Share

Penjelasan

Misty tidak menurunkan kewaspadaan setelah asap hitam mencurigakan itu berubah menjadi pria telanjang. Malahan, Misty makin mengeratkan genggaman pada pisau dapur kecil di tangan sebagai satu-satunya senjata terbaik untuk melindungi diri sebelum berteriak memanggil siapapun yang tengah menjaga dirinya dari luar kamar.

"Terima kasih telah melepaskanku dari kurungan ini. Mulai sekarang hidupku bergantung padamu, jantungku hanya milikmu. Perintahkan aku sesukamu, wahai Tuanku. Aku, Demir Diamante, adalah budakmu."

Ada jeda keheningan yang melingkupi mereka berdua ketika pria berambut hitam panjang menyapu lantai itu mengangkat wajah dan membalas tatapan waspada Misty dengan mata yang tidak menampakkan gairah hidup sama sekali.

Putus asa dan pasrah. Itulah yang dapat Misty tangkap dari kedua mata indah milik pria itu yang sinarnya seolah telah padam tak berjiwa, seolah kedua manik merah miliknya hanyalah sepasang batu ruby yang terpasang di rongga mata.

Tatapan tanpa nyawa itu membuat Misty tertegun, seakan jiwanya tenggelam dalam kegelapan tanpa warna dan kesepian yang menyelimuti. Namun, kesadaran Misty segera kembali oleh sentuhan angin yang berhembus dari jendela menerbangkan helaian rambutnya.

Ketika kesadaran berhasil digenggam, disitulah Misty menyadari hal lain. "Diamante?" Ia mengulang nama belakang pria di depannya dengan kening berkerut dalam. Pasalnya, nama belakang itu bukanlah nama biasa, melainkan nama keluarga salah satu Marquis di kekaisaran Bigglefon. "Apa kau berasal dari keluarga Marquis Diamante?"

Pertanyaan yang Misty lemparkan itu menyebabkan tatapan kosong Demir berubah. Pupil matanya melebar seketika dan memancarkan kilatan kebencian yang terlihat amat jelas sehingga menguarkan aura kemarahan yang membuat Misty kembali mengeratkan pegangannya pada gagang pisau serta bersiap untuk berteriak memanggil penjaga.

Namun, sebelum itu terjadi, Demir sudah terlebih dahulu menundukkan pandangan hingga sebagian rambut panjangnya menutupi separuh wajah. Dalam posisi masih menunduk dan bersimpuh di hadapan Misty, pria itu berkata, "Maaf. Aku tidak bermaksud menakutimu, Tuanku." Ia berucap demikian sambil bersujud di lantai kayu. "Dan benar. Aku memang berasal dari Keluarga Diamante."

Meskipun ia yang pertama kali bertanya, tapi Misty tidak langsung percaya begitu saja. "Anggap saja yang kau katakan itu benar. Lalu bagaimana kau bisa berakhir seperti ini, Dem ... Demir?" Ucapan Misty terdengar menggantung ketika satu ingatan lagi menyambangi kepalanya.

"Ya, Tuan?" Demir mengangkat wajah, mengira kalau gadis yang telah menjadi tuannya itu tengah memanggil.

Misty tidak mengatakan apapun dan hanya diam sambil mengangkat tangan karena sebuah ingatan yang berasal dari celotehan Erra mendadak muncul. Sebuah ingatan mengenai tokoh kesukaan sahabatnya yang bernama Demir, seorang tokoh yang menjadi bawahan salah satu penjahat di dalam novel.

Erra bercerita, bahwa Demir adalah tokoh malang yang terikat kontrak perbudakan dengan bangsawan jahat. Karena ikatan itu, ia tidak bisa menentang perintah apapun meskipun ingin.

Sebab ketika Demir menentang, maka bangsawan itu akan meremas sebuah batu permata berwarna merah yang terhubung ke jantung. Saat batu itu diremas oleh tuannya, Demir akan merasakan sakit yang luar biasa.

