Share

Bagian 4

Pagi ini, ketika ayam mulai berkokok, dan burung-burung bernyanyi dengan riang, cahaya matahari pagi yang baru saja terbit masuk ke dalam kamar Raina, melalui celah-celah yang ada pada jendela, udara pagi yang sangat menyenangkan. Raina sudah bangun sejak pagi tadi, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena itu ia memutuskan untuk bangun dan tidak melanjutkan tidur nya. Sekarang Raina sedang duduk di sofa lantai kesukaan nya yang berwarna coklat, ia termenung beberapa saat dan memutuskan untuk melukis sejenak sebelum memulai rutinitas pagi nya.Sebelum melukis, ia mencari posisi ternyaman dan mengarahkan sofa nya untuk menyampingi jendela, agar cahaya matahari dapat menerangi dari sisi kiri nya dan ia bisa merasakan kehangatan dari cahaya itu. Raina ingin melukis untuk meluapkan segala perasaannya sekarang, perasaan yang bercampur aduk. Perlahan ia mulai memberi warna dan menuangkan satu persatu perasaannya ke dalam kanvas kecil itu.

Sekarang jam menunjukkan pukul enam kurang sepuluh menit, dan Raina sudah selesai dengan lukisannya, ia  menghabiskan waktu selama dua puluh menit untuk melukis. Lukisan itu terlihat sederhana, ia memberi garis tengah pada kanvas, lalu menggambar siluet seorang perempuan di depan garis itu, pada sisi kanan kanvas ia memberi warna abu-abu, lalu perpaduan warna biru dan hijau pada sisi kiri kanvas. Pada masing-masing sisi memiliki gambar yang berbeda, pada sisi berwarna abu, ia melukis abstrak di atas nya, dan pada sisi berwarna biru, ia melukis bunga-bunga dan pepohonan. 

Setelah mandi dan sarapan, Raina dan Aruma berangkat ke sekolah bersama menggunakan sepeda motor milik Raina. Sekolah mereka berdua hanya berjarak sepuluh menit, jadi sebelum Raina sampai ke sekolah nya, dia melewati sekolah Aruma terlebih dahulu dan menurunkan adiknya di sana. 

"Kak kemarin gimana ke pamerannya?" Aruma baru sempat bertanya sekarang, karena semalam ia langsung masuk ke kamar nya untuk tidur dan mandi begitu sampai di rumah.

"Kayak biasa, menyenangkan. Kenapa emang nya Rum?" Raina menekankan kata 'menyenangkan', lalu ia bertanya balik kepada adiknya. 

"Nggak apa-apa, kapan-kapan aku ikut dong kak." Aruma.

"Boleh aja kalau mau ikut, tapi tiba-tiba banget kamu ngomong kayak gitu, kaget kakak lho."

"Kak Hira lebay, akhir-akhir ini tuh aku sering liat pameran virtual, terus jadi pengen dateng liat-liat lukisan secara langsung deh." Aruma menjelaskan. 

"Bulan depan kayaknya ada pameran lagi, tapi barengan nggak ya waktu nya sama ujian kenaikan kelas." Raina berpikir.

"Aku ujiannya pertengahan bulan, emang itu tanggal berapa?" 

 "Aku lupa Rum, nanti aku cek deh. Sekarang kamu turun, masuk ke kelas sana." Mereka sudah sampai di depan SMP tempat Aruma bersekolah. Aruma turun dari sepeda motor.

"Kamu belajar yang rajin ya, nurut sama guru, jadi murid yang jujur." Raina memberi pesan kepada Aruma. 

"Iya, kakak juga hati-hati nyetir nya. Aku masuk dulu ya." Aruma mencium tangan Raina. 

Raina bergegas mengendarai sepeda motor nya begitu melihat Aruma memasuki gerbang sekolah, dan sampai ke sekolah lima menit sebelum bel masuk dibunyikan atau lebih tepat nya sekarang sudah pukul tujuh kurang lima menit. 

"Hai Ra selamat pagi." Seorang pria menyapa Raina dari belakang saat ia sedang berjalan di lorong menuju kelasnya. 

"Eh iya, pagi kak Nio." Raina terkejut karena Nio tiba-tiba menyapa nya.

"Maaf ya kalo aku ngagetin kamu." Nio menunjukkan wajah tidak enak pada Raina.

