Angela menjerit di dalam hati sambil menutup kembali pintu dengan sangat kuat, membuat Leo di luar sana terperanjat kaget karena hampir saja mengenai hidung mancungnya.'Apa yang dia lakukan di sini?!' batin Angela sambil mengacak-acak rambut. 'Mau apa dia?' "Siapa Kak?" Jayden mengerutkan dahi, melihat Angela seperti orang kesetanan. Angela melirik ke samping. "Bukan siapa-siapa, hanya orang gila, kalau dia mengetuk lagi dan menanyakan Kakak, bilang saja Kakak tidak ada di rumah! Oke?" Belum sempat mendengar tanggapan sang adik, Angela bergegas menaiki tangga tatkala bunyi ketukan terdengar kembali dari balik pintu. Sementara di luar, dengan sabar Leo menunggu sambil sesekali melirik bunga mawar dan buah-buahan untuk calon istri sekaligus calon keluarganya itu. "Ish, berisik sekali, Bang Justin tolong buka pintunya," titah Jason pada saudara kembarnya yang beda beberapa menit saja. Ia merasa terganggu dengan bunyi ketukan pintu karena sekarang sedang fokus membaca sambil menguny
"Jayden, Justin! Mengapa kalian malah ketawa hah?! Pasti ini ulah kalian kan?!" pekik Angela saat melihat kedua adiknya berdiri di depan jendela sambil tertawa-tawa keras. Tak ada ketakutan dari bola mata keduanya. Mereka malah semakin tertawa karena sekarang Leo tampak mulai lelah bernyanyi di luar sana. Angela mendengus lantas mempercepat langkah kaki menuju pintu kemudian membuka pintu dan langsung berteriak dengan mata terpejam. Tak sadar bila sekarang di hadapannya ada Diana dan Martin, terlonjak kaget. "Berhentilah bernyanyi! Suaramu sangatlah jelek!!!" jerit Angela. "Angela!"Angela tersentak ketika mendengar suara mommynya. Secepat kilat membuka mata. Melebar sempurna pupil matanya itu. "Mom, aku ...." Lidah Angela mendadak sulit digerakkan sekarang. Dia melirik sekilas Leo di ujung sana, masih berdiri sambil memandangnya dengan tatapan sendu. "Kenapa kau membiarkan dosenmu berada di luar?" Diana terlihat kesal. Baru saja sampai tapi melihat seorang pria asing berdiri di
Pupil mata Angela sontak melebar sempurna tatkala Leo membungkamnya dengan sebuah kecupan. Saat ini keduanya berada di atas sofa ruang tamu. Dalam keadaan sadar ia mendorong kasar dada Leo hingga membuat ringisan pelan keluar dari mulut lelaki itu. Sebab tenaga Angela lumayan kuat."Sialan kau!" Angela bergegas turun dari sofa sambil mengusap-usap bibirnya dengan kasar. "Berani-beraninya kau menciumku?!" "Memangnya tidak boleh, kau kan calon istriku." Sementara Leo tersenyum sumringah karena telah berhasil mencicipi bibir Angela barusan, yang akhir-akhir ini membuat dia tak bisa tidur sepanjang malam. "Apa kau sudah gila? Sejak kapan aku menjadi calon istrimu? Sebenarnya apa mau? Kenapa kau datang kemari!" Angela benar-benar murka. Wajahnya pun nampak memerah sekarang. Dia seperti seekor singa yang siap menerkam Leo. Akan tetapi, di mata Leo, Angela tak lebih seperti seekor kucing lucu sedang meminta makan. Secara perlahan Leo duduk di sofa lalu menatap Angela yang berjarak satu met
Langkah kaki Angela langsung terjeda. Matanya membola seketika, dengan cepat membalikkan badan. Sementara Leo, setelah berucap buru-buru menyelenong masuk ke dalam kamar Angela kemudian menutup pintu. "Kau, bagaimana dia bisa ...." Lagi dan lagi lidah Angela mendadak kelu. Secepat kilat melangkah menuju kamar lalu memutar gagang. "Ahk!" Pintu dibuka namun Angela dibuat terkejut dan panik saat melihat Leo dalam keadaan setengah telanjang alias bagian atasnya terbuka. Leo baru saja meloloskan pakaian atas, tersenyum jahil ia. Karena telah berhasil mengerjai pujaan hati. "Astaga Dear, ternyata kau nakal ya." Secepat kilat Angela membalikkan badan kembali dengan dada mulai berdebar-debar tak karuan. Ia sentuh dadanya sejenak. Bayangan roti sobek Leo membuat Angela meneguk ludahnya berkali-kali. Pantas saja para wanita di kampus menginginkan Leo. Sebab Leo terlampau seksi saat tidak memakai baju. Otot-ototnya kekar nan berisi itu benar-benar membuat Angela mulai agak sinting saat ini.
