu menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih bersama Sandra. Kedua insan itu telah sepakat akan melanjutkan ikatan ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan.Akan tetapi, kenyataan kadang tidak seindah harapan. Sandra dan keluarganya tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Satu hal yang Wisnu ketahui kala itu, bahwa perusahaan milik keluarga sang kekasih mengalami pailit.Wisnu tidak pernah mempermasalahkan keadaan keluarga Sandra yang tidak seperti dulu lagi. Laki-laki itu ikhlas menerima sang pujaan hati apa adanya. Dia tetap ingin menjadikan Sandra sebagai pendamping hidupnya.“Apa kamu akan tetap mencintaiku setelah mengetahui keadaan keluargaku yang sekarang, Mas?” tanya Sandra kala itu kepada Wisnu.“Kenapa kamu bertanya seperti itu, Sayang? Aku mencinta
🏵️🏵️🏵️ Cinta itu kadang tidak dapat dimengerti. Ketika Sarah selalu bersabar menjadi pendamping hidup Wisnu, sang suami justru memberikan hatinya kepada wanita lain. Wisnu tidak pernah menganggap Sarah sebagai seseorang yang telah hadir dalam kehidupannya. Sekarang Wisnu justru memiliki niat untuk mengusir Sarah dari rumah setelah mengetahui kehadiran Sandra di Surabaya. Laki-laki itu tidak pernah menyadari bahwa wanita yang sudah dia nikahi ternyata menyimpan cinta untuknya. Sarah tidak mampu menepiskan perasaan yang tiba-tiba tumbuh untuk sang suami. Dia sangat sadar kalau Wisnu selalu menyakiti dirinya hampir setiap hari. Namun, rasa yang telah ada kini tidak dapat terelakkan. Sarah mencoba untuk kuat menerima kenyataan pahit yang terjadi kepadanya. Dia pun memejamkan mata dan berharap segera tiba ke alam mimpi agar dapat mengurangi rasa sakit yang kini datang menghampiri dirinya. “Saya yakin, kamu pasti dengar pembicaraan saya di telepon.” Sarah tiba-tiba terkejut mendengar
🏵️🏵️🏵️ “Aku nggak ada niat sedikit pun menghindarimu, Mas. Aku merasa tersiksa dengan perpisahan kita.” Sandra memegang tangan laki-laki yang sangat mencintainya tersebut. “Kalau kamu merasa tersiksa tanpa diriku, kenapa kamu meninggalkanku? Kamu tiba-tiba hilang dan aku merasa menjadi seseorang yang kehilangan arah.” Sekarang Wisnu yang menggenggam tangan Sandra. “Maafin aku, Mas. Aku telah membuatmu menunggu, tapi ….” Sandra tiba-tiba menggantung kalimat yang ingin dia ucapkan. “Tapi kenapa, Sayang?” Wisnu penasaran mendengar apa yang ingin Sandra sampaikan. “Nggak apa-apa, Mas. Lupain aja. Yang penting sekarang aku ada di sini untukmu.” Sandra mengembangkan senyuman di depan Wisnu. Melihat keromantisan yang Wisnu tunjukkan, Sandra tidak mampu menceritakan apa yang seharusnya dia utarakan kepada laki-laki itu, padahal sebelumnya, Sandra telah berjanji kepada diri sendiri untuk memberitahukan kebenaran yang terjadi terhadapnya kepada Wisnu. “Kita pesan menu favorit kita, ya,
🏵️🏵️🏵️ Seperti biasa, sore ini Sarah melakukan aktivitas bersama Bi Inah, menyiram tanaman. Walaupun Sarah masih sangat sedih mengingat kemesraan yang terjadi antara suaminya dengan wanita lain, tetapi dia berusaha menutupi hal itu di depan semua penghuni rumah Wisnu. Sarah tetap menunjukkan senyumannya di depan Bi Inah. Dia tidak ingin orang lain mengetahui luka yang dia rasakan saat ini. Sarah tetap berusaha tegar walau hatinya menangis karena mengetahui sang suami mampu bersikap mesra terhadap wanita lain. “Sore, Bik, Sarah.” Reno tiba-tiba muncul di dekat Sarah dan Bi Inah. Hampir setiap hari laki-laki itu menunjukkan batang hidungnya di rumah Wisnu. “Eh, ada Den Reno. Non Jessy ada di rumah, kok.” Bi Inah sebenarnya tahu kalau Reno sering mengunjungi rumah Wisnu hanya untuk bertemu dengan Sarah. “Terima kasih, Bik, tapi aku mau ketemu Sarah. Ada yang ingin aku bicarakan padanya.” Reno memberikan balasan yang membuat Sarah risi. “Bibik kirain mau ketemu Non Jessy. Ya, udah