"Iya nggak apa-apa kak." 

"Btw, kamu sendirian aja, nggak bareng temen yang lain?" Nio melihat sekeliling.

"Aku baru dateng kak, temen-temen pasti udah masuk ke kelas semua." 

"Oh iya dikit lagi bel, kalu gitu aku juga mau ke kelas, duluan ya Ra." Nio tersenyum, lalu ia berjalan menuju tangga untuk turun ke lantai dua karena kelas nya berada di sana. Raina juga melanjutkan jalan ke kelas nya dengan hati yang berbunga-bunga dan jantung yang berdebar cepat karena senyuman Nio. 

Ruang kelas sudah ramai oleh murid-murid kelas XI 4 dan Raina langsung duduk di bangkunya, karena ia berniat untuk bercerita pada Tian begitu sampai di kelas, akan tetapi Tian terlihat lesu pagi ini, jadi Raina mengurungkan niatnya untuk bercerita tentang Nio.

                                                               ... 

Tian berjalan di lorong kelas sebelas, ia sedang menunggu Raina datang. Tidak lama kemudian Raina akhirnya datang juga, gadis itu berjalan di tangga menuju lantai 3. Tian segera berjalan menuju raina ketika gadis itu sudah berada di ujung lorong, namun langkah nya terhenti, saat ia melihat ada laki-laki yang mengobrol dengan Raina. Sebenarnya sama sekali tidak apa-apa jika ada laki-laki yang berbicara dengan Raina, tetapi yang menjadi masalah laki-laki itu adalah Nio, dan Tian sudah terlalu malas melihat Nio, jadi ia memutuskan untuk kembali ke kelas dan tidak jadi menghampiri Raina.

Tian meletakkan kepala di meja dan menutupinya dengan tas ketika Raina masuk ke kelas, lalu terdengar suara helaan nafas yang bersamaan dengan suara kursi, tanda bahwa ada seseorang yang duduk di kursi sebelahnya. Tentu saja itu Raina. 

Bel masuk berbunyi, kelas pun dimulai dengan mata pelajaran matematika, untuk jam pertama dan kedua. Sekarang sudah jam pelajaran yang ketiga, karena gurunya belum hadir, Raina memulai obrolan dengan Tian.

"Tian lo lesu banget, kenapa?" Raina menyikut lengan Tian. 

"Patah hati, rasa suka gue bertepuk sebelah tangan." Tian berkata dengan wajah datar.

Raina terdiam, ia tidak tahu harus berkata apa, ia merasa senang tetapi juga merasa sedih untuk sahabatnya dalam waktu yang bersamaan.

"Emangnya lo udah nyatain perasaan lo ke dia?" Raina akhirnya berbicara lagi.

"Belum."

"Kan lo belum bilang, kenapa lo udah nyimpulin kayak gitu?" Raina merasa bingung.

"Ya karena dia udah suka sama orang lain Ra." Tian menatap Raina dengan tatapan yang cukup dalam.

Pintu kelas terbuka, rupanya guru pelajaran ketiga sudah datang, Raina dan Tian pun menghentikan pembicaraan. 

Bel berbunyi, tanda bahwa pelajaran selesai dan waktunya untuk istirahat selama tiga puluh menit. 

"Vania, udah makan aja lo." Ara menghampiri meja mereka.

"Lo yang lama, istirahat udah dari tadi, malah baru dateng." Vania.

"Tadi gue ngerjain tugas dulu, susah banget gila." 

"Udah buruan lo pesen makanan sana, keburu bel lagi." Lila menggigit kebabnya.

"Iya ini gue pesen. Pak, es teh manis sama mi ayam satu ya, kayak biasa nggak pake daun bawang." Ara memesan mi ayam yang berada tepat di sebelah meja mereka. 

"Siap mba, tunggu ya." Ara memberikan tanda jempol. 

"Oh iya Ra, si Tian nggak cemburu lo pergi sama kak Nio?" Winda tiba-tiba bertanya. 

"Nggak kok, kenapa lo nanya gitu?" Raina memakan mi ayamnya. 

"Kan selama ini dia deket nya sama lo mulu, kali aja dia ternyata suka sama lo." 

"Nggak mungkin lah, kan gue sama Tian cuma sahabatan." 

