"Aku tak memberikan harapan tinggi. Aku hanya menilai dengan apa yang aku lihat," balas Austin. "Apakah kau sangat yakin?" tanya Lea antusias. Austin menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Lea. Lea merasa yakin karena Austin sendiri yang meyakinkannya. Entah kepercayaan dari mana hingga Lea mempercayai Austin sepunuhnya. Sedangkan Kenny, ia menatap heran pada suami yang ia anggap tak bisa melakukan apapun. 'Mengapa ia sangat yakin sekali? Tapi apa yang ia katakan adalah sebuah kebenaran. Kualitas RL sangat bagus pasti bisa menembus pasar di Madripoor City, Dia nampak berbeda dari biasanya, terlihat lebih pintar dari yang aku duga,' ucap Kenny dalam hati. "Baiklah, aku ingin mengambil resiko besar untuk itu. Tapi aku mohon bantuan Thomson Company untuk itu, aku tak memiliki banyak modal yang bisa dikeluarkan untuk membangun cabang baru," ucap Lea. "Tak masalah. Jangan pikirkan masalah modal. Aku siap membantumu meski harus menggunakan uang pribadiku," balas Kenny. "Terima kasih.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Austin saat melihat Lea memegangi dadanya. "Y-ya ... aku baik-baik saja," balas Lea tergugup. Entah apa yang Lea rasakan saat berada di atas tubuh Austin. Ia merasa ada yang salah pada dirinya, terlihat salah tingkah saat melihat pria di hadapannya. "Baiklah ... kalau begitu aku pulang dulu, kau bisa kirimkan berkas melalu emailku." Austin keluar meninggalkan Lea yang masih mematung di tempatnya. 'Kenapa dia terlihat sangat aneh?' batin Austin. Austin keluar dengan beberapa paper bag di tangannya, ia tersenyum saat melihat isi paper bag yang dibawa. Sudah lama ia tak berkutat dengan berkas seperti dulu saat masih berada di kediaman Jacob. Ia membelah jalan raya dengan mobilnya, kali ini ia tak pulang ke rumah, melainkan bersantai di tepi danau. Musim salju sudah tiada, hanya ada kesejukan yang ia rasakan. Banyak juga pengunjung yang sedang berada di tepi danau untuk menikmati pemandangan yang indah. Tak hanya itu, Austin pun melihat begitu banyak pa
"Sebenarnya aku bukan orang desa, Nek. Aku berasal dari Madripoor city, keluargaku membuangku dan berniat membunuhku," balas Austin dengan wajah menunduk, ia menahan kesedihan itu, berusaha tegar untuk menceritakannya. Nyonya Thomson terkejut dengan apa yang ia dengar, meski begitu ia berusaha menenangkan Austin yang tubuhnya sudah bergetar. "Tak usah bersedih, jika mereka membuangmu, masih ada keluarga Thomson yang akan menerimamu," ucap Nyonya Thomson sambil memeluk Austin. "Tapi aku takut mereka menemukanku." "Siapa sebenarnya keluargamu? Apakah aku mengenalnya? Dan mengapa mereka ingin membunuhmu?" tanya Nyonya Thomson penasaran. "Apakah kau akan membuangku juga jika aku memberitahu siapa keluargaku?" "Tentu tidak, aku pun janji akan menjaga rahasia ini untuk melindungimu. Meski kita baru bertemu, entah kenapa aku merasa sangat menyayangimu, seperti aku menyanyangi cucuku sendiri." Nyonya Thomson meyakinkan Austin, Austin melihat kesungguhan di wajah tua Nyonya Thomson. Aus
"Apakah kau menjadi pelayan sekarang?" tanya Mandie adik Julie. Kabar kepindahan Julie dan Kenny ke kediaman utama Thomson sudah sampai ke telinga para saudaranya. Mereka tak terima hanya Julie saja yang menerima fasilitas mewah keluarga Thomson, mereka pun ingin tinggal di kediaman Thomson dan menguasainya. Austin tak menjawab, ia hanya terdiam. Jika ia menjawab pun pasti akan ada hinaan lainnya lagi, dan ia tak menginginkan itu. Sedangkan Mandie merasa kesal karena Austin tak menjawab semua pertanyaannya, ia menatap kesal pada Austin hingga menendang kaki Austin untuk menyalurkan kekesalannya. "Kenapa kau diam saja? Apakah kau bisu?" tanya Mandie kesal. Austin menutup mata, berusaha menahan amarah dalam diri. "Aku tak tahu, mungkin Mommy sedang tidur di kamarnya," balas Austin datar. "Menantu tak berguna sepertimu memang pantas melakukan pekerjaan rendahan ini, lain kali bersihkan juga rumahku," hina Mandie sambil tertawa. Mandie berjalan menuju kamar Julie, ia memasuki seluruh