🏵️🏵️🏵️ Sebulan telah berlalu setelah kejadian kesalahpahaman yang terjadi antara Wisnu dan Reno. Sejak saat itu, adik sepupu Wisnu tersebut tidak pernah menunjukkan batang hidungnya. Dia tiba-tiba tidak ada kabar. Jessy bahkan sangat heran kenapa saudaranya itu tidak dapat dihubungi sama sekali. Dia mencoba bertanya kepada Wisnu, tetapi laki-laki itu justru memberikan jawaban yang aneh menurut Jessy. “Kamu nggak perlu bertanya tentang orang itu ke Kakak.” Begitu balasan yang Wisnu ucapakan kepada Jessy tentang Reno. “Kakak kenapa, sih? Gitu banget jawabannya. Kakak ada masalah apa dengan Reno?” Jessy tidak mengerti dengan sikap kakaknya. “Nggak ada, tapi lagi kesel aja sama, tuh, anak.” Wisnu segera menjauh dari Jessy karena tidak ingin mendengar pertanyaan berikutnya dari adiknya tersebut. Wisnu juga tidak mengerti kenapa tiba-tiba merasa sangat kesal terhadap Reno. Dia sadar kalau dirinya tidak mungkin cemburu melihat kedekatan Reno dengan Sarah karena baginya sang istri ha
🏵️🏵️🏵️ “Kamu kenapa, Sayang?” tanya Bu Siska kepada Sarah dengan wajah heran. “Saya mual, Mih. Mungkin masuk angin karena semalaman nggak tidur.” Sarah merasa yakin kalau dirinya sedang masuk angin. “Kenapa sampai nggak tidur?” tanya Bu Siska penasaran. “Nggak apa-apa, Mih.” Sarah tidak ingin mengatakan yang sebenarnya kepada sang ibu mertua. Dia tidak mampu terpejam tadi malam karena mengingat dirinya akan berpisah dengan Wisnu. “Perginya ditunda aja. Kamu istirahat dulu.” Bu Siska memberikan Saran. “Biarin aja pergi sekarang, Mih. Kenapa harus ditunda?” Tiba-tiba Jessy membuka suara. “Jessy! Kenapa kamu nggak punya perasaan? Kamu juga perempuan, seharusnya mengerti posisi Sarah.” Pak Wildan tidak terima dengan sikap Jessy. “Nggak apa-apa, Pih. Saya pergi sekarang. Saya akan naik taksi.” Sarah pun mencium punggung tangan kedua mertuanya secara bergantian. Dia juga mengulurkan tangan kepada Wisnu dan Jessy, tetapi ditepiskan. Sarah tidak ingin berlama-lama di tempat tersebu
🏵️🏵️🏵️ “Mas Wisnu lagi sibuk, Yah.” Sarah memberikan alasan. “Tapi hubungan kalian baik-baik saja, ‘kan?” Sang ayah merasakan sesuatu yang aneh dengan kedatangan Sarah tanpa Wisnu. Setelah Wisnu dan Sarah menikah, kedua insan itu belum pernah sekali pun mengunjungi rumah Pak Dimas dan Bu Ratna. Sarah tidak berani mengajak sang suami berkunjung ke rumah orang tuanya. “Iya, Ayah. Ayah tenang aja. Sarah dan Mas Wisnu baik-baik saja.” Sarah berusaha meyakinkan Pak Dimas. “Syukurlah kalau kalian baik-baik saja. Ya, sudah, Ayah berangkat kerja dulu.” Sarah dan ibunya pun mencium punggung tangan Pak Dimas. Laki-laki paruh baya itu segera menyalakan mesin motornya lalu meluncur. Sarah tidak kuasa menahan kesedihannya di depan Bu Ratna. Dia langsung menumpahkan bening kristal dari pelupuk matanya lalu memeluk wanita itu. Sarah pun menceritakan apa yang terjadi sebenarnya hingga dia berada di rumah orang tuanya saat ini. “Apa reaksi mertuamu, Sayang?” tanya Bu Ratna. Dia berusaha menen
🏵️🏵️🏵️ “Sarah ingat hampir tiga bulan nggak haid, Buk.” Sarah memberikan jawaban. “Apa? Jadi, kamu nggak cerita ke Wisnu?” Sang ibu sangat terkejut. “Sarah juga nggak ingat, Buk. Baru ingat saat di taksi pas mau ke sini.” “Hal seperti ini harus diketahui suamimu.” “Iya, Buk. Maafin Sarah.” Bu Ratna sangat percaya kalau Sarah sedang mengandung benih Wisnu. Namun, wanita itu juga ingin memastikannya dengan mengajak Sarah ke rumah sakit. Bu Ratna berharap semoga apa yang Sarah alami saat ini menjadi petunjuk untuk anaknya tersebut agar kembali bersatu dengan Wisnu. Saat menuju rumah sakit, Sarah tidak sengaja melihat Wisnu dan wanita pujaanya sedang menyeberang jalan sambil bergandengan tangan. Sarah berusaha mengalihkan pandangan ibunya agar tidak melihat sang suami. Wanita pemilik senyum indah itu kembali bersedih. Dia merasa kalau Wisnu benar-benar tidak mengingat dirinya. Sarah membayangkan betapa bahagianya berada di posisi Sandra, dicintai laki-laki seperti Wisnu. Akan