"Tau nih si Winda nanyanya aneh-aneh aja, mereka kan udah bareng dari kecil." Ara mengaduk mi ayamnya yang baru saja datang.

"Lo kan kemarin juga ngomong kayak gitu ke Tian Ra." Vania mengingatkan, sementara ara hanya cengengesan saja. 

"Sama aja lo berdua mah." Lila meninju pelan Ara dan Winda. 

"Ngobrolin yang lain kek, malah pada bahas gue sama Tian." Raina mengambil batagor Vania.

"Tian kenapa dingin banget si, cewe-cewe kan jadi pada takut deket sama dia, padahal banyak banget yang naksir lho." Vania mengambil mi ayam Raina.

"Mana udah ganteng, manis lagi." Lila membayangkan wajah Tian.

"Lo naksir sama tian ya La." Raina menggoda Lila.

"Kalo iya kenapa, lo cemburu?" Lila menaikkan sebelah alisnya, lalu ia mendapat balasan dari Raina yang menunjukkan wajah sebalnya. 

"Bercanda gue Ra, masuk kelas yuk, udah bel tuh." Lila mengajak Raina ke kelas bersama, karena mereka sekelas.

"Iya balik sana kalian, gue sama Vania juga mau ke kelas." Winda. 

"Lah gue gimana, masa sendirian disini." Ara masih belum menghabiskan mi ayamnya. 

"Yaudah cepet abisin, gue sama Vania tungguin." 

"Kita balik duluan ya, bye guys." Raina sudah tidak sebal lagi. 

Raina dan Lila pun kembali ke kelas, syukurlah guru mata pelajaran tersebut belum datang. 

Waktu berjalan cepat sekali, setelah berganti pelajaran, istirahat untuk kedua kalinya, berganti pelajaran lagi, sekarang sudah tiba waktunya jam pulang sekolah.

Raina pergi ke parkiran bersama Tian, Vania, dan Ara, sedangkan Winda dan Lila akan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler paduan suara yang menjadi pilihan mereka. 

"Tian, Raina kita duluan ya." Vania sudah berada di atas motornya.

"Kalian hati-hati dijalan ya." Ara melambaikan tangan kepada mereka berdua.

Vania dan Ara melewati jalan pulang yang berbeda, karena rumah mereka tidak searah dengan Tian dan Raina.

"Iya kalian juga hati-hati ya." Raina melambaikan tangannya juga, dan Tian hanya memberikan tanda jempol saja. 

Raina dan Tian berkendara bersama menuju sekolah Aruma, untuk menjemputnya terlebih dahulu. Seharusnya hanya Raina saja yang menjemput, tetapi Tian ingin ikut juga, karena searah jadi sekalian saja dia ikut katanya. 

"Rum, mau es krim nggak?" Tian bertanya tepat sebelum Aruma naik ke motor Raina.

"Kenapa emang kak?"

"Ke toko es krim yang ada di depan perumahan yuk." Tian terlihat bersemangat. 

"Mau, ayuk kak. Sama kak Hira juga kan?" Aruma melirik ke arah Raina. 

"Iyalah, ikut kan lo Ra." 

"Ya ikut lah, kalo diajak kan nggak boleh nolak. Lagian masa lo sama Aruma berdua doang." 

Mereka pun sampai, lalu memasuki toko es krim tersebut. Toko itu memiliki desain ruangan yang menggemaskan dengan berbagai bentuk es krim dan makanan lainnya untuk menghiasi ruangan, seperti tiang lampu yang menyerupai lollipop, meja yang menyerupai es krim mochi dan bentuk-bentuk lucu lainnya. 

Mereka menempati meja nomor delapan. Tian memesan es krim rasa vanilla dengan roti sebagai bawahnya, Raina memesan es krim rasa cokelat dengan banyak topping di atasnya, dan Aruma memesan es krim rasa vanilla dengan waffle sebagai bawahnya. 

"Kak Ian tau nggak pameran yang diadain bulan depan itu tanggal berapa? Soalnya kak Raina nggak ngasih tahu." Nada bicara Aruma menyindir Raina. 

"Bukannya aku nggak ngasih tahu ya, tapi kan aku lupa." Raina berbicara dengan tenaga lebih.

"Kan lupa nya tadi pagi, masa udah seharian masih lupa juga, mana nggak ngasih tahu sama sekali lewat chat lagi, udah tahu aku penasaran banget." Aruma.

