"Berengsek! Kau telah menipuku, tanpa persetujuanmu pun aku mampu memutuskan kerjasama kita," maki Austin. Austin tak menyangka jika Tuan Palmer mampu mengelabuinya. Benar apa yang dikatan istrinya, Kenny. Lebih baik mereka sendiri yang mengelola proyek itu. Terlebih lagi Tuan Palmer membuat kerugian besar pada perusahaan Thomson. Material yang sudah dalam perjalan dibatalkan begitu saja oleh Tuan Palmer. Hal itu membuat kerugian besar bagi perusahaan pusat Thomson. "Maaf, kau tidak bisa memutuskan kerjasama ini. Kau sendiri yang sudah menyetujui perjanjian kita," balas Tuan Palmer. "Kau pikir aku bodoh?! Aku tak menyangka sudah bekerjasama dengan pria licik sepertimu. Kau setuju atau tidak aku yang memutuskan. Bawa pergi pekerjamu atau aku sendiri yang mengusir mereka!" ancam Austin dengan segala kemarahannya. Bukan hanya perusahaan Thomson yang mengalami kerugian, Tuan Jack dan para pekerjanya juga kehilangan pekerjaannya. Austin tidak menyukai itu, ia hanya mau para pekerjanya
"Rupanya Tuan Palmer terlalu percaya diri," gumam Austin masih menatap kekacauan di bawahnya. "Apakah kita akan turun, Tuan?" tanya salah satu pengawal yang ikut dengannya. "Tidak, kita tetap di sini," balas Austin. Austin mulai mengulurkan tangannya, lalu mengembuskan angin kencang dan menghempaskan para bawahan Tuan Palmer. Satu persatu dari mereka terhempas menjauhi pasukannya. Terlihat Peter menengadahkan wajah ke atas, melihat sang Tuan dengan kekuatannya. Peter tersenyum melihat bantuan yang datang. Ia datang tanpa persiapan. Hanya membawa sebagian pasukan bersamanya. Para bawahan Tuan Palmer menatap ngeri dengan apa yang terjadi. Helikopter yang Austin tumpangi turun perlahan setelah para musuh mengambil langkah mundur. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Austin begitu sudah mendarat. Tuan Jack datang dengan memegangi lengan yang sudah bersimbah darah. Langkahnya gontai menghampiri sang Tuan. "Mereka memaksa kami keluar dari proyek ini, dan menghentikan seluruh hubunga
"Tidak ada, memangnya aku dan Kakek sedang apa? Aku hanya sedang menyiapkan makanan Kakek, iya kan Kek?" balas Kenny. "Kau aneh sekali," ucap Austin, lalu duduk di meja makan bersama mereka. Kenny langsung menyiapkan makanan Austin, dan meletakkan di piringnya. Ia tersenyum melihat sang suami ada di hadapannya, tapi berbeda dengan Austin. Wajah Austin terlihat sedang memikirkan sesuatu, dan itu membuat Kenny mengerutkan keningnya. "Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu? Apakah ada hal buruk yang terjadi?" tanya Kenny penasaran. "Hanya masalah perusahaan saja, apakah Kakek Arthur sudah memberi kabar kapan ia akan kembali?" tanya Austin. Kenny menggelengkan kepalanya. "Belum, bahkan kami tidak bisa menelponnya," balas Kenny. "Makan dulu, baru bahas yang lainnya," timpal Tuan Jacob. Austin menganggukkan kepalanya, lalu memakan makanan yang telah disiapkan oleh sang istri. Tak berbeda jauh dengan Austin, Kenny dan Tuan Jacob pun mulai memakan makanannya. Keduanya sesekali beradu pan
"Entahlah, aku lihat dulu."Austin langsung memakai bath robes di tubuhnya, berjalan perlahan, membuka pintu dan melihat siapa yang telah memanggilnya. "Ikut aku ke ruang kerja," perintah Tuan Arhur begitu Austin membuka pintu kamarnya."Ada apa, Kek?" tanya Austin."Nanti akan aku jelaskan, sekarang juga kau ikut denganku." Tuan Arthur menarik tangan Austin, tapi Austin langsung menahannya."Tunggu sebentar, aku ganti pakaian dulu," ucap Austin menghentikan langkah Tuan Arthur.Tuan Arthur mengembuskan napasanya perlahan. "Baiklah, aku tunggu sekarang juga."Austin masuk ke dalam kamarnya lagi, mengganti pakaian dan berpamitan dengan Kenny. Setelahnya ia berjalan dengan langkah lebar sambil mengancingkan kemejanya. "Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Austin.Langkahnya semakin memburu dan membuka pintu besar ruang kerja Tuan Arthur. Ia langsung duduk di hadapan Tuan Athur dan menanyakan apa yang menjadi kecemasan sang Kakek."Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Tuan Aldrik memberi