"Batu?" gumam Misty membuka telapak tangannya yang mengepal erat saat sesuatu yang keras membesar di dalam sana. Sebuah batu berwarna merah mendadak muncul, dan membuat Misty langsung bisa memahami situasinya sekarang.

"Demir. Inikah jantungmu?" tanya Misty menunjukkan batu merah itu sebelum meremasnya untuk menguji kebenaran cerita Erra.

Benar saja. Sedetik kemudian wajah Demir memucat, kedua tangannya yang bertumpu pada lantai kayu mengepal erat. Pria itu nampak sangat kesakitan, tetapi ia tidak memekik dan hanya meringis pelan.

Ah, benar. Misty segera melonggarkan remasannya yang ceroboh. Ia harus bersyukur pria di depannya ini tidak mengeluarkan suara keras, karena para prajurit yang mengawal kepergiannya bersama Maxis bisa saja mendengar dan mendobrak masuk ke dalam kamar ini.

"Urgh!"

Kelopak mata Misty seketika membuka lebar kala Demir terbatuk dan mengeluarkan darah segar dari mulutnya. Darah itu menetes tanpa bisa dicegah, mengotori lantai kayu di dalam kamar. Misty terdiam, meskipun akhirnya bisa membuktikan kebenaran tentang Demir, tapi ia sama sekali tidak menyangka kalau remasan yang tidak terlalu kuat bisa berefek sampai seperti itu. Ia jadi merasa bersalah.

"Maafkan aku," ucap Misty tulus.

"Tidak perlu meminta maaf, Tuan. Kau bebas melakukan apapun padaku."

Suara Demir terdengar berat dan serak tapi tanpa emosi. Hal itu membuat Misty mengangkat alis. Pria di depannya ini sudah jelas memperlihatkan betapa pasrah dirinya akan keadaan. Mungkin jika mendapat perintah untuk mati, ia akan tetap melaksanakannya.

Di sisi lain, Misty jadi tertarik dan ingin mengetahui lebih banyak hal. Ia tertarik pada apa yang menimpa Demir sehingga berakhir seperti sekarang. Seorang anggota keluarga bangsawan tinggi tapi menjadi budak yang bahkan tidak bisa mengatur hidupnya sendiri.

Namun, pertanyaan-pertanyaan itu harus Misty tahan dulu, karena yang paling penting sekarang adalah menutupi tubuh telanjangnya itu. Akan sangat tidak nyaman berbincang dengan lawan bicara yang tidak berbusana sama sekali. Salah-salah, mata nakal Misty akan melirik-lirik ke tempat yang tidak seharusnya dilihat oleh orang asing.

Dengan kewaspadaan yang telah menurun, Misty menaruh kembali pisau buah ke atas meja lalu memeriksa beberapa setel pakaian pria yang tadi sudah dilipat rapi.

"Kemarilah, Demir," titah Misty yang segera dituruti pria itu tanpa banyak bertanya. Ia berdiri lantas melangkah mendekati Misty yang sibuk memilah baju sambil menutupi bagian vitalnya dengan kedua tangan. Tanpa bisa ditahan, sudut-sudut bibir Misty tertarik ke atas saat melihat tingkah pria itu yang tampak menggemaskan.

Misty mengambil satu tunik terbesar sebab tubuh Demir memang besar. Ia besar dan dipenuhi otot-otot yang menggembung indah nan menggoda. "Demir, kau benar-benar akan menuruti semua perintahku?" tanya Misty sambil menyerahkan tunik hitam polos serta celana berwarna senada.

Demir menerima pemberian itu dengan sopan. "Benar, Tuan. Aku akan menuruti apapun yang kau perintahkan," jawabnya membenarkan seraya memandangi pakaian di tangan, menunggu titah sang tuan untuk berpakaian.

Namun, Misty tidak mengatakan apapun karena memang tidak tahu. Ia hanya menyerahkan setelan pakaian itu lalu kembali duduk bersila di atas ranjang sambil menyeringai. "Apapun, ya?" Di dalam pikirannya saat ini, sedang berputar berbagai adegan nakal ketika membayangkan betapa penurutnya Demir. Ia bisa melakukan apapun, benar-benar apapun yang bahkan menyalahi moral sekalipun.

