"Kalian mau mencari Zara?" tanya Kevin dengan nada sinis. Sudah bisa ditebak, ternyata mertua angkatnya ini memang mengincar Zara. Beruntung Kevin lebih dulu membawa Zara pergi dari apartemen ini. "Dan kau..." tegas Kevin, sambil menunjuk Irfan, "apa gunanya permintaan papa mu yang melarangmu mencampuri urusan orang lain, kalau pada akhirnya kau masih tetap berbuat jahat?" Kevin, sangat marah melihat Irfan kembali ikut campur urusannya. Dia akan membuktikan ancamannya pada Papanya Irfan tak main-main. Kevin akan mengungkap semua aib pria itu dalam dunia bisnis. "Aku tidak akan membiarkan Zara jatuh ke tangan kalian, aku harus melindunginya dari orang-orang seperti kalian, jadi jangan pernah berpikir kalian dengan mudah menemukan Zara," ucap Kevin tegas, bertekad untuk menjaga Zara sampai titik darah penghabisan."Tutup mulutmu menantu tak berguna! Cepat katakan di mana Zara!" teriak Mika dengan emosi pada Kevin. Mika merasa tertekan, kepalanya terasa berdenyut, namun dia berusah
"Kau kenapa Kevin?" tanya Zara penuh rasa khawatir. Dia terkejut melihat suaminya kembali ke hotel dalam kondisi babak belur. Kevin tersenyum, mencoba menenangkan hati Zara, "tidak apa-apa, aku hanya menghadapi uji nyali dengan Irfan," ucapnya. Zara mengernyitkan dahi, tak bisa memahami maksud suaminya."Uji nyali? Dengan Irfan?" Ia bingung dengan alasan Kevin yang tidak biasa. "Apa sebenarnya yang terjadi?" sambungnya bertanyaKevin menarik nafas, kemudian menjelaskan kejadian yang baru saja berlangsung, "Mika dan Irfan memaksa masuk ke unit apartemen yang pernah kita tempati. Mereka sangat ingin menculikmu dan membawamu menemui mafia itu. Aku berusaha melindungimu, Zara."Mendengar penjelasan itu, Zara merasa bercampur aduk antara marah, bingung, dan sedih. Ia tidak pernah menyangka bahwa mama angkatnya, Mika, akan berbuat demikian."Jahat sekali Mama angkatku," keluh Zara dengan kesal dan kecewa mendalam atas sikap Mika.Hati Zara terasa seperti tertusuk duri saat mendengar ceri
Esok harinya, Kevin mengajak Zara, sang istri tercinta untuk pergi berbelanja ke mall. Saat mereka berada di sebuah butik, tiba-tiba Kevin merasa perutnya melilit dan segera minta izin untuk pergi ke toilet. Tinggal Zara sendiri di butik itu, sang nyonya Adamson melanjutkan untuk melihat-lihat pakaian yang dipajang, meskipun.Belum ada yang benar-benar menarik hatinya. Namun, tak disangka Zara bertemu dengan seseorang yang pernah mengenalnya sewaktu masih menjadi mahasiswa. Gerombolan pria itu melihat Zara dan buru-buru menilai dengan sinis, "Kau mau beli pakaian itu? Gak punya uang ya? Beli saja, biar aku yang bayar. Aku tahu kalau suamimu sama sekali tak bisa diandalkan. Makanya, jangan cari suami miskin."Zara merasa tersindir dan kesal dengan ucapan pria yang ternyata adalah teman kampusnya dulu itu.‘Kenapa dia bisa begitu yakin bahwa Kevin tidak bisa diandalkan? Apakah mereka tahu tentang Kevin yang sebenarnya?’ batin Zara sambil mencoba menahan rasa marahnya.Dia tidak bisa
"Kita lanjutkan untuk belanja yuk," ajak Kevin dengan nada santai. Zara mengangguk, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang membuncah di dadanya. Gerombolan itu, seperti mendapat tamparan keras, saat Kevin dengan nada tegas memberi perintah kepada seseorang yang mereka tak kenal untuk segera memutus kerja sama perusahaan milik keluarganya dengan Adamson Corporation.Pria berkacamata itu sempat tak percaya, namun yang tak disangka pun terjadi. Satu per satu keluarga dari dua perusahaan yang bekerja sama dengan Adamson Corporation harus menerima kenyataan bahwa kontrak kerja sama telah diputus sepihak. "Siapa sebenarnya dia? Apakah pria miskin itu memang punya kekuasaan dan kekuatan super, atau mungkin ini justru akan mengakibatkan kehancuran dalam hidup kita?” Mereka tampak sangat panik jelas terlihat sedang menahan amarah dan tak percaya saat mendengar orang tuanya menghubungi.“Aku tak mengerti, kenapa bisa dia memberi perintah seolah dialah pemilik Adamson Group?” yang lain meni