"Ya maaf, banyak tugas aku tuh." 

"Udah ya jangan berantem, kan niatnya disini mau makan es krim sambil refreshing. Nih kakak kasih tahu, pamerannya diadain selama dua minggu, dimulai dari tanggal sepuluh."

"Wah, berarti aku masih bisa ikut, pelaksanaan ujian kan seminggu." Aruma terlihat senang.

"Tapi masalahnya kakak nggak tahu mulai ujiannya kapan, gimana kalau waktunya barengan sama pameran, kamu pergi sama siapa?" Raina. 

"Gampang, aku pergi sama kak Tian atau kak Lia." Aruma menjawab santai. 

"Aku ujian juga Rum, kan satu sekolah sama kakakmu. Kalau Lia nggak tahu sih dia ujiannya kapan." Tian.

"Iya juga, yaudah kan masih belum tahu ini tanggal ujiannya. Nanti kalau udah deket baru dipikirin lagi, santai aja aku mah." 

Obrolan terhenti, karena pesanan mereka akhirnya datang. Es krim yang disajikan terlihat sangat menggiurkan, apalagi es krim milik Raina. Mereka pun menikmati es krim mereka masing-masing dan sesekali saling mencicipi pesanan satu sama lain. Di tengah mereka menikmati es krim dan melanjutkan obrolan, ada seorang pria yang menghampiri mereka. 

"Lho Raina, kamu ada disini juga. Kebetulan banget ya, tadi pagi kita juga nggak sengaja ketemu. " Suara itu terdengar tidak asing di telinga Raina. 

"Iya kak, kebetulan banget ya." Raina. 

Tian dan Aruma hanya diam saja dan melanjutkan makan mereka. 

"Kamu kesini sama siapa aja?" Nio melihat kearah dua orang yang duduk bersama Raina. 

"Ini Tian kak, temenku. Dia satu sekolah juga sama kita." Raina memperkenalkan. 

"Oh Tian yang suka ikut lomba lukis bareng kamu juga ya. Salam kenal, gue Nio." Nio menyodorkan tangan kanannya bermaksud untuk mengajak Tian bersalaman. 

"Tian." Tian juga menyodorkan tangannya, mereka pun bersalaman. Tetapi Tian merasa tangan nya seperti dicengkeram lebih erat, daripada biasanya orang bersalaman dengannya. 

"Kalau yang ini siapa?" Nio melihat kearah Aruma. 

"Ini adikku kak." 

"Halo adiknya Raina, kamu cantik ya sama kayak kakaknya. Namanya siapa?" 

Aruma tidak menanggapi Nio, dia masih tetap sibuk dengan makanannya. Lagilula dia juga merasa geli dengan pujian Nio tadi, ditambah mereka tidak saling mengenal sebelumnya, dan Aruma hanya tidak suka saja dipuji seperti itu dengan orang yang sok akrab padanya. Berbeda sekali dengan Raina yang hatinya sedang berbunga-bunga sekarang karena sebuah pujian dari orang yang ia sukai. 

Raina menyenggol kaki Aruma, agar ia menjawab perkataan Nio, karena Raina merasa tidak enak pada Nio. Sekali dua kali Aruma masih tidak menanggapi senggolan Raina, tetapi kakak nya itu terus menerus menyenggol kaki nya. Jadi, mau tidak mau ia harus tetap berkenalan dengan Nio. 

"Aruma, makasih kak pujiannya." Setelah mengucapkan itu, Aruma kembali memakan es krim miliknya. 

"Iya sama-sama." Nio tersenyum, ia masih terlihat ramah walaupun tadi sempat diabaikan. 

"Raina, habis ini kamu mau kemana?" Nio. 

"Langsung pulang ke rumah kak, kenapa?"

"Kalau kamu mau, habis kamu selesai makan, kita jalan-jalan sebentar gimana?" Nio bertanya dengan lembut. 

Aruma dan Tian sama-sama membulatkan matanya, mereka berdua terkejut dengan perkataan Nio. Tatapan mereka berdua seakan-akan mengatakan "Siapa lo, tiba-tiba dateng ngajak orang pergi gitu aja, padahal dia lagi kumpul sama temen, keluarganya."

Raina hampir menyetujuinya, tetapi ia langsung mendapatkan injakkan di kaki nya dari Aruma, lalu Raina melihat kearah adiknya. 

