"Apa?!" Jaime membalikkan badan dengan cepat ketika mata-matanya melaporkan kalau Saga hendak mengakuisisi perusahaannya. Bahkan, rencana itu sudah berjalan karena Sagara Liam sudah mengutus beberapa orang kepercayaan melobi para pemegang saham di perusahaannnya. Amarah membuncah di dada Jamie, ditambah Nadia melaporkan, kalau rencana mengundang Salsa ke ho-tel gagal total. Awalnya dia sangat senang mengetahui Nadia berhasil meyakin Salsa bertemu dengan alasan ingin menjernihkan masalah mereka. Sebenarnya itu hanya siasat untuk menjebak istri Sagara Liam tersebut. Namun, entah mengapa tiba-tiba saja dibatalkan begitu saja. Impian Jamie untuk memiliki Salsa pupus sudah. Padahal Jamie sudah membayangkan hal-hal romantis bersama Salsa meski harus membuat si wanita tak sadarkan diri. "Kau keluar!" Jamie memberi isyarat mata-matanya keluar hingga di ruang kerjanya hanya tinggal Nadia. "Beri aku alasan yang masuk akal kenapa rencanamu gagal?" Wajah Nadia memucat, dia menundukkan kepal
"Apa?!" Tangan Saga yang memegang ponsel mengerat, andai benda itu tak terbuat dari bahan keras mungkin sudag hancur karena genggaman Saga yang sangat kuat. "Aku segera pulang. Kalian tunggu aku!" "Ada apa Tuan?" Dani gegas mengemasi berkas-berkas di atas meja ketika melihat wajah gusar Sagara Liam. "Kita pulang ke villa sekarang!" Tanpa babibu Saga bangkit dari kursi lalu meninggalkan meja beserta relasi bisnisnya begitu saja. Dani segera ambil alih dengan memberi kode agar asistennya segera menyelesaikan proses penyelesaian dokumen kerjasama sambil meminta maaf atas sikap sang tuan. "Tuan, ada apa?" Dani ngos-ngosan mengejar langkah Saga, tetapi laki-laki itu masih diam. Dia masuk ke dalam mobil sambil menghubungi seseorang. "Jake, datang ke Villa di Bogor sekarang." Saga mengusap wajahnya, raut cemas sangat kentara di wajahnya. "Aku tidak terima alasan apa pun. Aku tunggu!" Dani tak lagi bertanya sebab bila Saga terlihat sangat kesal artinya ada sesuatu yang buruk sedang terj
"Kau yakin dia pelakunya?" Jake, teman Saga di kepolisian kembali bertanya untuk memastikan. "Kita tak bisa menuduh seseorang melakukan kejahatan tanpa bukti yang kuat, bisa-bisa kita dituntut balik." "Aku sangat yakin dengan firasatku. Jamie sudah lama mengincar Salsa, dia juga mengincar perusahaanku. Harusnya dulu aku halangi pembebasan bersyaratnya." Wajah Saga memerah menahan marah. Rasa takut juga menyelinap masuk ke dadanya membayangkan apa yang dilakukan orang-orang ja-hat itu pada Salsa. "Kita harus meminta deskripsi wajah para penc-ulik itu, sedikit informasi sangat berharga saat ini. Saga hendak menjawab, tetapi ponselnya berdering menampilkan nomor tak dikenal. "Sebaiknya kau jawab, mungkin itu pelakunya.' Jake memberi saran. Saga menurut. Dia menggeser ikon hijau lalu menempelkan ponsel ke telinga. "Ya ...." "Saga, aku Reva." "Bicara yang penting saja atau aku tutup." "Ini tentang Salsa." Kelopak mata Saga melebar mendengar penjelasan Reva, pegangan di ponsel pun
Langkah Salsa gemetar melihat rumah megah Nayendra dihias begitu indah. Sebuah tenda besar berdiri kokoh di gerbang masuk. Sepertinya keluarga itu tengah berpesta, tetapi mengapa dirinya tidak tahu apa pun. Dia adalah menantu di keluarga ini meski hanya sang ayah mertua saja yang menerimanya. Mama dan kedua adik Arkan tidak pernah memandangnya karena mereka menganggap dirinya tidak sederajat. Memang, Arkan menikahinya tanpa restu sang mama dan membawa dirinya tinggal terpisah dengan keluarga besarnya. Meski begitu, Salsa selalu mendorong suaminya tetap berkomunikasi dengan sang wanita yang melahirkannya itu.Setahun ini hubungan mereka membaik. Arkan lebih sering mengunjungi mamanya walau tanpa dirinya. Sang mama belum menerima wanita pilihan anaknya sebagai menantu. Awalnya Salsa memaklumi sikap Arkan yang akhir-akhir ini lebih sering berada di sana, sungguh dia tidak pernah berpikiran buruk tentang suaminya. Namun, satu kenyataan yang ditemuinya tadi siang membuat hatinya tergerak
