Bab 15“Risma ... sayang.” Tiba-tiba Mas Rido memegang tanganku.Aku menghempaskannya kasar. Tidak sudi dipegang oleh tangannya.“Aku masih suamimu, kamu pasti tak akan membiarkanku tidur di jalan kan? Bukannya dulu kamu bilang susah senang kita sama-sama? Sekarang aku baru kesusahan ayo kita berjuang bersama, biarkan aku dan Mala tinggal di rumahmu, ya?” Mas Rido mengatakan permintaan yang sungguh tidak masuk akal.“Aku tidak sudi! Aku beri waktu sampai besok untuk meninggalkan rumah ini. Terserah kalian mau kemana.” Aku berlalu pergi.“Risma, bagaimana keadaan Arif dan Ririn?” Mas Rido berteriak.Aku berhenti.“Yang jelas mereka lebih bahagia tinggal bersamaku,” ucapku tanpa menoleh kebelakang, lalu masuk ke dalam mobil. Di sana Aida sudah menungguku.“Sudah?” tanya Aida.Aku mengangguk.“Mau langsung pulang?” tanyanya kemudian.“Kita kerumah sakit dulu, aku ingin menjenguk Rey.”Aida langsung pamit begitu mengantarku ke rumah sakit. Ia bilang ada urusan mendadak.Aku segera menuju
Bab 16Sepeninggal Risma, Rido dan Mala berdebat masalah tempat tinggal. Rido meminta Mala agar mengizinkan dia dan Ibunya tinggal di rumah Mala yang lama.“Tolonglah, Sayang. Izinkan aku dan Ibuku tinggal di rumahmu, apa kamu tega kalau Ibuku tinggal di pinggir jalan?” Rido berusaha membujuk Mala.“Mas, Ibumu itu cerewet, aku nggak bakalan betah tinggal satu rumah dengan Ibumu, kalau sementara sih nggak papa, tapi kalau selamanya ikut kita, aku tak akan setuju!” Mala tetap nggak mau kalah.“Seenaknya kamu bilang aku ini cerewet, kamu ini menantu pembawa si*l, gara-gara kamu Risma jadi membenci Rido, dan aku tidak mendapat jatah uang lagi!” Bu Nining ikut tersulut emosi.“Ibu udah pikun, ya? Dulu siapa yang awalnya berusaha deketin aku sama Mas Rido? Siapa yang bilang pengin punya menantu cantik dan bisa nyanyi dangdut? Kenapa sekarang nyalahin aku?” sungut Mala.“Sudahlah kalian berdua, sekarang kita mau tinggal dimana? Rumah sudah dijaga oleh pengawal rentenir itu, kita nggak bisa m
Bab 17“Kau ....?” ucap mereka bersamaanMala menabrak Bu Riana.Plak!“Akhirnya aku bisa menamparmu, Pelak*r!” Bu Riana tiba-tiba langsung menampar Mala.Mala hanya terdiam. Mukanya pucat pasi. Cemas dan malu menjadi perhatian banyak orang. Dia tak menyangka kalau ini adalah rumah milik keluarga Sasongko.“Ada apa ini? Kenapa anda menampar istri saya?” Rido datang dan berdiri di depan Mala, menghadap Bu Riana.“Siapa kamu?” Bu Riana bertanya balik tanpa menjawab pertanyaan Rido.“Dia suami saya yang akan menjadi mantan karena sudah menikah lagi, Nyonya.” Risma datang dan menjawab pertanyaannya.“Oh, jadi kamu tetap jadi pelak*r ya! Kamu tahu, Risma? Dulu jal*ng ini jadi pembantu di rumah adikku kemudian merayunya, membuat istrinya salah paham dan bertengkar. Untung adikku bisa membuktikan kalau jal*ng ini yg kegatelan, dia memasukkan obat perangs*ng di kopi Wira—adiknya— dan merayunya di tempat tidur. Untung belum terjadi hal itu istrinya mengetahuinya. Akhirnya dia dipecat dan enta
Bab 18Rey ingin mengejarnya tapi perempuan itu masih memeluknya dengan erat.**“Lepaskan, Jane. Aku risih.” Rey berusaha melepas pelukan Jane.“Nggak mau, aku masih kangen. Kenapa kamu nggak bilang kalau balik lagi ke Indonesia? Kamu tahu? Dulu saat kamu memutuskan untuk ke US aku ingin menyusulmu ke sana tapi papa sama mama nggak mengizinkan.” Jane tetap memeluk Rey.Akhirnya dengan sedikit kasar, Rey berhasil menyingkirkan tangan Jane di perutnya.“Darimana kamu tahu aku di sini?” tanya Rey curiga.“Dari ART-mu di rumah. Aku tadi main ke sana, nyariin tante, tapi mereka bilang tante kesini, kamu baru keluar dari rumah sakit ya? Sakit apa?” cerca Jane.“Bukan urusanmu! Aku mau pergi dulu. Kamu di sini saja sama Ibuku.” Rey berjalan cepat mencari Risma.“Iya, Jane. Kamu di sini aja ya bareng tante?” pinta Bu Riana.“Nggak mau, Tante. Aku mau ikut Rey, biar semua tahu kalau aku dan Rey sudah bertunangan.Pyar! Terdengar suara gelas pecah.“Maaf, tanganku licin.” Risma mengambil peca
