"Tidak, Tuan. Pria itu tak mengeluarkan api, hanya saja kemampuan menembaknya sangat luar biasa," balas salah satu anggota Lois.Lois tersenyum saat mendengar jawaban dari bawahannya, tubuh yang sedari tadi bergetar kembali normal. Ketakutannya sirna sudah karena ia pikir pria itu bukanlah pria yang selama ini ia kenal. "Syukurlah kalau begitu, mungkin tanda api itu adalah tato biasa," gumam Lois.Robert melihat kegelisahan di wajah Lois, hingga ia mengerutkan kening merasa heran dengan apa yang ditakutkan oleh Lois. Pasalnya Lois yang ia kenal adalah pria yang tak memiliki rasa takut dalam menghadapi lawannya. Berbeda dengan saat ini, Robert melihat tubuh bergetar itu."Kenapa kau terlihat cemas saat mengetahui ada pria dengan tato api di lehernya?" tanya Robert penasaran."Tak apa, aku pikir ia kenalanku," balas Lois tanpa menjelaskan kebenarannya.Sementara di Sanla, rombongan Austin dan juga Peter sudah tiba. Austin yang masih menyamar langsung mengambil alih musuh yang ada di ge
"Maav, Kek. Aku tak bisa menerima saham ini," ucap Austin sambil mengembalikan berkas pengalihan saham yang ada di tangannya."Bagaimana aku harus mengatakan pada Clark jika kau menolaknya? Dia sangat bersikeras memintaku memberikan saham ini untukmu," balas Tuan Thomson."Katakan saja, aku yang menolaknya Kek. Jika Tuan Arthur masih bersikeras juga maka aku yang akan menemuinya."Tuan Thomson menghela napas kekecewaan saat mendengar penolakan Austin. Ia menyimpan kembali berkas itu di dalam brangkas. Sedangkan Austin pamit keluar untuk membantu Tuan Jack dan Peter di Sanla.Mobil membelah jalan raya dengan kecepatan penuh, pikirannya penuh akan pertanyaan tentang apa yang Tuan Arthur berikan padanya. "Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang dengan mudahnya memberikan saham pada orang tak dikenal, atau mungkin hartanya sudah banyak jadi tak menginginkan saham itu?" gumam Austin.Tak berselang lama ia tiba di Sanla dan langsung membantu rekannya
"Aku mau kau menerima saham yang sudah diberikan Thomson, aku tak membutuhkan saham itu, dan juga aku mengharapkan kehadiranmmu besok di kediamanku," pinta Tuan Thomson.Ada sedikit kelegaan di dalam diri saat mengetahui syarat yang tak begitu memberatkan. Ia hanya perlu menerima saham Thomson dan mempersiapkan diri untuk menerima protes dari para anggota keluarga yang lainnya. Tapi Austin juga merasa penasaran dengan permintaan kedua Tuan Arthur, pria tua gagah yang baru saja dikenalnya ini memintanya untuk bertemu. Austin terdiam sejenak memikirkan kemungkinan buruk yang akan ia dapatkan saat menemui Tuan Arthur di kediamannya."M-maaf Tuan, kalau boleh tahu, untuk apa kau menyuruhku ke kediamanmu?" tanya Austin mengungkapkan rasa penasarannya.Tuan Arthur tersenyum, lalu menepuk pundak Austin. "Kau datang saja, aku tak akan mencelakaimu.""Tapi apakah kau sungguh bisa mendapatkan pendonor untuk adik Peter dalam waktu dekat?" tanya Austin memastikan.Prihal mendapatkan pendonor buk
"Mungkinkah dia sudah mau menerimaku menjadi suaminya?" gumam Austin.Austin melangkah dengan fokus yang terbelah, hingga tubuhnya menabrak dinding yang ada di sebelah pintu. Sontak ia memegangi keningnya dan Kenny tertawa. Tawa itu lagi-lagi menghipnotisnya, Austin membalikkan pandangannya ingin melihat tawa yang baru saja Kenny keluarkan karena kecerobohannya."M-maaf, aku tak bermaksud mentertawaimu. Hanya saja kau lucu sekali," ucap Kenny begitu pandangan keduanya bertemu.Austin menganggukkan kepalanya dengan kaku, lalu masuk ke dalam kamar mandi dengan kedua pipi yang merona.Setak jantung semakin tak menentu, ia merasakan perasaan bahagia yang tak pernah sekalipun ia rasakan sebelumnya. Bibir itu selalu tersenyum meski air shower mengguyur tubuhnya."Aku jadi semakin takut kehilangan kebahagiaan ini," gumam Austin.Begitu selesai, ia langsung keluar dan merebahkan tubuh di sofa dengan memunggungi Kenny. 'Mengapa ia tiak tidur di ruang kerjanya? Sangat bebeda sekali seperti ma