Salsa melangkah ke dalam rumahnya, 'Istana mungil' bergaya modern minimalis yang dibeli Arkan dua tahun lalu. Di sini mereka pernah merajut cinta hari demi hari. Pria tersebut selalu memperlakukan dirinya begitu lembut, perhatian, dan penuh cinta, seakan hanya dia satu-satunya ratu di singgasana hatinya. Nyatanya, Salsa hanya selir karena wanita berkulit kuning langsat itu tak pernah bisa menggantikan posisi Nadia di hati Arkan.Nadia dan pesonanya. Salsa tidak pernah berpikir bersaing dengan wanita itu, dia cinta pertama Arkan. Mereka menjalin cinta sejak masih berseragam putih abu-abu. Hubungan itu berlanjut hingga di universitas. Di sanalah dia bertemu Arkan. Dia terpesona dengan keramahan serta tindak-tanduk pria itu. Pria bertubuh tinggi-tegap itu tidak pernah merendahkannya walaupun dia seorang mahasiswi miskin.Perlahan benih-benih cinta tumbuh di hati Salsa. Tetapi, benih itu urung tumbuh ketika dia tahu Arkan memiliki Nadia. Pria itu begitu memuja dan tergila-gila padanya. Wa
Sisa hujan tadi sore membuat jalan yang ditapaki Salsa becek dan berlumpur. Wanita itu berjalan tanpa tahu arah yang dituju. Dia hanya mengikuti ke mana kakinya melangkah. Sesekali Salsa melihat ponselnya berharap layar ponselnya menampilkan nama seseorang. Namun, jangankan telpon, satu pesan pun tak ada. Wanita itu tersenyum ironi, Arkan serius membuang dirinya. Salsa menengadah menatap langit malam yang terlihat gelap; segelap hatinya saat ini. Dia tidak tahu harus ke mana. Wanita itu sadar keputusannya meninggalkan Arkan terlalu gegabah. Selama ini dia bergantung kepada pria itu karena sang suami melarangnya bekerja, sekarang dia tidak tahu bagaimana harus membiayai hidupnya kelak, apalagi dengan janin di rahimnya.Perlahan air mata Salsa kembali luruh. Dia memeluk kedua tungkai kakinya erat, membenamkan wajah di antara lututnya. Tubuh wanita itu bergetar, dia menangis tanpa suara. Dia rapuh dan tidak berdaya.Sekarang Salsa terdampar di sebuah halte bus. Dia tak tahu harus ke man
Salsa tersentak ketika sebuah mobil melaju dengan kencang dan mencipratkan genangan air di jalan ke wajah dan tubuhnya. Perlahan kelopak mata wanita itu terbuka. Lalu meredup dan menyipit menghalau cahaya yang tiba-tiba menerpa wajahnya. Salsa melihat sekeliling, hampir pagi. Suasana masih gelap hanya satu atau dua mobil yang lewat. Itu pun tak menyadari keberadaan dirinya yang mengenaskan.Salsa berusaha bangun, lalu duduk meski tubuhnya terasa sakit. Sesaat dia tertegun mendapati dirinya berada di atas trotoar. Sekelebat kejadian tadi malam menghantam benaknya dengan cepat, membuatnya refleks melihat pakaian yang dia kenakan robek tak terbentuk: nyaris memperlihatkan bagian atas tubuhnya.Perlahan Salsa bangkit, tapi baru beberapa langkah dia terhuyung dan hampir terjengkang jika saja tidak ada seorang wanita yang menupang tubuhnya. Wanita itu memapah tubuh Salsa dan membawanya duduk di halte bus yang ada di dekat mereka.Wanita paruh baya itu mengamati kondisi Salsa. Pakaian robek,
Entah mengapa kehadiran Salsa di rumahnya mengusik hati Saga. Setelah mendengar cerita dari Buk Halimah, pria itu menyewa seorang detektif menyelidiki jati diri si wanitaSaga tidak suka keberadaan Salsa di sekitarnya. Pria itu merasa perhatian Buk Halimah terbagi. Kekanakan sekali, tetapi memang seperti itulah adanya. Dia tak ingin membagi kesukaannya dengan siapa pun. Tetapi, begitu detektif yang dia sewa mendapat semua informasi tentang Salsa, dia berubah pikiran. Wanita itu istri rival bisnisnya. Nama Nanyendra tidak asing di telinganya. Keluarga mereka dulunya hanya pesuruh bagi kedua orang tuanya, hingga sebuah konspirasi membuat sang ayah harus menyerahkan hampir semua aset keluarga Liam. Kasarnya, kerajaan bisnis Nanyendra dimulai dengan merampas miliknya. Dengan susah payah sang ayah kembali membangun bisnis keluarga Liam dari bawah karena semua relasi dan pemegang saham lebih percaya pada Nanyendra.Saga tersenyum sinis. Sepertinya dewi fortuna berpihak padanya. Otak cerdas