Mendengar hal itu, bersemu merah pipi Angela, menahan malu karena ketahuan berbohong. Angela memilih diam. Ia lirik sekilas Leo mengulum senyum jahil. Bagaimana tidak Martin sekarang mengatakan kalau dirinya saat umur belasan tahun, pernah kabur dari rumah karena mengetahui Niel akan bertunangan. 'Ya Tuhan Daddy!' Ingin sekali Angela berteriak dan mengatakan pada daddynya untuk berhenti berbicara. Ia malu sangat malu, hendak bersembunyi sekarang atau bila perlu memindahkan wajahnya ke pantat saat ini juga. Karena daddynya kembali membuka kartu tentang kegilaan dia pada Niel. "Ya benar, aku pun heran anak kita belum move on, ckck!" Diana pun ikut mengompori.Angela merengut, memilih menundukkan kepala sambil mengerutu kecil, hari ini mommynya tampak berbeda, seakan-akan memiliki dendam pribadi padanya dan itu semua karena Leo, si dosen mesum. 'Awas saja kau, dosen mesum!' batin Angela sedang berencana menyerang Leo nanti.Sementara Leo tersenyum sumringah. Sebab tak ada rintangan un
Lagi dan lagi keheningan tercipta di antara mereka. Angela tak langsung menyahut, bergeming dengan tatapan tajam sedari tadi. Kali ini matanya sedikit menyipit, tampak berpikir keras. Sementara Leo menyungging senyum lebar. Karena yakin bila Angela pasti akan menerima tawarannya. Dengan sabar ia pun menunggu jawaban. Semenit pun berlalu, hanya terdengar rintik hujan di luar sana yang mulai perlahan-lahan berhenti. "Dear, bagaimana? Tawaranku akan membuat kau senang dan tidak merugikanmu sama sekali." Leo tidak tahan lagi manakala Angela cukup lama menanggapi. "Tidak," kata Angela, dengan tegas. Membuat Leo terperangah. Sebab wanita pujaannya ini, benar-benar keras kepala dan sulit sekali dirayu. "Astaga Dear, kau telah melukai hatiku lagi, padahal tawaran ini menguntungkanmu." Leo maju beberapa langkah hendak meraih tangan Angela. Namun, gerakannya lambat, Angela terlebih dahulu memundurkan langkah kaki. "Cih, menguntungkanmu bukan aku! Aku bisa mencari pelakunya seorang diri! B
Angela membuang muka ke samping. "Pergilah, Leo Johnstone, hujan sudah reda." Suara memelas Angela membuat Leo langsung menundukkan pandangan dan ia pun terlihat lemas. "Baiklah, kalau begitu aku pulang."Bergegas Leo turun ke bawah dan tak lupa meminta izin pada orang tua Angela. Dari atas kamar, Angela mengintip dari jendela, melihat mobil Leo meninggalkan pelataran rumahnya sekarang. 'Maaf Leo Johnstone, aku hanya ingin menjaga hatiku ini," gumam Angela pelan dengan wajah muram. ***Keesokan paginya, Angela berencana akan mendekati Whitney. Salah satu pelaku yang diduga Leo. Kebetulan hari ini mata kuliah Leo tidak ada. Angela merasa senang meski sebenarnya sedari malam menangis. Entah karena apa, mungkin karena menonton drakor, pikir Angela sesaat. "Hai Whitney, kau sudah makan?" tanya Angela kala di jam istirahat.Masih duduk di kursi, Whitney mengerutkan dahi. Karena tidak ada angin, tidak ada hujan, Angela tiba-tiba mengajaknya berbicara. "Belum, ada apa?" Whitney balik
"Pak!""Eh, iya, iya?" Karena terlalu laju, pendengaran Leo pun sedikit terganggu. Saat ini ia sedang fokus memandang ke depan, melihat sedan hitam mulai masuk ke jalan asing. Tak mau kehilangan jejak, Leo semakin mempercepat laju kendaraan. "Siapa Pak?" Sekali lagi Angela bertanya sambil menahan sakit di tangannya. Hantaman di lengan kanan atas baru terasa sekarang."Miss Hanna!"Manik hitam Angela membola, sangat terkejut bila Miss Hanna, pelaku utama, ingin bertanya, namun, ia urungkan sebab keadaan tak mendukung saat ini. Pasalnya ada mobil polisi di belakang sana mengikuti mereka. Mungkin karena batas kecepatan motor yang dikendarai tak wajar dan tidak sesuai ketentuan. Sedari tadi bunyi sirene menggema di sekitar bersamaan pula seorang polisi meminta Leo untuk menepi. Tetapi, Leo enggan menuruti. Sampai di pertigaan jalan, Leo berhasil lolos dari polisi. Kendati demikian, Angela dapat melihat di ujung sana, polisi mencari jalan lain.Angela kembali menatap ke depan, netranya m