"Apa yang ingin Nyonya beritahu?" tanya Wilson penasaran. "Aku hanya ingin memberitahu jika Kenny sudah menikah, mungkin kau belum mengetahui pernikahannya," balas Nyonya Thomson. Wilson terkejut mendengar kenyataan yang dapat membuatnya patah hati, kesedihan tak terelakan lagi. Ia merasa putus asa dengan kabar yang ia dengar dari mulut Nyonya Thomson. Bahkan Nyonya Thomson sudah melarangnya untuk mendekati Kenny. Wilson tak menerima kekalahan, ia mengepalkan tangan merasa kesal dengan kekalahan yang baru saja hadir di dalam hidupnya. Ia hanya menginginkan Kenny untuk dirinya sendiri. "Siapa pria beruntung itu?" tanya Wilson dengan senyum paksa. "Kau tak perlu tahu siapa, dia hanya pria biasa dari desa," balas Nyonya Thomson. "Pria dari desa menikahi Kenny? Apakah kalian tak memiliki selera yang lebih tinggi untuk mencari pasangan Kenny?" Wilson lebih terkejut saat ia dikalahkan dengan pria desa. "Apakah harta dan tahta begitu penting buat kami? Kami tak menginginkan menantu ka
"Tak usah kau pikirkan, aku yakin sekali dengan kebaikan hati Austin, aku yakin Kenny tak mungkin meninggalkannya. Suatu saat nanti pasti akan ada cinta di antara mereka," balas Tuan Thomson. Mereka semua pergi bersama-sama. Rombongan mobil membelah jalan raya dengan kecepatan sedang, tak ada yang berani mengahalangi jalan rombongan keluarga Thomson yang sangat terkenal dengan kebaikannya. Semua menaruh hormat pada keluarga itu karena keluarga Thomson sangat membantu prekonomian negara mereka. Belum lagi bantuan keluarga Thomson untuk keluarga yang kurang mampu, juga pendirian panti asuhan untuk menghidupi anak-anak jalanan yang tak memiliki Orangtua. Sepanjang perjalanan Kenny dan Austin terdiam, tak ada percakapan dalam perjalanan mereka. Hingga Austin mencoba untuk memecah keheningan itu dengan sebuah perkataan yang mampu membuat Kenny merasa kesal. "Maaf jika pernikahan ini membebanimu, jika kau ingin mengakhiri pernikahan ini aku tak masalah. Jangan buat hidupmu terkurung karen
"Kenny!...." Austin berteriak lalu melepas jasnya dan berenang menolong Kenny yang sudah terjatuh ke dalam kolam renang. Sepatu pun tak sempat ia lepas karena rasa panik itu, rupanya Kenny tak pandai berenang, hingga berulang kali tubuhnya tenggelam ke dalam air. Para anggota keluarga yang melihat tak ada yang membantu, mereka bahagia melihat kesulitan yang dialami Kenny. Bahkan tak sedikit dari mereka yang tersenyum, mengharap kematian Kenny. Dengan kemampuan renang yang dimiliki, Austin mampu menggapai Kenny dengan mudah. Para anggota keluarga mendekat menggerubungi mereka, Austin merebahkan tubuh Kenny agar memudahkannya mengatur napas dan mengambil kesadarannya. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Austin saat Kenny mendapatkan kesadarannya. Kenny mengangguk, ia meminta Austin untuk membawanya ke kamar hotel. Austin sadar jika ada seseorang yang sengaja mencekal langkah Kenny hingga terjatuh ke dalam Air, ia melihat kaki itu menghalangi langkah Kenny. Tapi ia tak melihat siapa waj
"Mengapa kau berhenti begitu saja?" tanya Kenny dengan wajah memerah. Sang supir tak sengaja menghentikan laju mobil secara mendadak, hingga mereka tak sengaja bersentuh bibir. Austin tak menyangka ia bisa menyentuh bibir itu dengan bibrnya, rasa canggung menyelimuti hati mereka. Keduanya terdiam melempar pandangan ke luar jendela. "Maaf Nyonya, tadi ada hewan yang melintas," balas sang supir sambil melajukan lagi kendaraannya. "Sudahlah, lebih cepat lagi agar cepat sampai ke rumah, rasanya gerah sekali di sini," balas Kenny sambil mengibas-ngibaskan tangan ke wajahnya. Austin mendengar perkataan Kenny, ia tersenyum sambil menyentuh bibirnya. Meski hanya sekilas, tapi sentuhan itu sangat membekas di hati. Austin terus tersenyum, meski tak bertemu pandang pada wajah Kenny yang masih memerah. Begitu sampai di rumah, Kenny langsung turun, mendahului Austin tanpa menunggu supir membukakan pintu untuknya. "Apakah dia sedang merasa malu? Atau ia sedang marah padaku?" gumam Austin pada