"Kami akan berpuasa untukmu," ledek Austin. Kenny langsung meletakkan sendok dan duduk dengan tubuh tegap. Ia menatap wajah pasangan tua di hadapannya dengan rasa bersalah yang luar biasa. Matanya pun berkaca-kaca, hingga bulitan bening mulai menetes membasahi pipinya. Hal itu membuat Austin panik, pasalnya ia hanya bergurau saja dengan istrinya. "M-maafkan aku Tuan, Nyonya. Aku tidak bermaksud menghabiskan makanan ini," mohon Kenny. "Sayang, aku hanya bercanda saja. Tidak mungkin kami berpuasa, Tuan dan Nyonya Aldrik pasti telah menyiapkan makanan lebih," balas Austin sambil memeluk istrinya dari samping. Kenny terus saja terisak, membuat Tuan dan Nyonya Aldrik mengangkat suaranya. "Yang dikatakan suamimu benar. Kami selalu menyiapkan makanan lebih, jangan merasa bersalah seperti itu," timpal Tuan Aldrik. "Tunggu sebentar, aku ambilkan makanan untuk kita semua. Kau lanjutkan saja makannya, jangan bersedih, nanti anakmu ikut merasakannya," ucap Nyonya Aldrik dengan senyum tulus
"Jangan sentuh air kolam itu!" teriak Austin saat Kenny hendak memasukkan tangannya ke dalam kolam pertapaan. Austin langsung berlari dan menarik tubuh Kenny. Ia tidak akan membiarkan Kenny menyentuh air dengan suhu dingin yang sangat luar biasa. Tubuhnya pun tak akan bisa menahan dinginnya air tersebut jika tidak mendapatkan bantuan dari kekuatannya. "Kenapa?" tanya Kenny heran. "Air itu bisa membekukan tanganmu," balas Austin masih memeluk tubuh istrinya. "Tapi yang aku lihat air itu tidak terlihat dingin. Sama seperti air biasanya. Bahkan kepulan asap pun tak ada. Apakah kau ingin mengerjaiku?" tanya Kenny. "Tidak, aku tidak mengerjaimu. Jika kau tidak percaya masukkan ranting itu di sana dan angkat. Lihat apa yang terjadi," pinta Austin sambil menunjuk ranting yang ada di dekatnya. Kenny mengambil ranting yang baru saja ditunjuk oleh suaminya. Ia memasukkan ranting itu perlahan, lalu melihat perubahannya. Dalam hitungan detik ranting itu telah membeku, terlihat dari kristal
"Ya, aku tak akan menangis lagi. Semoga kau bisa lebih cepat menyelesaikan pertapaan itu. Aku dan anak kita akan selalu menunggumu di sini," balas Kenny sambil menghapus air matanya dengan kasar. Rasa kasih yang dimiliki Austin membuatnya menangis, tapi tangis itu ia sembunyikan dan dengan cepat menghapusnya. Ia langsung mengangkat wajah Kenny dan menatapnya dengan penuh cinta, sambil tersenyum. "Lebih baik sekarang kita pulang," ajak Austin. Kenny menganggukkan kepalanya, lalu Austin menggendongnya dan membanya ke tubuh Leo. Keduanya menunggangi Leo secara bersamaan. Sedangkan Cloe berjalan di samping, mengikuti langkah Leo. Sepanjang perjalanan Austin tak melepaskan pelukannya dari sang istri. Bahkan jas yang tadi membalut tubuhnya kini sudah menyelimuti tubuh Kenny. "Apakah terasa dingin?" tanya Austin. "Tidak, aku selalu merasa hangat jika berada di dekapanmu," balas Kenny. "Sebenarnya aku tidak tenang meninggalkanmu di sini, semoga kau betah tinggal di tempat yang sangat b
"Harus berkonsentrasi, agar semua cepat terselesaikan," gumamnya saat memasuki goa. Leo melangkah dengan perlahan, lalu merendahkan tubuhnya di tepi kolam, yang akan menjadi tempat pertapaan sang Tuan. Tanpa menunggu lama Austin langsung turun dari tubuh Leo dan mengusap lembut kepala besar binatang buas itu. "Apa yang akan kau lakukan selama aku bertapa di sini?" tanya Austin mencemaskan keberadaan Leo saat ia memulai pertapaannya. Leo mengendus pelan ke tubuh Austin lalu bersikap manja padanya. Pikiran itu semakin membuatnya merasa cemas. "Apa yang kau makan nanti? Kau tidak bisa keluar jika tanpa bantuan kekuatanku," sambungnya masih mengusap kepala besar Leo. Leo mengaum, mengangkat kepalanya, menengadah ke atas. Hal itu membuat Austin mengerutkan keningnya. Belum lagi saat Leo melangkah meninggalkannya ke arah pintu masuk goa. "Tunggu! Kau mau ke mana? Tubuhmu akan hancur jika melintasi air terjun itu," teriak Austin sambil mengejar langkah Leo. Leo bukannya ingin keluar da