"Jangan kak, udah sore." Aruma menggerakkan bibirnya, tanpa mengeluarkan suara. 

"Sebentar aja kok, boleh ya?" Raina memohon, ia juga tidak mengeluarkan suara sedikit pun, hanya menggerakkan bibirnya saja. 

"Aku mau kak, sebentar aja kan?" Raina memastikan. 

"Iya, nggak akan sampe satu jam kok." 

"Oke, tunggu sebentar ya kak. Aku mau rapihin barang-barang." 

"Kalau gitu, aku tunggu di parkiran ya Ra. Tian, Aruma, Raina nya di pinjam dulu ya." Nio tersenyum, lalu ia berjalan meninggalkan meja itu. 

Setelah Nio pergi, Aruma meluapkan yang tadi ia ingin katakan ke Raina. 

"Kak apaan sih, kok tiba-tiba pergi gitu aja?" Aruma terlihat sangat kesal. 

"Sebentar aja Rum, kamu denger kan tadi kata kak Nio, nggak akan sampe satu jam." Raina berbicara dengan tergesa-gesa sambil merapihkan tasnya. 

"Tapi bukan masalah itu juga, tadi kan kakak pergi sama kita, eh masa sekarang malah mau jalan sama orang lain, ninggalin aku sama kak Tian." 

"Kan aku juga disini udah dari tadi sama kalian. Ian gue titip Aruma ya, nggak apa-apa kan?" Tian tidak menjawab, dan Raina langsung pergi begitu saja. 

Raina meninggalkan kunci motornya, agar Aruma yang membawanya pulang. Karena ia tidak akan membawa motor nya saat jalan dengan Nio, seperti saat pertama kali mereka pergi.

Raina menemui Nio di parkiran, laki-laki itu sudah menyalahkan mesin motornya, supaya ketika Raina sampai, mereka bisa langsung pergi. 

"Kak kita mau kemana?" Mereka sudah berada di jalan raya. 

"Aku juga nggak tahu sih, keliling kota aja yuk." 

"Aku kira kakak ngajak aku jalan, karena ada tempat yang mau kakak tunjukkin ke aku." Raina bingung dengan jawaban Nio. 

"Hahaha nggak. Aku ajak kamu jalan, karena pengen aja pergi sama kamu." 

Wajah Raina memerah, Nio yang melihat wajah gadis itu dari kaca spion, langsung tertawa. 

Mereka berdua mengelilingi kota, tidak melakukan pemberhentian di manapun, hanya duduk di atas motor, berbincang. Perbincangan mereka kali ini lebih nyaman dan lebih memiliki banyak topik, dibandingkan saat mereka berdua pergi nonton di hari sabtu kemarin. 

                                   ...

Tian dan Aruma memutuskan untuk langsung pulang saat itu juga, setelah Raina pergi. Mereka berdua pulang dengan perasaan yang sama kesalnya. Mereka berhenti di rumah Raina dulu, karena lebih dekat dengan pintu masuk perumahan, dan Tian ingin mengantar Aruma pulang, karena ia menganggap Aruma seperi adik kandungnya sendiri. 

"Kak, makasih ya traktiran nya. Maaf juga kak Hira tiba-tiba pergi."

"Iya nggak apa-apa Rum, kamu masuk sana." Tian tersenyum walaupun ia masih merasa kesal. 

"Hati-hati kak nyetirnya. Aku masuk sekarang ya." Aruma membuka gerbang, dan memasukkan sepeda motor Raina. 

Malam hari, Tian berada di kamarnya , ia sedang merebahkan tubuh di atas kasur sambil mendengarkan musik dengan melodi yang tenang. Ponsel Tian berbunyi ketika ia hendak menaikkan volume speaker, tertulis di layar bahwa ada dua buah pesan masuk, dari Raina. 

Raina : Tian gue minta maaf ya, soal yang tadi

Raina : Gue bukannya mau ninggalin lo sama Aruma, tapi ini kesempatan buat gue jalan sama kak Nio 

Tian hanya membaca pesan tersebut, ia belum mau membalasnya sekarang, mungkin beberapa menit lagi ia akan membalas pesan itu. Tetapi sebelum sempat membalas pesan dari Raina, ia sudah tertidur dengan musik yang masih menyala. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status