"Tentu saja aku ingat, maaf aku pulang larut malam seperti ini, aku tak tega meninggalkan Aurel dalam keadaan seperti itu," balas Austin. "Aku tak perduli mau kau bersamanya terus atau tidak. Aku hanya minta satu hal, jangan sampai Aurel memanggilmu dengan sebutan itu di depan umum. Aku tak ingin ada pemberitaan yang dapat menyulitkanku juga keluargaku. Harusnya kau paham itu," ucap Kenny tanpa menatap Austin, ia masih sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya. "Baiklah, maafkan aku. Aku akan lebih berhati-hati," balas Austin. Setelah menyelesaikan perkataannya, Austin masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Dibawah guyuran shower Austin memikirkan sikap Kenny yang terkesan dingin kepadanya. "Sekilas terlihat seperti cemburu, tapi aku juga melihat sikap acuhnya. Apakah akan ada cinta di dalam pernikahan ini?" gumam Austin. Austin menyelesaikan ritual mandinya, lalu keluar. Ia merebahkan diri di lantai beralaskan selimut yang sudah disiapkan Kenny un
"Tentu saja tidak, aku ingin menitipkan Aurel bersamamu. Kami tak mungkin membawa Aurel ke Madripoor," balas Lea. Kenny membolakan mata saat mendengar perkataan sahabatnya, ia pikir Lea akan menitipkan putrinya pada salah satu kerabat atau pengasuh yang ada di rumahnya. Sontak Kenny mengalihkan pandangannya, menatap Austin, menunggu jawaban apa yang akan keluar dari mulutnya. Tak berbeda jauh dengan Kenny, Austin pun terkejut dengan permintaan Lea. Austin merasa bingung, belum lagi tatapan Tuan dan Nyonya Thomson yang mengarah padanya. "Apakah kau bersedia menjaga Aurel? Aku akan sangat tenang jika Aurel berada bersamamu," tanya Lea. "Mengapa kau tak menitipkan Aurel pada kerabatmu yang lain?" balas Austin dengan pertanyaan. "Aku tak mempercayai mereka, aku takut mereka mencelakai Aurel saat aku tak ada," balas Lea dengan nada sedih. Austin masih terdiam, ia menatap Kenny meminta persetujuannya. Mau bagaimana pun persetujuan Kenny adalah yang utama. Rupanya Lea melihat arah pand
"Semakin hari cara bicaramu semakin tak berpendidikan! Menyesal aku mengizinkanmu tinggal di sini!" kesal Nyonya Thomson. "Kau pergilah, tak usah dengarkan ucapannya," sambung Nyonya Thomson. "Tunggu! Kau belum menjawab pertanyaanku, siapa anak ini? Apakah benar anak ini adalah anakmu sebelum menikahi Kenny?!" tanya Julie sambil membentak. Austin mengembuskan napas kasar, ia ingin menjawab pertanyaan Julie, tapi sudah dijawab lebih dulu oleh Nyonya Thomson. "Apakah kau bodoh? Apakah kau tak mengenali siapa anak kecil ini? Sangat jelas sekali kalau dia adalah Aurel anak Lea, kenapa kau masih bertanya?" balas Nyonya Thomson. Julie memfokuskan pandangannya, menatap lekat wajah mungil Aurel yang ada di gendongan Austin. "Pantas saja aku merasa pernah melihatnya, tapi mengapa dia bersamamu dan memanggil Daddy? Apakah kau selingkuhan Lea dan ini anak kalian?" tuduh Julie. "Tak ada gunanya meneruskan pembicaraan denganmu, kau pergilah, jangan dengarkan perkataannya," balas Nyonya Thomson
"Jangan pernah kau sentuh dia!" bentak Austin. Austin mencengkeram lengan Wilson yang sedang menahan lengan Kenny. Kekuatannya keluar membuat lengan Wilson terbakar dan mengeluarkan darah, hingga Wilson memberontak lalu melepaskan lengan Kenny. Pandangan mengerikan itu disaksikan oleh Kenny, wajah takut memandang pria bermasker yang ada di sebelahnya. Kenny memundurkan langkah sambil menutup mulut dengan kedua tangannya. "S-siapa kau?!" tanya Wilson. Para pengawal yang ada di belakangnya maju hendak menolong Wilson, melihat pergerakan itu membuat Austin mengencangkan cenkeramannya hingga percikan api keluar di antara cengkeraman itu. "Jangan pernah berani melawanku atau kau akan binasa seperti keluargamu yang lain! Dan juga jangan pernah berani mendekati wanita itu lagi!" ancam Austin. Kenny merasa kasihan dengan Wilson yang sudah mengeluarkan begitu banyak darah dan keringat di dahinya. Hingga Kenny memberanikan diiri menyentuh lengan pria tak dikenal itu untuk menghentikan aks