Namun, tentu saja semua itu hanya sebatas bayangan semata. Misty tersenyum lebih lebar sambil menatap ke langit sore. "Tenang saja. Aku tidak akan mengotori pikiran kalian, wahai penonton sekalian." Usai berkata demikian, Misty cekikikan sendiri akan tindakan anehnya sampai Demir yang berada di dekatnya mengepakkan bulu mata lentiknya bingung.

"Apalagi yang kau tunggu? Mengapa tidak segera berpakaian? Mau kuraba-raba?" goda Misty menyapukan lidah melewati celah bibirnya yang terbuka sedikit.

Dari ekor mata, Misty melirik nakal ke arah Demir yang langsung cegukan dengan kedua pipi yang memerah. Cepat-cepat pria itu berbalik untuk mengenakan pakaian. Tingkahnya yang terlihat berbeda dari beberapa menit yang lalu membuat Misty tidak bisa menahan tawa.

Di sisi lain, Demir yang semula seperti telah kehilangan semangat hidup, merasakan suatu dorongan aneh yang membuatnya kembali merasakan emosi. Emosi kecil seperti rasa malu. Sepertinya, selama ini ia hanya kesepian, bukan benar-benar pasrah pada kehidupan. Bayangkan saja, bertahun-tahun hanya bisa melihat interaksi orang lain tanpa berbicara dengan mereka sedikitpun.

"Sudah selesai? Duduklah. Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padamu," pinta Misty tersenyum lembut. Rasa takut dan waspada seolah telah hilang begitu saja dari benaknya hingga merasa tidak keberatan berada di dekat Demir yang sebenarnya bisa dikatakan sebagai orang asing.

"Jangan duduk di lantai, duduk di sini." Misty berucap lagi sambil menepuk tempat di sampingnya ketika melihat Demir duduk di lantai. "Dan lagi, jangan panggil aku tuan. Aku ini perempuan. Jadi, panggil Nona saja. Akan lebih baik kalau kau memanggil namaku karena pada dasarnya kedudukanmu lebih tinggi, Demir Diamante," imbuhnya mengingatkan pria itu.

"Baik," jawab Demir singkat, lalu beranjak duduk di tepi ranjang paling ujung. "Aku akan memanggilmu Nona mulai sekarang."

Misty mengangguk mengerti walau sebenarnya merasa aneh karena seseorang dari keluarga Marquis yang lebih tinggi darinya kini telah menjadi bawahannya. Di sisi lain, Misty merasa kalau ia tidak boleh terlalu terlena dan sesuka hati memperlakukan Demir, karena bisa jadi suatu hari nanti pria itu akan terlepas dari kekangan dan berakhir membalas dendam. Ia harus berhati-hati demi menghindari masalah yang tidak perlu.

"Demir, untuk berjaga-jaga, bisakah kau kembali ke wujud patung batu? Karena kurasa sebentar lagi pelayanku akan kembali, dan para penjagaku akan memergoki keberadaanmu," tanya Misty memulai perbincangan. Ditatapnya Demir lekat-lekat, kemudian mendekat untuk menepikan helaian rambut panjang yang menutupi kedua mata merahnya yang indah.

Perlakuan yang diberikan Misty itu menyebabkan tubuh dan otot-otot Demir menegang, seiring dengan paru-parunya yang berhenti bekerja. Pria itu secara refleks menahan napas ketika Misty tangan Misty merayap ke rahangnya yang tegas. Entah karena efek dari kontrak perbudakan atau sudah lama tidak berinteraksi dengan seseorang, yang pasti Demir merasa bahwa dirinya terlalu mudah gugup.

"Begini lebih baik. Aku merasa sedang berbicara dengan hantu saat melihta wajahmu yang ditutupi rambut."

Misty tersenyum, menarik tangan dari rahang tegas Demir, lalu menggeser duduknya ke tempat semula. Ia tahu jika saat ini Demir sedang merasa gugup. Lebih tepatnya takut yang mungkin disebabkan oleh rasa takut akibat perbuatannya yang meremas batu permata merah hingga membuat Demir kesakitan.

