Share

Love Comes With No Permission

Alya dan Nafia menghentikan acara larinya. Heran. Kemana perginya lelaki berjas hitam tadi. Cepat sekali hilangnya. Padahal hanya beberapa detik berlalu dan keberadaannya seperti ditelan bumi.

"Kemana ya? Haduh...padahal aku sudah membuat proposal itu semalaman." Raut kesal dan kecewa memenuhi mimik muka Nafia. Dia menatap langit mendung seolah berharap akan menemukan proposalnya di antara awan-awan.

"Kamu di sini saja , Naf. Kamu terlihat capek sekali. Biar aku yang cari." Alya mendorong bahu Nafia agar wanita itu duduk di kursi taman. Dia kasihan melihat sang sahabat yang sepertinya sangat bekerja keras untuk menyiapkan acara bakti sosial kampus mereka.

"Kita cari bersama saja." Nafia hendak berdiri tapi Alya kembali mendorongnya hingga terduduk lagi.

"Kamu tunggu di sini saja. Ok?" Tegas Alya kemudian beranjak pergi meninggalkan Nafia yang ngos-ngosan.

Alya memutar kepalanya ke berbagai arah. Mencari eksistensi seorang lelaki tinggi berjas hitam yang pergi menggondol arsip yang sudah Nafia kerjakan semalaman sampai wanita itu kurang tidur.

"Ah itu dia!" Alya bersorak girang melihat seorang lelaki yang hendak memasuki ruang dosen.

"Pak!" Teriak Alya menarik perhatian lelaki jakun tersebut. Tanganya yang hendak membuka pintu segera terhenti bersamaan dengan tubuhnya yang secara reflek membalik ke sumber suara. Melihat wanita manis tengah berlari ke arahnya.

"Ya?" Tanya lelaki bernama Difan heran. Dia menatap Alya dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan wajah agak kagum. Penampilan yang menarik, begitu pikirnya.

"Maaf, Anda tidak sengaja membawa beberapa barang saya." Ucap Alya dengan nada sopan.

Difan melihat berkas-berkasnya yang memang bertambah banyak. Dia menghela nafas lalu memilah beberapa kertas yang bukan miliknya. Menyerahkannya kepada Alya.

"Lain kali sebaiknya kamu hati-hati." Ucap Difan diangguki oleh Alya."Dan jangan memanggilku 'Pak' aku masih muda tahu!" Tambahnya dengan mengedipkan satu mata genit.

"Ah. Maaf." Alya membungkuk.

Difan memerhatikan wanita mungil iti dengan seksama. Dalam hati tersenyum kecil. Sepertinya hari ini adalah hari keberuntungan baginya. Pagi tadi mendapat makanan gratis. Lalu sekarang dikejar wanita cantik.

"Kalau begitu saya permisi." Alya memberikan senyum canggungnya sebelum meninggalkan Difan.

****

Atha menatap jam tangannya. Kesal sendiri ketika didapatinya bahwa dia sudah menunggu Difan mengantar berkas selama hampir 30 menit. Dia benar mengantar berkas atau ikut mengajar. Urat kesabarannya nyaris putus jika saja lelaki yang dinanti tak kunjung menampakkan batang hidung.

Untungnya Difan kini sudah terlihat dari jarak 20 meter di depannya. Atha segera menyalakan mesin mobil. Membuat Difan cepat-cepat menaiki mobil hitamnya.

"Ya Allah mas. Masa' aku mau ditinggal." Ucap Difan dengan nada kecewa yang berlebihan.

"Salahmu sendiri kenapa lama sekali. Aku harus di rumah sakit sekarang." Jawab Atha dengan kesal.

Difam hanya mangendikan bahu cuek. Sepertinya Atha tidak ingin bercanda hari ini. Atau mungkin sejak dua bulan ini dia memang agak temperamental. Sejak menikah tepatnya. Apa istri Atha sangat tidak sesuai kriteria sampai dia jadi kesal begini.

"Mas aku mau tanya." Difan membuka pembicaraan setelah hampir sepuluh menit digerus keheningan.

"Apa?" Atha tidak sekali pun menatap wajah Difan. Dia fokus menyetir mobil yang melaju menembus padatnya jalanan kota Surabaya.

"Istri mas seperti apa?" Tanya Difan dengan hati-hati. Tidak ingin membuat amarah Atha memuncak lagi. Bisa-bisa dia diturunkan di jalan.

"Dia wanita."

Difan menepuk jidat atas jawaban Atha. Tentu dia tahu bahwa yang dinikahi lelaki yang sudah dia kenal sejak SMP itu seorang wanita. Tidak mungkin kan bila Atha dijodohkan dengan laki-laki. Jika benar maka sekarang mungkin Difan sudah menjadi pendamping hidup sang dokter mengingat kedua orang tua mereka sangat akrab.

"Yang jelas mas." Difan meminta penjelasan lebih. Dia merajuk seperti anak kecil.

"Ya. Ya. Dia cantik. Pintar memasak. Dia juga berjilbab. Sudah? " jawan Atha setengah hati.

"Ya Allah mas. Kamu menjawabnya tidak ikhlas begitu." Gerutu Difan yang hanya mendapat gumaman tidak jelas dari Atha.

"Oh iya mas, tadi aku ketemu cewek cantik sekali." Ucap Difan dengan semangat." Dia manis. Pendek. Tembem." Difan mulai mendeskripsikan wanita yang dia temui sambil senyum-senyum sendiri.

Atha menaikkan satu alis. Entah mengapa yang terlintas di otaknya adalah wajah Alya.

"Sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama. "Difan mengakhiri curhatan pendeknya.

"Cinta, cinta. Memang kamu tahu apa itu cinta." Ejek Atha sambil memutar stirnya ke kanan. Melewati tikungan agak curam.

"Lagipula mana ada cinta pandangan pertama. Itu namanya nafsu." Tambahnya membuat Difan cemberut.

"Terserah mas Atha saja. Yang jelas aku akan mendapatkan wanita itu."

Difan dengan semangat mengutarakan cita-citanya yang Atha yakini hanya berada di ujung lidah. Difan itu tipe lelaki play boy yang doyan banyak wanita. Dan ketika dia berkata cinta yang Atha tangkap hanya obsesi untuk mendapat apa yang dia mau. Dasar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status