"Aku mengajaknya ketaman yang indah, taman penuh bunga," timpal Austin menghentikan ucapan Aurel."Aku pikir ke mana," balas Lea.Kenny masuk ke dalam kamar tanpa mendengarkan celotehan mereka, hingga Austin merasa heran dengan keterdiaman Kenny. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya bahkan untuk menyapa pun tidak. Aurel dan Lea pulang ke rumah setelah lama mengobrol dengan Nyonya Thomson. Ada rasa enggan dalam diri Aurel saat meninggalkan Austin, terlihat kesedihan di wajah hingga Austin tak tega melihatnya dan langsung menggendongnya."Kenapa kau sedih seperti itu?" tanya Austin."Aku tak ingin berpisah denganmu, Dad," balas Aurel.Austin tersenyum, lalu mencium pipi gembUl gadis kecil yang ada di gendongannya. "Kita masih bisa bertemu kapan pun, kau bisa ke sini kapan pun kau inginkan," ucap Austin sambil menatap wajah Aurel."Sungguhkah, Dad? Aku boleh ke sini kapan pun aku mau?" tanya Aurel tak percaya."Tentu saja, Nenek buyut juga tak akan keberatan menerimamu di
"Kenapa kau melamun seperti itu? Apakah ada hal buruk yang terjadi?" tanya Austin saat melihat Kenny hanya terdiam di tempat tidurnya. "Bukan urusanmu," balas Kenny acuh. Senyum pahit terukir di wajah Austin saat mendapat jawaban dari Kenny, ia hanya mengkhawatirkan Kenny saja tak ada niat lain. Tapi Kenny rupanya masih tenggelam dalam pikirannya, ia masih membayangkan kejadian ngeri saat di restoran Madripoor city kemarin. Bayangan tangan yang mengeluarkan api terlukis jelas di memorinya seperti kaset film yang sedang berputar. Austin melangkahkan kaki menuju balkon, meninggalkan Kenny dengan segala pemikirannya. Tapi langkahnya terhenti saat Kenny membuka suara menanyakan hal yang membuatnya terkejut. "Apakah kau percaya jika ada manusia yang bisa mengeluarkan api dari tangannya?" tanya Kenny. Austin terdiam, terpaku tak menoleh ke arah istrinya. Ia mengumpulkan keberanian untuk menoleh meski ragu menatap wajah Kenny. Perlahan ia membuka suara menjawab pertanyaan Kenny. "M-mu
"Berengsek! Rupanya mereka sudah mulai mengincar kediaman ini," kesal Austin."Siapa yang kau maksud?" tanya Nyonya Thomson dengan tubuh bergetar. Rasa takut mendominan di dalam diri, Nyonya Thomson terus merangkul lengan Austin dan menundukkan pandangannya. Para pengawal keluarga Thomson mendengar tembakan itu hingga mereka berlari menuju taman belakang. Dengan gerakan cepat Austin mengambil senapan api yang ada di tangan pengawal, dan mengarahkan tembakannya kepada dua pengawal Robert yang masih bersembunyi di balik pohon."Sialan! Pria itu tak menoleh sedikit pun, kalau begini bagaimana kit-" rutuk pengawal Robert.Dorr... Dorr...Dua tembakan tepat mengenai bagian dada pengawal itu, hingga mereka tumbang di tempat tanpa sempat membalas serangan itu. Kemampuan Austin dalam menggunakan senjata api sudah tak diragukan lagi. Ia selalu mendapatkan pelatihan dari guru terbaik yang diberikan oleh sang Kakek."Siapa mereka, Nak?" tanya Nyonya Thomson lagi tanpa melepaskan lengan Austin.
"Lea, bisakah kau datang ke rumah? Kita akan bicara pada Kakek mengenai keamanan untuk cabang RL di Madripoor.""Baiklah, aku akan segera ke sana, tapi apakah aku boleh mengajak Aurel? Ia sangat ingin bertemu dengan Austin," balas Lea di seberang telpon."Terserah kau saja asalkan anakmu tak mengganggu pekerjaan kita," balas Kenny.Kenny menelpon sambil terus berjalan menuju mobilnya, hingga Austin lebih dulu keluar agar tak ketahuan oleh Kenny jika ia mengikutinya. Kenny mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang, meski pengawal Robert terus membuntutinya, tapi mereka tak melakukan hal yang dapat membahayakan Kenny."Beruntung mereka tak membahayakan Kenny, sepertinya mereka mencari pria yang sudah melukai Wilson," gumam Austin.Kenny dan Austin pulang dengan selamat, ia masuk melalui pintu belakang dan duduk dengan santai di ruang keluarga. Austin tersenyum melihat kedatangan Kenny, hingga Kenny merasakan keanehan dari senyum yang diberikan Austin."Kenapa kau tersenyum seperti itu?