"Jadi Demir, bisakah kau merubah wujudmu kembali menjadi patung agar mudah disembunyikan?" Misty mengulang pertanyaannya yang belum dijawab.

Demir menggeleng pelan sambil menatap gadis itu dengan matanya yang sayu. "Tidak bisa. Sekali kurungan dihancurkan, maka tidak bisa dikembalikan seperti semula, Nona."

Mendengar kata kurungan, membuat Misty tersadar akan satu hal. Ia mengulum senyum sambil menopang dagu dengan satu tangan, menatap Demir penuh rasa penasaran. "Kau menyebut patung batu itu sebagai kurungan? Jadi benda itu bukan tubuhmu? Maksudku, kau tidak diubah menjadi batu melainkan kau dikurung di dalam batu kecil itu?"

"Benar." Demir membenarkan.

"Kalau begitu, kau masih bisa bergerak di dalam sana?"

"Iya, Nona." Sekali lagi Demir membenarkan tebakan gadis yang duduk di sampingnya.

Misty dibuat makin penasaran setelah mendengar fakta itu. Namun, di sisi lain, fakta tersebut juga menjadi jawaban mengapa tubuh seseorang yang baru saja lepas dari kutukan bisa terlihat sangat bugar dan sehat. "Kau bisa bergerak dan makhluk yang bergerak pasti membutuhkan makanan, juga buang air. Bagaimana kau melakukannya?"

"Aku tidak pernah buang air dan hanya memakan bunga dandelion merah yang tumbuh di dinding setiap matahari terbit."

"Dinding? Bagaimana bunga bisa tumbuh di dinding batu? Dan serius kau hanya makan bunga di dalam sana?" Kening Misty mengernyit, sulit membayangkan penjelasan yang terdengar tak masuk akal itu.

"Iya. Memang benar itu semua terdengar mustahil, tetapi tidak bagi seorang penyihir." Demir menjawab jujur. Di saat yang sama, kilatan kesedihan terpancar samar dari kedua bola matanya.

"Siapa penyihir yang mengurungmu?" Misty yang belum menyadari perubahan suasana hati pria di sampingnya pun terus bertanya. Ia makin tertarik untuk mengetahui siapa penyihir yang telah mengurung Demir.

Demir tidak langsung menjawab. Dadanya perlahan mulai terasa sesak ketika mengingat wajah seorang wanita berambut hitam panjang bergelombang yang telah membuatnya terisolasi dari dunia luar itu. Demir membencinya untuk itu, tetapi di lubuk hati terdalam, ia juga menyimpan rasa sayang yang begitu besar.

"Deloa Aster. Mantan penyihir Kerajaan Arisena yang aktif dua puluh tahun lalu."

Jika bisa, Demir tidak ingin mengingat atau menyebut namanya lagi karena hal itu hanya mendatangkan perasaan sedih bercampur marah. Perasaan campur aduk itu membuat dadanya terasa penuh dan sesak.

"Jadi, bagaimana kau bisa berakhir bersamanya?" Makin lama, Misty makin tidak bisa menahan diri untuk terus menggali fakta-fakta baru mengenai Demir. Padahal, dulu ia tidak terlalu tertarik kepada tokoh yang satu ini. Setelah bertemu secara langsung serta mengetahui bahwa tokoh itu benar-benar hidup, Misty menjadi sangat tertarik.

Meskipun tidak ingin mengungkit masa lalu, tetapi sebagai seorang budak yang harus patuh kepada tuannya, Demir tidak bisa menolak untuk menjawab dan hanya mampu menahan rasa sedihnya dalam diam.

Setelah menarik napas panjang, Demir mulai melanjutkan ceritanya. Dulu, ketika berusia tujuh tahun, Demir kecil ikut kedua orang pergi ke sebuah wilayah baru untuk melakukan pemeriksaan serta pengembangan sistem pengairan di sana.