"Sepertinya aku ambil lorong yang ini saja," gumamnya memutuskan. Ia kembali melanjutkan langkahnya, masih dengan dua kristal yang masih di dalam genggaman. Langkah demi langkah ia ambil dengan kewasapadaan tinggi. Hingga ia membolakan mata saat melihat satu hewan bertubuh besar, hewan berkaki banyak yang tak lain adalah laba-laba. "Besar sekali, apakah ini yang dimaksud naga tadi?" gumam Austin bersamaan dengan langkah yang terhenti. Ia berjalan mengendap-endap, tanpa diduga laba-laba yang sedang tertidur itu membuka matanya dengan sempurna. Mata berwarna biru, kontras dengan kristal yang ada di goa tersebut. Tatapannya seolah marah pada pria yang sudah memasuki kekuasaannya. Laba-laba itu mengangkat tubuhnya, terbangun dan melangkah dengan perlahan. "Apa yang harus kulakukan? Haruskah kubakar saja laba-laba ini?" gumamnya bingung. Austin mengangkat tangan bersamaan dengan langkahnya, ia mengeluarkan api dari tangan tersebut dan mengarahkannya pada laba-laba tersebut. Sialnya
'Panas sekali,' batin Austin merasakan energi yang memasuki tubuhnya. Tubuh seakan tebakar hingga menghancurkan tulang, meski begitu ia hanya mengeluarkan keringat dengan kulit memerah. Mata masih terus terpejam, tertutup rapat masih menahan kesakitannya. Hingga sakit itu mulai berangsung hilang, bulir merah kehitaman mulai keluar dari pori-porinya. Hingga mengeluarkan berbau yang sangat amis dan menyengat. Begitu Austin membuka mata, ia melihat banyak genangan darah terhampar luas di hadapannya. Ia seperti orang yang kehilangan arah, napasnya tersengal karena energi yang memaksa masuk ke dalam tubuhnya. "Apakah ini dimensi lain? Ke mana naga itu?" gumamnya. Austin masih memperhatikan sekitar. Meski berbeda dengan dimensi sebelumnya, tapi dimensi ini juga tak memiliki apa pun di dalamnya. "Ya, aku harus mencari pohon itu lagi, entah siapa atau hewan apa lagi yang akan mendatangiku," gumamnya, mulai berdiri dan melangkah tanpa arah. "Aku harus cepat, kenapa Tuan Aldrik dan Kakek
"Susui dulu anak kita," balas Austin sambil tersenyum. Austin terus memainkan tangan nakalnya di benda kenyal itu. Gairahnya pun terpancing karena tangan Kenny palsu yang saat ini sedang meraba pahanya. Austin memejamkan matanya, merasakan sensasi nikmat dari sentuhan tangan wanita itu. "Lusy! Tolong bawa Tuan muda ke kamarnya," pinta Kenny palsu memberikan bayi yang ada di tangannya. "Baik, Nyonya," balas Lusy palsu sambil meraih bayi tadi. Tanpa Austin sadari bayi yang dibawa Lusy tadi tidak meminum susu dari dada Kenny palsu, tapi ia meminum darah. Bahkan jejak darah itu tertinggal di sudut bibirnya. "Sayang, aku sangat merindukanmu," bisik Kenny palsu dengan nada sensual nan menggoda. Ia pun mendudukkan diri di pangkuan Austin. Saling berhadapan hingga kedua inti gairah mereka bersatu, meski terhalang pakaian yang dikenakannya. "Aku juga sangat merindukanmu," balas Austin yang sudah terbakar gairah. Austin mulai memajukan wajahnya, mencumbunya dengan rakus. Melupakan kenya
"Aku akan memberitahumu, asalkan kau memenuhi syarat yang kuberikan," balas Alana masih bergelayut manja pada Austin. "Katakan, jangan membuang waktuku." Austin menatap wajah Alana, wanita cantik itu tersenyum saat mendapatkan tatapan dari pria yang baru saja mencuri hatinya. "Bawa aku bersamamu dan nikahi aku," pinta Alana. "Kau membual, aku tidak mungkin menikahi iblis sepertimu," balas Austin marah dan langsung mengempaskan tangan wanita tersebut. Alana mengepalkan tangannya, ia menatap Austin dengan senyum paksa. 'Baiklah, sekarang mungkin kau tidak mau menikahiku, tapi setelah aku sudah berada di dunia manusia maka kau harus menikahiku,' batinnya berencana. "Kenapa kau tersenyum seperti itu? Sekarang katakan di mana kau menyimpan tongkat putih itu," tanya Austin lagi. "Baiklah, aku akan mengatakannya, asal kau berjanji akan membawaku bersamamu keluar dari dimensi ini," balas Alana. Austin tidak mengatakan persetujuannya, ia hanya menganggukkan kepala pada wanita yang ada