Aji kini sudah berada di depan kamarnya. Dengan perlahan ia membuka pintu kamarnya. Tak mau ia membangunkan istrinya seperti semalam. Ckrek! Aji perlahan masuk ke dalam. Ia sangat kaget saat melihat Natasha sudah bangun tidur. Istrinya itu saat ini tengah duduk sambil membersihkan wajahnya. Sontak mendengar suara pintu kamar dibuka Natasha segera menoleh. Ia mendapati suaminya masuk ke dalam kamar. Natasha melihat mata suaminya sedikit merah. Efek tidak tidur sehabis mimpi buruk itu. "Kamu baik-baik aja, Mas?" tanya Natasha penasaran. "Aku nggak papa kok. Aku juga sudah terjaga semenjak bangun tidur," ucap Aji menjawab pertanyaan sang istri. Ia lalu menutup pintu kamar perlahan. "Kamu udah mandi?" Aji bertanya. "Sudah kok. Ini baru aja selesai." Natasha menjawab pertanyaan suaminya sambil melempar senyum. "Oh baiklah kalau begitu," kata Aji. "Kita berangkat pagi ya hari ini. Aku kebagian menjadi pembina upacara hari ini," kata Aji menambahkan. "Baik, suamiku," jawab Natasha s
Aji melihat istrinya sudah hampir selesai memakan nasi gorengnya. Aji langsung melihat ke tempat lain. Terlalu lama memandang Natasha membuat otaknya konslet. Masa iya dia nggak datang ke sekolah karena melakukan hal yang sama dengan semalam? Mau ditaruh di mana mukanya. Apalagi bagaimana cara menjelaskannya kepada Ariani? Apa iya dia harus berkata jujur. Jika dia sudah membabat habis Natasha tanpa ampun. Dan kegiatannya dilakukan di pagi hari. Sampai dirinya dan Natasha tak dapat bangun dari tempat tidur. Malas melakukan hal lainnya. Seharian berkutat di tempat tidur. Memeluk Natasha sampai sesak napas. Mau dibunuh Ariani setelahnya? Aji menelan salivanya paksa. Ia lalu menjauhkan kedua matanya dari Natasha. Dua benda milik Natasha membuat Aji lupa diri. Ataupun leher jenjang Natasha sangat menggodanya karena putih tanpa kissmarknya. Rumput tetangga memang lebih hijau, bukan? Aji lalu duduk di sebelah Natasha tanpa memandangi istrinya. "Oh, anakku baru selesai mandi? Sampai jam
Janganlah kamu bermain dengan api. Jika tidak ingin dirimu terbakar."Oh iya mari duduk dahulu. Terlalu asyik berbincang denganmu membuatku lupa mempersilakan tamuku ini duduk," ujar Pak Zainal sambil tersenyum."Ah, tidak apa-apa, Pak Zainal," ujar Aji sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal. Keduanya langsung duduk. "Sekarang jangan panggil, bapak lagi ya. Kok kesannya saya itu malah terlihat sudah tua. Kita kan hanya terpaut umur berapa tahun, Ji," ujar Pak Zainal sambil bergurau.Ia kemudian memanggil asisten pribadinya untuk mengambil makanan dan minuman yang ada di rumah dinasnya."Lha wong kita sama-sama masih muda kok. Kamu panggil 'Mas Zainal atau Mas Wali' saja," ujar Zainal sambil tertawa.Aji agak risih juga. Masa iya dia harus memanggil orang nomor satu di kotanya itu dengan sebutan demikian. Kok ya agak tidak enak didengar.Aji sangat menghormati walikotanya itu. Sudah hampir tiga tahun beliau menjabat walikota. Dan tidak pernah ada hal yang dirasakan
Aji masuk ke dalam mobilnya. Rapat dengan Zainal membuat dirinya lelah. Ia harus kembali ke sekolah. Untung saja saat dia pergi ke rumah dinas tak ada jam mengajar. Hanya tinggal pulang. Makanya ia dapat pergi dengan santai.Sepulang sekolah ternyata hari sudah malam. Aji langsung saja mandi. Tubuhnya sudah kegerahan karena banyak beraktivitas hari ini. Setelah mandi, Aji menuju ke ruang penyimpanan kopi sehabis mandi. Istrinya ternyata tak ada di rumah. Ia sedang pergi makan malam bersama Raya. Perempuan memang terkadang asyik quality time sendiri.Aji kemudian membawa cangkir kopinya ke ruang kerjanya. Ponselnya tiba-tiba bergetar. Aji menengoknya. Satu panggilan masuk dari Ariani ternyata."Halo, Sayang, gimana kabarnya?" Aji menjawab panggilan telepon itu."Huh, kamu ini gimana enggak ngabarin aku hari ini? Kamu udah nyaman sama istri kamu itu ya?" Ariani bertanya dengan menggebu-gebu.Aji menaikkan letak kaca matanya. Nampaknya kekasihnya itu sedang merindukannya. Ia lalu tertaw
