"Ikutlah denganku," balas Tuan Arthur.Tuan Arthur merangkul pundak Austin dan membawanya ke ruang kerja. Tak ada satu pun pengawal di dalam ruangan itu, hanya ada mereka berdua. Austin merasa bingung dengan sikap Tuan Arthur yang menurutnya tak biasa. Ia terus memandang sekitar dan terkejut saat melihat foto yang sangat mirip dengan sang Ibu ada di meja kerja Tuan Arthur.Hati menuntun pergerakan kaki, melangkah menuju meja itu. Tangannya terulur dengan ragu mengambil bingkai foto berukuran kecil. Meski di dalam foto itu adalah foto gadis kecil, tetapi wajah itu mengingatkannya dengan senyuman sang Ibu."Mengapa kau menyentuh foto itu? Apakah kau mengingat seseorang saat melihat wajah itu?" tanya Tuan Arthur."Ya, Tuan. Wajah gadis kecil ini sangat mirip dengan ibuku, dulu Ibu pernah menunjukkan foto masa kecilnya saat masih tinggal di desa bersama dengan Kakek dan Nenek," balas Austin."Tak salah lagi, kau adalah anak Ava, keturunan murni keluarga Arthur."Austin langsung menolehkan
"Kenapa kau ingin statusmu dirahasiakan? Harusnya kau berbangga diri bisa menjadi ahli waris Arthur Grup," tanya Tuan Arthur pada cucunya."Bukannya aku tak bersyukur dengan apa yang akan aku dapatkan, aku tak bisa menjelaskan tujuanku padamu, aku mohon, Kek," mohon Austin.Ada satu tujuan yang ingin ia capai meski tanpa memiliki harta, ia ingin mengenal arti hidup dan kasih sayang yang seutuhnya tanpa memandang kasta dan harta yang ia miliki.Tuan tua Arthur mengerutkan kening, hingga terpampang nyata kerutan tua yang menghiasi keningnya. Matanya pun terus menyorot ke arah Austin dengan pandangan penuh pertanyaan. Tapi begitu lama ini berpikir, akhirnya Tuan Arthur paham apa yang diinginkan cucunya."Baiklah jika begitu, kau gunakanlah kartu ini. Kartu ini dapat kau gunakan di bank manapun dan memiliki limit yang tak terbatas. Datanglah jika kau sudah siap menerima kenyataan ini," ucap Tuan Arthur sambil memberikan kartu hitam dengan hiasan emas di pinggirnya.Kartu yang menunjukkan
"Cepat panggil dokter Edo ke sini!" teriak Tuan Arthur panik.Wajah Austin sudah memucat, busa keluar dari mulutnya. Napas terasa mencekik, hingga wajah memerah menahan sesak. Kepanikan yang dirasakan Tuan Arthur begitu menyiksa dirinya, ia tak ingin keluarga yang baru saja ia temukan pergi begitu saja meninggalkannya.Para pengawal membantu Tuan Arhur membawa tubuh Austin ke dalam kamar. "Kau harus bertahan, demi aku, aku mohon," pinta Tuan Arthur begitu Austin sudah direbahkan di kasur.Tak ada waktu jika membawa Austin ke rumah sakit. Beruntung Tuan Arthur memiliki dokter pribadi yang siap tinggal di rumahnya, Dokter Edo tinggal di paviliun belakang. Edo adalah dokter yang diperkerjakan oleh Tuan Arthur untuk mengobati dirinya dan juga semua yang bekerja dengannya.Tak hanya Edo, Tuan Arthur pun menyediakan perlengkapan medis tak kalah lengkap dengan peralatan yang ada di rumah sakit. Lima perawat pun ia sediakan untuk membantu Edo.Tak berselang lama dokter datang dan memeriksa Au
"Tak ada hal buruk, hanya saja temanku mengalami sedikit masalah dan aku tak tega meninggalkannya begitu saja," balas Austin berbohong.Perhatian kecil yang diberikan Kenny sangat menyentuh hati, Austin pikir tak ada yang menantikan kepulangannya. Sebenarnya tubuh masih terasa lemah, tapi Austin memaksakan diri pulang ke rumah meski sudah mendapat penolakan dari Tuan Arthur.Wajah pucat itu disadari oleh Kenny, hingga ia menanyakan kondisi suaminya meski tak mendapatkan jawaban pasti dari Austin."Sungguh tak ada hal buruk yang terjadi padamu? Tapi wajahmu pucat sekali," tanya Kenny lagi masih menaruh curiga dengan kesehatan Austin.Austin tersenyum sambil menggelengkan kepala pelan. "Tak ada, mungkin karena aku hanya kelelahan saja," balas Austin.Setelah mendengar jawaban Austin, Kenny meninggalkannya begitu saja tanpa berucap lagi. Sedangkan Austin melihat punggung yang menjauh dengan penuh tanya di benaknya. Pertanyaan itu tak akan bisa ia suarakan saat ini, hanya mampu berdiam di