"Ikutlah denganku," balas Tuan Arthur.Tuan Arthur merangkul pundak Austin dan membawanya ke ruang kerja. Tak ada satu pun pengawal di dalam ruangan itu, hanya ada mereka berdua. Austin merasa bingung dengan sikap Tuan Arthur yang menurutnya tak biasa. Ia terus memandang sekitar dan terkejut saat melihat foto yang sangat mirip dengan sang Ibu ada di meja kerja Tuan Arthur.Hati menuntun pergerakan kaki, melangkah menuju meja itu. Tangannya terulur dengan ragu mengambil bingkai foto berukuran kecil. Meski di dalam foto itu adalah foto gadis kecil, tetapi wajah itu mengingatkannya dengan senyuman sang Ibu."Mengapa kau menyentuh foto itu? Apakah kau mengingat seseorang saat melihat wajah itu?" tanya Tuan Arthur."Ya, Tuan. Wajah gadis kecil ini sangat mirip dengan ibuku, dulu Ibu pernah menunjukkan foto masa kecilnya saat masih tinggal di desa bersama dengan Kakek dan Nenek," balas Austin."Tak salah lagi, kau adalah anak Ava, keturunan murni keluarga Arthur."Austin langsung menolehkan
"Kenapa kau ingin statusmu dirahasiakan? Harusnya kau berbangga diri bisa menjadi ahli waris Arthur Grup," tanya Tuan Arthur pada cucunya."Bukannya aku tak bersyukur dengan apa yang akan aku dapatkan, aku tak bisa menjelaskan tujuanku padamu, aku mohon, Kek," mohon Austin.Ada satu tujuan yang ingin ia capai meski tanpa memiliki harta, ia ingin mengenal arti hidup dan kasih sayang yang seutuhnya tanpa memandang kasta dan harta yang ia miliki.Tuan tua Arthur mengerutkan kening, hingga terpampang nyata kerutan tua yang menghiasi keningnya. Matanya pun terus menyorot ke arah Austin dengan pandangan penuh pertanyaan. Tapi begitu lama ini berpikir, akhirnya Tuan Arthur paham apa yang diinginkan cucunya."Baiklah jika begitu, kau gunakanlah kartu ini. Kartu ini dapat kau gunakan di bank manapun dan memiliki limit yang tak terbatas. Datanglah jika kau sudah siap menerima kenyataan ini," ucap Tuan Arthur sambil memberikan kartu hitam dengan hiasan emas di pinggirnya.Kartu yang menunjukkan
"Cepat panggil dokter Edo ke sini!" teriak Tuan Arthur panik.Wajah Austin sudah memucat, busa keluar dari mulutnya. Napas terasa mencekik, hingga wajah memerah menahan sesak. Kepanikan yang dirasakan Tuan Arthur begitu menyiksa dirinya, ia tak ingin keluarga yang baru saja ia temukan pergi begitu saja meninggalkannya.Para pengawal membantu Tuan Arhur membawa tubuh Austin ke dalam kamar. "Kau harus bertahan, demi aku, aku mohon," pinta Tuan Arthur begitu Austin sudah direbahkan di kasur.Tak ada waktu jika membawa Austin ke rumah sakit. Beruntung Tuan Arthur memiliki dokter pribadi yang siap tinggal di rumahnya, Dokter Edo tinggal di paviliun belakang. Edo adalah dokter yang diperkerjakan oleh Tuan Arthur untuk mengobati dirinya dan juga semua yang bekerja dengannya.Tak hanya Edo, Tuan Arthur pun menyediakan perlengkapan medis tak kalah lengkap dengan peralatan yang ada di rumah sakit. Lima perawat pun ia sediakan untuk membantu Edo.Tak berselang lama dokter datang dan memeriksa Au
"Tak ada hal buruk, hanya saja temanku mengalami sedikit masalah dan aku tak tega meninggalkannya begitu saja," balas Austin berbohong.Perhatian kecil yang diberikan Kenny sangat menyentuh hati, Austin pikir tak ada yang menantikan kepulangannya. Sebenarnya tubuh masih terasa lemah, tapi Austin memaksakan diri pulang ke rumah meski sudah mendapat penolakan dari Tuan Arthur.Wajah pucat itu disadari oleh Kenny, hingga ia menanyakan kondisi suaminya meski tak mendapatkan jawaban pasti dari Austin."Sungguh tak ada hal buruk yang terjadi padamu? Tapi wajahmu pucat sekali," tanya Kenny lagi masih menaruh curiga dengan kesehatan Austin.Austin tersenyum sambil menggelengkan kepala pelan. "Tak ada, mungkin karena aku hanya kelelahan saja," balas Austin.Setelah mendengar jawaban Austin, Kenny meninggalkannya begitu saja tanpa berucap lagi. Sedangkan Austin melihat punggung yang menjauh dengan penuh tanya di benaknya. Pertanyaan itu tak akan bisa ia suarakan saat ini, hanya mampu berdiam di