Setelah sampai di rumah sakit, Irfan merasa sedikit lega melihat sang Papa sudah berada di ruang rawat inap. Namun, hati Irfan masih terasa teriris saat menghadapinya. "Pa," panggil Irfan dengan suara lirih, merasa sangat bersalah. Akan tetapi, rupanya kesalahan Irfan kali ini tak dapat begitu saja dimaafkan. Sang Papa, pria paruh baya yang selama ini selalu menjadi pelindung baginya, kini menoleh ke arah lain seakan enggan melihat wajah anaknya. "Kau benar-benar lelaki jahat," ujar sang Papa dengan penuh kekecewaan. ‘Apa Kevin benar-benar membuat Papa terluka sebagai balasan atas tindakanku?’ gumam Irfan di dalam hati."Apa kau tahu betapa papa kecewa padamu, Irfan?" lanjut sang Papa dengan nada tajam. "Kau bahkan bekerja sama membantu Galen dan Mika untuk menculik Zara, istri Tuan Adamson, demi keuntungan sendiri. Bukankah seharusnya kita melindungi mereka, bukannya menyakiti setelah bantuan yang selama ini beliau berikan untuk kehidupan Kita?" tegas Papa Irfan.Mendengar ucapa
Satu minggu berlalu Kevin kembali ke rutinitas, sedangkan Galen dan Mika serta sang anak sudah tinggal di markas sang mafia. Mereka akan melakukan cara lain meskipun tak berhasil membawa Zara dalam jangka waktu yang sudah diberikan Tuan Baron."Tolong siapkan semua data yang saya minta, dan pastikan dilengkapi setiap quartal dengan informasi yang ada. Jangan lupa untuk mencari anggaran serta realisasinya selama 10 tahun terakhir," ucap Kevin dengan tegas pada sekretaris CEO Johanes Group. "Saya ingin menelusuri jejak kesalahan yang mungkin pernah dilakukan di masa lalu, yang membuat perusahaan ini sampai berada mengalami kebangkrutan," sambungnya lagi.“Baik Tuan,” jawab wanita cantik itu sopan. Dia tahu kalau pria yang di depannya ini adalah pemilik Johanes Group, jadi kehadiran Kevin dan tugas dari pria itu tentu akan menjadi hal utama yang akan dilakukannya.Sejenak, Kevin merenung dan melihat data yang ada di depan matanya meski belum lengkap.Dia berpikir keras tentang langkah
Matahari hampir saja terbenam ketika Kevin baru saja menyelesaikan pekerjaannya di kantor Johanes Group. Tepat saat itu, ponselnya berbunyi keras menandakan ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dia kenal. "Siapa ini? Mengapa meneleponku pada saat seperti ini?" gumam Kevin sambil merasa penasaran dan sedikit kesal. Dia baru saja berniat untuk pulang dan menenangkan pikiran setelah seharian bekerja keras untuk perusahaannya dan perusahaan sang kakek.Namun tampaknya masih ada hal yang harus dihadapinya. Sejenak, Kevin terdiam memikirkan apakah harus mengangkat telepon itu atau tidak. Tetapi, rasa ingin tahunya akhirnya mengalahkan keengganannya, dan dia pun memutuskan untuk mengangkatnya. "Siapa tahu ini adalah sesuatu yang penting atau bahkan mendesak yang harus aku tangani," gumamnya dalam hati. Kevin tidak menyadari bahwa panggilan tersebut akan membawa perubahan besar dalam hidupnya.Kevin teringat akan istrinya, yang baru saja berpamitan untuk pergi berbelanja di swalaya
Di tempat yang berbeda, Dimas tengah berusaha keras untuk membantu Kevin agar segera menemukan bukti pembunuhan kedua orang tuanya. Dalam benaknya, pertanyaan-pertanyaan mulai muncul, apakah nanti akan berhasil mengungkap kebenaran? Apakah orang-orang yang bersembunyi di balik kejahatan ini akan segera tertangkap?Namun, saat itu, orang suruhan Dimas datang ke kantor Adamson Corporation dengan wajah pucat pasi. Raut wajahnya seolah membawa pesan buruk, yang membuat hati Dimas berdesir. Dalam hati Dimas, pertanyaan yang muncul adalah, ‘Apa yang sudah terjadi? Apakah mereka harus menghadapi kesulitan lebih besar lagi?’ Orang suruhan itu langsung menyampaikan berita buruk pada Dimas, bahwa saksi kunci yang hampir mereka dapatkan tiba-tiba membatalkan perjanjian. Mendengar kabar itu, hati Dimas sontak bergetar hebat.Mungkinkah saksi kunci itu telah diancam atau bahkan sengaja disingkirkan oleh Tuan Baron? Lalu, apa yang harus mereka lakukan sekarang?Dimas merasa kehilangan arah, seo