"A-aku sebenarnya, sebenarnya...."Austin masih menggantung ucapannya, ia tak berani mengatakan pada Kenny bahwa ia memiliki kekuatan di dalam tubuh. Rasa takut kehilangan begitu mendominan di hati, hingga lidah keluh untuk melanjutkan ucapannya."Sebenarnya apa? Siapa kau?" tanya Kenny lagi dengan perasaan takut yang luar biasa.Kenny pun menangkap kegugupan Austin hingga ia berdiri dan siap pergi dari hadapan Austin. Pergerakan Kenny membuat Austin merasa bingung, ia bimbang dengan apa yang ingin ia lakukan. Austin mendekati Kenny, tapi Kenny mendorong tubuh Austin agar menjauh darinya. Kenny keluar dari kamar dengan berlari, tangannya pun setia memegangi lengan yang baru saja Austin obati. Austin melihat ketakutan itu, ia mengembuskan napas melihat kepergian Kenny. "Sepertinya aku harus bersiap pergi dari rumah ini," gumamnya putus asa.Austin pun keluar kamar mencari keberadaan Kenny. Deru mesin mobil mengema di telingan hingga ia berlari hendak menahan kepergian Kenny. Austin a
"Ya, aku masih hiduP! Kau gagal membunuhku," balas Austin.Austin masuk ke dalam gedung terbengkalai, ia melihat Kenny terikat di kursi dengan mata yang sudah ditutup, juga mulut yang sudah disumpal dengan kain agar tak bersuara. Tatapanya tajam menghunus lawan bak pedang. Tangan mengepal menahan amarah karena perlakuannya pada Kenny."Monster sepetimu ternyata sulit sekali dihabisi," ucap Robert.Ya, yang menculik Kenny adalah Robert, pamannya sendiri. Tak ada kasih di hati sang paman, yang ada hanyalah kebencian dan dendam yang tak akan pernah habis."Lepaskan dia, atau kau tahu sendiri apa yang mampu aku lakukan pada kalian!" pinta Austin.Robert tertawa terbahak-bahak mendengar ancaman yang dikeluarkan bibir Austin. "Lakukan saja, kita mati bersama di sini bersama dengan istrimu."Tak ada pergerakan di tubuh Kenny hingga Austin menaruh curiga pada Robert. "Kau apakan istriku?""Tenang saja, ia sudah aku berikan obat tidur, aku pun tak ingin wanita sialan ini tahu kalau kau keturun
"Kalian bawa wanita itu ke rumah sakit," ucap Tuan Arthur.Tuan Arthur sengaja datang ke kediaman Thomson karena ada hal yang ingin ia bahas dengan Tuan Thomson. Tapi ia mendapatkan kabar buruk dan bergegas menyelematkan Kenny Juga Austin.Ledakan yang barusan terjadi adalah ulah Tuan Arthur, ia melindungi Austin dari ledakan itu dengan pusaran angin yang mengelilinginya hingga api tak mengenai mereka.Austin mendapat dua tembakan di bagian lengan dan dadanya. Kesadarannya telah hilang, dan membuat Tuan Arthur merasa cemas. Beruntung Tuan Arthur datang sebelum kekuatan Austin keluar, jika kekuatannya keluar maka Austin tak akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri.Robert sengaja menjebak Austin ke gedung penyimpanan minyak, ia paham dengan kekuatan Austin. Kenny yang berada di luar berteriak histeris saat mengetahui Austin berada dalam bahaya. Kesadarannya pun hilang dan tubuh tergeletak di samping mobil Austin."Baik, Tuan," balas salah satu pengawal Arthur.Mereka membawa Austin dan
"Bagaimana dengan keadaan Austin?" tanya Kenny begitu ia sadarkan diri. "Dia masih di ruang operasi, kau sebaiknya tak usah memikirkan dia, pria pembawa sial sepertinya tak perlu kau khawatirkan," balas Julie yang masih tak menyukai Austin. Kenny tak mendengarkan perkataan ibunya, ia melepas jarum infus di tangan dan berjalan keluar mencari keberadaan Austin. Rasa cemas melingkupi hati, ia tak memperdulikan tubuh lemahnya, ia sangat mengkhawatiran keadaan Austin. "Mengapa kau berlari seperti itu?" Tanya Tuan Thomson saat melihat sang cucu berlari medekatinya. "Bagaimana keadaannya, Kek?" tanya Kenny cemas. "Masih belum ada kabar, ia masih di dalam. Lebih baik kau kembali ke kamarmu, biar kami yang menunggunya di sini," balas Tuan Thomson. Kenny menggelengkan kepala tak ingin menuruti perintah sang Kakek, ia ingin menunggu Austin dan mendengar sendiri bagaimana keadaannya. Austin terluka karena menolongnya, hatinya tersentuh dengan apa yang Austin lakukan padanya. Tak ada yang