Bab 19Arif berlari ke arah Risma dan bersembunyi di belakangnya.**Aku tertawa terbahak-bahak melihat kondisi Ibu yang memprihatinkan. Gimana tidak? Air yang dipakai menyiram sepertinya adalah air bekas buangan makanan saat cuci piring, jadi ada mie yang nyangkut, ada sayuran yang nyangkut bahkan ada secuil daging yang nyasar di rambut Ibu yang disasak tinggi.Tidak hanya aku, tetapi yang lain yang masih ada di situ pun ikut menertawai Ibu mertuaku. Arif sudah kusuruh masuk ke kamar agar tidak menjadi sasaran kemarahan Ibu mertuaku.“Mana anak sial*n itu? Akan kubun*h dia karena mempermalukanku.” Bu Nining benar-benar emosi karena ulah anakku.“Sembarangan kalau ngomong! Anak yang kau umpat itu adalah cucumu sendiri. Tega bener Ibu mau membunuh cucumu sendiri! Sudah nggak usah nyari Arif, Ibu sebaiknya pulang sekarang! Badan ibu bau banget!” aku pura-pura menutup hidungku.“Mana bisa aku pulang dalam keadaan seperti ini! Pokoknya aku mau menginap di sini. Titik.” Ibu mertua malah d
Bab 20POV RidoAku terbangun karena perutku keroncongan. Semalam gara-gara ada kejadian itu, aku tak jadi menikmati makanan di sana. Kupikir sampai di rumah, Mala akan membuatkan sesuatu untukku, tapi ternyata tidak. Dia hanya berdiam diri di kamar. Entah apa yang dipikirkannya aku tak tahu, kuajak bicara pun dia diam saja. Kulirik jam, ternyata baru pukul 6 pagi.Aku segera ke dapur dan membuka tudung saji. Hanya ada nasi sepiring sisa kemarin. Akhirnya aku berniat membangunkan Mala untuk memasak sesuatu.“Sayang, bangun. Aku lapar. Masakin sesuatu gih!” aku menggoyangkan badan Mala agar terbangun. Tapi dia hanya menggeliat. Sekali lagi aku membangunkannya akhirnya ia terbangun juga.“Ada apa sih, Mas? Ganggu tidurku aja!” Mala menggerutu.“Masakin sesuatu sana! Aku lapar!” pintaku sambil memegang perutku.Mala menatapku. “Sejak kapan aku masak, Mas? Selama ini kan kita selalu beli!” sungutnya.“Iya, tapi kan itu dulu saat Risma masih mengirim uang, sekarang kita tak ada pemasukan,
“Mas, kamu dimana?”**“Aku menjemput Ibu di rumah Risma, ada apa?” “Kamu pulanglah dan lihat sendiri.” Entah apa maksud Mala, Rido tidak mengerti. Dia dan Ibunya segera mencari taksi online dan pulang ke rumah.“Ibu sebenarnya apa yang terjadi semalam? Aku kira Ibu menginap di rumah Risma, tapi kenapa bilang di teras?” tanya Rido.“Risma sial*n itu tidak mengizinkanku tidur di rumahnya, setelah diusir keluar, Ibu hendak mencari taksi tapi teringat Ibu tak punya uang, jadi Ibu masuk ke pagar rumah Risma yang tidak dikunci mengetuk pintu mereka tapi tidak dibuka akhirnya tidur di teras mereka. Kamu juga kenapa tidak menjemput Ibu, Sih!” sungut Ibunya.“Aku kan sudah bilang, kemarin sudah kuajak pulang bareng tapi tak digubris jadi ya sudah terima akibatnya!”Kedua orang itu masih terus berdebat di dalam taksi online tersebut. Setelah sampai di rumah Mala, terlihat beberapa orang berkerumun di depan pintu.Seorang Ibu-Ibu akhirnya sadar atas kedatangan mereka.“Nah, itu dia!” ucapnya
Pagi ini Risma, Aida dan Rey berencana untuk memilih sekolah untuk Arif dan Ririn. Sebenarnya Rey hanya ingin mengajak Risma, tapi Risma tidak mau kalau hanya berdua, takut timbul fitnah. Jadilah mereka pergi bertiga walaupun awalnya Aida menolak, males menjadi obat nyamuk katanya, tapi setelah dibujuk akhirnya mau juga.Risma selesei mandi, seorang ART mengetuk pintu kamarnya.“Nyonya, ada Ibu mertua Nyonya di depan,” ucapnya dibalik pintu.“Iya, tunggu sebentar.” Risma segera membuka pintu kamarnya. Dalam hati ia heran kenapa pagi-pagi Ibu mertua sudah datang ke sini.Risma menemui Bi Inah, ART yang tadi mengetuk pintu kamarnya.“Bi, kan sudah kubilang, jangan panggil aku nyonya, nggak pantas, ah. Aku ini dulunya juga ART lho, sama seperti Bi Inah ini.”“Tapi sekarang kan Nyonya menjadi majikan saya, tidak pantas kalau manggil nama, bagaimana kalau saya panggil Mbak Risma saja?” Bi Inah memberikan usul.“Boleh kalau itu, Bi.” Risma tersenyum. Risma mendengar suara langkah menuruni