Dua minggu berlalu dengan damai. Marcel dan penghuni perumahan lain berhasil melakoni kehidupan baru mereka dengan jadwal yang sudah ditentukan pusat.Para tetangga menerima kehadiran mereka tanpa pertanyaan sama sekali, sehingga satu sama lain tidak saling mengusik atau terusik jika Marcel selalu pergi dengan sopir Aldi dan dua orang lainnya setiap hari.“Aku heran anggota keluarga Delvino belum ada yang menyadari apa yang kita lakukan,” komentar Marcel ketika mobil yang dikemudikan sopir Aldi melaju ke arah kantor Herman. “Menurut saya ini terlalu mencurigakan.”Sopir Aldi yang bernama Diko masih fokus mengemudi dan tidak segera menjawab.“Justru bagus kalau seperti ini, Pak.” Diko menyahut setelah terdiam beberapa saat. “Proses perpindahan lab Anda ke tempat Pak Aldi jadi lebih mudah.”Marcel terdiam sebentar sambil berpikir.“Tapi bisa juga ini jebakan tidak langsung,” komentarnya mawas diri. “Saya harus tetap hati-hati, termasuk dengan orang asing yang kita temui.”“Saya sependapa
Beberapa hari menempati lab baru ....“Tidak bisa begitu, Pak.” Diko membantah. “Bos saya sudah mengambil alih kepemilikan lahan ini ....”“Mana surat-suratnya kalau begitu?” tanya Ronnie dengan nada seperti penagih utang.“Soal surat, itu urusan bos saya.” Diko tetap pada pendiriannya.“Kalau kamu tidak bisa menunjukkan suratnya, kami akan ambil alih lahan ini!” ancam Ronnie sambil menarik kerah kemeja Diko. “Kamu tahu siapa aku? Aku anak Herman Delvino, seharusnya kamu kenal nama itu!”Diko terhuyung ke belakang ketika Ronnie mendorongnya keras.“Kalau begitu bisa Anda tunjukkan surat kepemilikan dari keluarga Delvino, Pak?” kata diko sambil merapikan bagian depan kemejanya.“Apa?”“Bukankan tadi Anda bilang kalau tidak ada surat, itu berarti kepemilikan bisa atas nama siapa saja?” balas Diko cerdik.Tampang Ronnie sontak berubah merah padam ketika mendengar ucapan Diko. Dia lantas menoleh ke arah anak-anak buahnya yang masih berdiri siaga dan berteriak, “Ratakan tempat ini dengan t
“Kamu ...” Seorang penjaga mengamati wajah Marcel yang sedikit tersembunyi di balik rambut hitam legamnya yang berantakan. “Seperti yang ada di sana tadi ....”Sebelum penjaga itu sempat mengenalinya, Marcel berbalik dan langsung menarik Venya untuk berlari kembali. Dia tabrak satu-dua orang yang berniat menghadang perjalanannya.“Ve, aku butuh bantuan kamu!” seru Marcel keras-keras.“Kamu yakin, Cel?” Venya balas berseru. “Aku mana bisa berkelahi, Cel!”“Kamu hanya perlu mendengarkan instruksi aku!” timpal Marcel. “Dan melakukannya tanpa banyak bertanya!”Venya mau tak mau menganggukkan kepalanya.“Yang penting aku bisa pulang dan bertemu ayahku!” seru Venya nyaris putus asa. “Aku datang ke sini untuk melanjutkan penelitian, tapi kenapa jadi seperti ini!”Marcel menganggukkan kepala, dia menghentikan larinya dan mengangkat pinggang Venya hingga kedua kaki jenjangnya terangkat dari tanah.“Astaga, Marcel!” seru Venya terkejut.“Maaf kalau aku tidak sopan! Tapi tolong angkat kaki kamu
“Bagaimana masalah perceraian suami kamu?” tanya Miko kepada Shirley yang duduk di sampingnya.Ketika itu mereka berdua sedang berada di dalam mobil dan sesekali bercumbu tanpa memedulikan tempat dan status.“Tidak tahu, katanya dia mau tetap cerai sama aku.” Shirley menjawab ringan. “Siapa peduli sih, Marcel itu tidak pernah dianggap ada—kecuali sama pembantu rumahku.”Miko terkekeh.“Lagian mau-maunya menikah sama pria yang tidak punya pekerjaan bagus,” komentarnya mengejek. “Menikah itu sama pria mapan, setidaknya yang bisa memuaskan kamu dalam segala hal ....”Shirley tergelitik ketika ujung hidung Miko menyentuh telinganya.“Itu hanya pernikahan penebus utang,” bantah Shirley ketika Miko menjauh. “Kita lihat saja bagaimana, aku nggak yakin kalau Marcel punya cukup uang untuk mengurus perceraian kami ... Dia pikir bercerai itu tidak butuh biaya?”Miko menggenggam tangan Shirley sambil berkata, “Sampai sekarang dia tidak maju-maju karena apa? Karena tidak ada uang!”“Memang,” anggu