Namun, kereta kuda mereka mengalami kecelakaan dan jatuh ke jurang. Kedua orang tuanya meninggal, sedangkan Demir selamat meskipun mengalami luka parah. ia bisa selamat karena pelukan sang ibu yang begitu erat.

Di masa kritisnya itulah, Deloa datang dan membawanya ke sebuah kabin yang Demir tidak ketahui berada di hutan mana sampai sekarang. Ia diobati dan obat itu dianggap sebagai hutang yang harus Demir bayar dengan kesetiaan.

Deloa tidak pernah membiarkan Demir kecil pergi dari sana dan bocah itu juga tidak bisa kabur lantaran hutan itu selalu membawanya berputar ke tempat yang sama. Akhirnya, karena merssa lelah, Demir pun menyerah. Ia menerima hidupnya yang baru bersama Deloa.

Hidup keduanya berjalan baik, sampai pada suatu hari, saat Demir mencapai usia remaja, Deloa melakukan pembedahan kepada Demir. Pembedahan yang menyakitkan itu membuatnya menjadi entitas yang tidak bisa lagi disebut sebagai manusia. Demir bukan manusia lagi, karena ia hanya bisa mengenyangkan diri dengan darah dan bunga dandelion merah.

Demir tidak marah. Ia malah merasa sangat senang. Namun, kesenangan itu sirna kala Deloa memerintahkan Demir untuk membunuh lima anak kecil yang terikat di atas lingkaran sihir merah darah sebagai pengorbanan.

Tentu saja Demir langsung menolak, tetapi Deloa tetap bersikeras menjadikan anak-anak itu sebagai pengorbanan dan berniat membunuh mereka dengan tangannya sendiri. Lalu terjadilah adu mulut berlanjut ke adu kekuatan yang berakhir pada kekalahan Deloa.

Dengan wajah yang menampakkan kekecewaan, ia berkata, "Aku hanya menguji kesetiaanmu, Demir. Aku ingin melihat apakah kau akan mengorbankan orang lain demi diriku, tapi ternyata tidak, ya?"

Deloa tertawa, lantas menggumamkan mantra yang tidak Demir ketahui maknanya. Beberapa saat kemudian, kelima anak kecil yang terbaring di atas lingkaran sihir pun berubah menjadi lima buah ranting.

"Lihatlah. Mereka semua bukan manusia sungguhan, melainkan ranting kayu. Tapi sudahlah, ini semua sudah membuktikan bahwa aku bukan yang utama bagimu," ucap Deloa terbatuk-batuk akibat luka dalam yang dideritanya.

Perlahan tapi pasti, tubuh Deloa mulai memudar. Demir sangat panik sekaligus menyesali perbuatannya dan berusaha memeluk wanita berambut hitam itu. Akan tetapi, bagaikan asap, tubuh Deloa tidak dapat disentuh.

"Aku kecewa padamu, Demir. Setelah mencurahkan kasih sayang yang sangat besar, inilah balasan yang kudapat." Deloa tertawa lagi lalu menggumamkan mantra yang membuat sekeliling Demir menjadi gelap. Tubuh pria itu melemas dan perlahan kesadarannya mulai memudar.

Sebelum benar-benar pingsan, Demir bisa mendengar suara Deloa yang mengatakan bahwa dirinya akan terikat kontrak budak dengan siapapun yang mampu membuka kurungan batu itu.

"Apa kau merasa bersalah padanya?" tanya Misty setelah Demir menyelesaikan ceritanya. Ia bisa menangkap ekspresi sedih yang begitu kentara di wajah pria di sampingnya itu saat menceritakan bagian akhir.

Demir mengangguk. "Andai aku menuruti keinginannya, maka semuanya tidak akan berakhir seperti ini. Deloa tidak akan menghilang dan masih hidup sampai sekarang."

Sesuai perkiraan Misty. Entah apa rencana wanita itu, tapi jelas sekali ia ingin mengendalikan perasaan Demir dan membuat pria itu terus merasakan kesedihan akibat rasa bersalah yang terus menghampiri.

"Demir ...."

"Nona, bolehkah saya masuk?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status