Aji turun ke dapur dengan perlahan. Ia tak mau membangunkan siapa pun malam ini. Rasanya tidak enak hati mengganggu orang yang sudah tidur.Saat sudah tiba, Aji mengambil mie instan goreng dari dalam lemari. Air kemudian didihkan. Masak mie instan lebih cepat ketimbang masak lainnya.Ia pun duduk di kursi sambil menunggu mienya matang. Aji merasa kepalanya mulai pusing. Asam lambungnya mungkin sudah naik. Jika tidak segera makan bisa-bisa dia pingsan di tempatnya.Agak memusingkan memang memiliki sakit sepertinya. Hal itu diakibatkan dia jarang makan tepat waktu dan kurang istirahat. Mau istirahat bagaimana, mimpi buruk itu selalu datang.Aji berniat mengambil piring. Namun, piring dalam genggamannya hampir terjatuh. Ia berusaha untuk tetap pada posisinya. Meskipun tangannya bergetar. Ia sudah sangat terlambat untuk makan.Aji mencium aroma mie di hadapannya malah ingin muntah. Perutnya terasa sangat mual saat ini. Namun, ia tak bisa untuk muntah. Sungguh perasaannya campur aduk.Ingi
Perlahan Aji membuka kedua matanya. Rasanya masih pengar sekali. Aji lalu menyadari bahwa tubuhnya terjatuh dari atas sofa saat pingsan.Ia lalu bangun dari posisinya. Dibenarkannya letak kaca matanya. Aji masih merasa perutnya sedikit mual, tapi sudah tidak terlalu ingin muntah seperti semalam.Ia melirik sedikit ke arah Natasha. Istrinya masih belum bangun. Ia bersyukur. Aji kemudian melihat ke arah jam weker yang bertengger di atas meja nakas. "Sudah mau pagi rupanya," ujarnya saat melihat jam sudah berada di angka 04.00.Aji pun bersiap untuk pergi ke ruang kerjanya lagi. Ia harus menyelesaikan beberapa dokumen dan juga kegiatan untuk agustusan nanti.Ia pun berjalan sambil menahan berat tubuhnya. Masih terasa pusing juga karena asam lambungnya naik. Tenggorokannya kini terasa kering.Setidaknya dia harus minum sedikit air dan minum obatnya lagi. Dia tak mungkin sakit, padahal kegiatan masih belum selesai dikerjakan. Baru saja akan di mulai malahan.Sesampainya di ruang kerjanya,
Rapat di mulai dengan aman terkendali. Aji yang ditunjuk lagi menjadi ketua pelaksananya tampil percaya diri. Ia memperkenalkan semua konsep-konsep yang sudah dibuat semalaman. Dan sudah dikonsultasikan dengan walikota.Rasanya sedikit deg-degan juga saat presentasi. Mengingat semua pesertanya bukan orang sembarangan. Beberapa kepala sekolah, guru-guru, hingga orang-orang yang berada di dinas pendidikan ikut hadir.Meskipun ia sering mengisi kegiatan-kegiatan serupa, rasanya tetap tak berubah. Aji berusaha berbicara seformal dan sopan mungkin. Penjelasanya dibuat agar semua peserta yang hadir mengerti.Rencana-rencana kegiatan itu sudah sering dilakukan selama hampir tiga tahun ini. Aji tidak pernah mengubah konsepnya. Ia hanya menambahkan sedikit kegiatan lain sebagai variasinya. Menurutnya kegiatan yang sama setiap tahun akan nampak monoton dan membosankan. Apalagi untuk kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak muda. Pasti pesertanya akan sedikit jika monoton. Makanya Aji berusaha me
Ariani dan Aji pun makan terlebih dahulu di tempat langganan mereka di mall itu. Dengan menggelendot manja di lengan Aji, keduanya menyusuri mall mencari tempat makan itu. Setelahnya kedua berjalan bergandengan menyusuri tiap lantai mall."Mau nonton film nggak, Yang?" Ariani bertanya kepada sang kekasih."Boleh. Terserah kamu," jawab Aji pendek. Ia merasa mulai lelah dengan perjalanan tambahannya itu. Namun, ia juga merasa senang dengan apa yang dilakukan.Ariani pun mengangguk. Ia lalu menggeret Aji menuju loket biskop. Matanya sibuk menerawang untuk mencari film bagus. Ada banyak film romantis ternyata di minggu ini. Selain itu juga film horor yang mulai naik daun berjejer di sana."Nonton film horor ya?" Ariani bertanya. Aji mengangguk.Setelah Aji membayar, keduanya langsung masuk ke teater. Aji hanya mengiyakan permintaan Ariani. Padahal kekasihnya itu ketakutan jika melihat film horor.Benar saja, sepanjang film diputar Ariani hanya bersembunyi di balik dada bidang Aji. Ia keta