Aldi membagi tim menjadi dua bagian setelah Marcel menerima telepon dari lab.“Pak, saya ikut ke rumah keluarga itu saja.” Marcel menawarkan diri saat Aldi menempatkannya di tim kedua sebagai tim pencari.“Sebentar,” cegah Aldi sambil memandang Marcel dengan sangat tegas. “Kita belum tahu apakah ini jebakan dari keluarga Delvino atau bukan, Pak Marcel. Jadi biarkan saya yang suruh orang untuk berkunjung ke sana.”Marcel belum sempat mendebat karena saat itu Diko datang ke tengah-tengah mereka.“Pak, semua tim sudah siap.” diko melapor.“Kita pergi sekarang,” kata Aldi, kemudian menoleh memandang Venya. “Anda sebaiknya tetap di lab saja ...”“Tapi ... saya berutang banyak kepada Anda dan Pak Marcel, saya juga ingin membantu,” sergah Venya sambil menatap ke arah Aldi, membuatnya tidak kuasa untuk membantah permintaannya.“Biar saya yang menyetir,” kata Diko sambil meraih kunci mobil Aldi. “Anda masih kelihatan mengantuk, tidurlah sebentar sementara saya menyetir ...”“Mana bisa?” sahut
Selanjutnya pria yang belum Ronnie ketahui siapa namanya itu sibuk meracik sesuatu tidak jauh dari tempatnya berada.“Sabar ya, Delvino? Aku sedang membuat formula yang bisa memulihkan stamina tubuhmu sepenuhnya,” racau pria itu sendiri.Siapa saja tolong selamatkan aku, batin Ronnie dalam hatinya.“Aku selalu benci dengan para pemuda yang suka merusak tubuh mereka sendiri, entah itu merokok, pakai obat-obatan tertentu ...” Si pria meluapkan kekesalannya sambil menuang sesuatu ke dalam pipet. “Ah ya, kamu pasti belum tahu siapa aku ... Panggil saja aku Profesor Rudolf.”Tentu saja Ronnie tidak menyambut perkenalan mereka yang luar biasa ini.Kakak ipar Marcel hanya bisa pasrah, dia berharap bahwa pria tua itu akan melepaskannya setelah membuatkan formula untuk pemulihan tubuhnya tanpa syarat.Meskipun kelihatannya mustahil, karena Profesor Rudolf tampak terobsesi dengan fisik yang dimiliki Ronnie.“Jadi begitu,” gumam Profesor Rudolf sambil menghadap Ronnie. “Maaf sekali, untuk sement
“Kita di sini sudah jadi satu tim,” kata Marcel tegas. “Apa yang terjadi di dalam lab, itu sama saja dengan mengganggu tim ini.”Diko tidak tahu harus mengatakan apa lagi.Beberapa pekan berlalu ....Kedatangan anak buah Ronnie yang baru pulang perawatan dari rumah sakit disambut dengan pengawalan ketat dari orang-orang suruhan Aldi.Anak buah itu sendiri sudah disiapkan ruangan khusus dengan pengawasan super ketat supaya dia tidak bisa kabur atau menjalin komunikasi dengan orang-orang sekitarnya.“Kamu harus tetap sadar, Gio.” Aldi duduk di depan pembaringan anak buah Ronnie. “Saya ikut sedih atas kejadian yang menimpa kamu ...”“Terima kasih, tapi saya rasa itu tidak perlu!” sahut Gio sambil memandang Aldi dengan tatapan permusuhan. “Bos saya akan menuntut balas kepada Anda, karena ada sudah berani mengurung saya di tempat ini ...”“Saya ini menyelamatkan nyawa kamu, kamu tidak ingat?” tanya Aldi datar, ditatapnya salah satu anak buah Ronnie itu dengan penuh perhitungan.Gip tidak m
Marcel memandang seluruh rekannya bergantian setelah mereka dengan susah payah berhasil mendapatkan izin dari Aldi untuk maju mencari keberadaan Ronnie.“Kita tidak bisa membawa semua rekan untuk ikut ke sana,” katanya kepada Ivan. “Sebagian harus tetap di sini untuk mengawasi anak buah Ronnie yang kita sandra.”Diko dan Ivan mendengarkan ucapan Marcel dengan wajah serius.“Memangnya Ronnie itu orang yang seperti apa, kira-kira?” tanya Diko ingin tahu. “Apa kita harus benar-benar membawa penjaga khusus?”“Ronnie itu adalah anak dari Herman Delvino,” jawab Marcel lambat-lambat. “Tujuan awal kita hanya untuk mengetahui apa yang diinginkan keluarga Delvino. Selain itu kita juga harus mencari keberadaan Ronnie untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada kita.”Marcel sengaja menyisipkan satu pucuk senjata api kecil di pinggangnya.“Penyadapan tidak akan bisa berfungsi di sana,” kata Marcel lagi. “Kita akan diperiksa sampai beberapa kali, bahkan ponsel kita juga akan ditahan sesuai pr