"Hanya membahas masalah perusahaan aja," balas Austin."Aku tahu kau berbohong, katakanlah," pinta Kenny."Rupanya kau sudah pandai membaca wajahku. Baiklah, akan aku katakan, Kakek memintaku untuk bertapa dalam waktu dekat. Tuan Aldrik melihat jika penghancur itu adalah keturunan Perneco yang masih hidup," balas Austin menjelaskan."Perneco? Siapa dia?" tanya Kenny lagi."Perneco adalah musuh besar Kakek Arthur, mereka memiliki kekuatan yang sama dengan kekuatan yang kami miliki. Dahulu Kakek sudah membinasakan mereka semua, entah mentapa Tuan Aldrik melihat di dalam mimpinya jika orang itu adalah keturunan Perneco yang masih hidup."Kenny menundukkan wajahnya, ia menahan kesedihannya, tapi ia juga tidak bisa menahan keberadan Austin di sisinya. Hati kecilnya memiliki keegoisan yang sangat luar biasa, tapi akal sehatnya terus memperingati diri untuk menerima kenyataan."Kenapa kau diam saja?" tanya Austin dan mengangkat dagu Kenny agar pandangan mereka bertemu.Kenny mengulas senyum
"Tidak ada apa pun yang terjadi, aku hanya sedang iseng saja bertanya padanya," balas Tuan Arthur mengalihkan kecemasan Kenny. "Benarkah begitu?" tanya Kenny. Tuan Arthur sangat memahami situasi, ia pun mengingat pembicaraannya pada Austin semalam. Austin menganggukkan kepalanya, menyetujui perkataan Tuan Arthur. "Jangan banyak berpikir, lebih baik kita bersiap. Kau telpon saja orangtuamu dulu, setelah itu kita pergi. Kau tahu sendiri jika di sana tidak ada signal," balas Austin. Kenny menganggukkan kepalanya. "Baiklah, kalau begitu aku akan bersiap." Austin menatap wajah Tuan Arthur dan mengacungkan ibu jarinya pada sang Kakek. Ia juga menganggukkan kepalanya untuk berpamitan keluar ruangan. "Beruntung aku mengingatnya. Jika tidak pasti anak itu mencemaskan keluarganya. Akan sangat bahaya jika ia memilih tinggal di Racoon city," gumam Tuan Arthur. Tuan Arthur pun keluar, berjalan menuju meja makan. Lama ia menunggu, hingga penghuni lainnya menempati tempatnya masing-masing. "
"Baiklah, kalau begitu kita istirahat sebentar," balas Austin.Mereka beristirahat sejenak di bawah pohon rindang. Kedua pengawal dan dokter itu bersantai sambil mengatur napasnya. Kenny turun dari tubuh Cloe dan bergabung bersama suaminya, duduk di bawah pohon rindang sambil menghirup udara segar. Ia merangkul lengan Austin dan menyandarkan kepalanya di pundak sang suami. Austin tersenyum dan mengusap lembut lengan Kenny, memandang kedepan, merasakan hembusan udara yang sangat menyejukkan."Aku iri sekali dengan hubungan mereka, mereka terlihat sangat mesra," gumam Dokter wanita.Pengawal wanita hanya menganggukkan kepalanya saja, melihat kebersamaan sang Tuan. Pemandangan yang ada di depan mata memang sangat memanjakan mata. Beruntung warga desa yang menyambut kedatangan mereka membawa minum dan juga sedikit cemilan untuk mereka."Buah apa itu? Kenapa besar sekali?" tunjuk Kenny pada pohon besar yang ada di depannya, cukup jauh. Meski jauh ia masih bisa melihatnya karena buah denga
"Mau apa di kamar, hem?" tanya Kenny dengan nada jahil. "Ingin membuatmu melayang ke surga," balas Austin terkekeh. Lama Austin menunggu hingga akhirnya mereka bisa kembali ke kamarnya. Kenny merangkul lengan Austin dengan erat sambil menahan dinginnya malam. Sepanjang perjalanan keduanya terus tersenyum, bahkan kini tangan Austin sudah mulai melakukan aksi nakalnya. "Malu dilihat mereka." tunjuk Kenny pada para pengawalnya. Austin terkekeh dan mempercepat langkahnya. Ia masuk ke dalam rumah dan menutup pintu, juga menguncinya. Ia menggendong Kenny ke kamarnya, lalu merebahkannya di sana dengan sangat perlahan. "Apakah boleh?" tanya Austin dengan mata yang sudah berkabut gairah. Kenny menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Ia mengalungkan kedua tangannya saat Austin mulai mengukungnya. Mata keduanya saling tertaut, memancarkan cinta yang sangat luar biasa. "Matamu indah," puji Austin sambil memajukan wajahnya. Ia mengecup pelan bibir Kenny, lalu melumatnya dengan penuh kele