Sehari setelah semua kekacauan yang terjadi malam itu, Diana merasa sangat malu untuk menghubungi Mario.
Dia tidak punya keberanian untuk melanjutkan rencana perjodohan Saras dengan pengusaha muda tersebut.Sementara itu, di kantornya, Mario sedang marah.Tiba-tiba dia menggebrak meja kerjanya, membuat Surya yang saat ini berada di ruang kerjanya terkejut.Brakkk"Sialan! Benar-benar sial!" umpat Mario geram, "Semua rencana untuk Saras, sudah hancur!""Hm, maaf Mario. Tapi aku sudah mencoba untuk merayu Diana, dan katanya dia malu atas kejadian malam itu. Itulah sebabnya, dia ragu melanjutkan rencana yang kemarin." Surya, memberitahu alasan Diana.Mario terdiam sejenak untuk berpikir.Dia sudah terlanjur terpesona dengan kecantikan dan kemolekan Saras. Jadi, ia jelas masih menginginkan perempuan itu.Akhirnya, Mario meminta kepada Surya memberitahu Diana, untuk melanjutkan rencana mereka dengan imbalan yang lebih."Bilang sama pacar tuamu itu! Aku, akan memberikan uang 1 M. Ada satu unit rumah di pinggir kota untuk kalian berdua, jika dia bisa meyakinkan Saras supaya mau menerimaku sebagai suaminya. Ingat! Rumah itu bisa kalian jadikan tempat kencan sepanjang waktu."Sepertinya, Mario sudah gelap mata. Dia tidak peduli dengan apapun. Yang penting baginya adalah mendapatkan Saras.Melihat senyum mesum Mario, Surya terkekeh. "Baik, Mario. Sesuai dengan keinginanmu. Aku, siap membantu jika seperti ini."Hadiah ini jelas cukup menarik untuk Surya. Apalagi sebelumya, Mario juga menjanjikan akan menganggap semua hutang-hutangnya lunas.'Dia, tidak pernah berubah. Lihat jidat licin langsung tegang! Tapi, Saras memang cantik. Diana, diumur yang hampir 50 tahun saja masih cantik dan kencang. Hehehe ...' batinnya bahagia."Aku, jamin Diana setuju. Ada uang plus rumah, itu sangat menggiurkan!" Surya berkata dengan yakin.Sebagai kekasihnya Diana, ia tahu betul bagaimana sifat dan karakter wanita tersebut.Kekasih tuanya itu, suka berfoya-foya dan tentunya mau memenuhi kebutuhan Surya juga. Jadi, seandainya Diana punya uang banyak, Surya juga ikut merasakan enaknya. Dan inilah yang diinginkannya."Cepat kamu hubungi Diana! Bilang sama dia dengan semua penawaran yang aku berikan tadi," tuntut Mario, tidak sabar dengan keinginannya."Sabar, Mario. Aku, pasti bisa meyakinkan Diana, atau kamu ragu dengan kemampuanku? Hahaha ..."Surya tertawa dengan membanggakan dirinya yang bisa mengelabui Diana."Ck! Otak geser. Mana menarik kulit keriput begitu?" ejek Mario, dengan menggelengkan kepalanya. Dia tersenyum sinis ingat kelakuan Surya, yang menyukai tante-tante seperti Diana."Btw, Saras, masih virgin, kan?" tanya Mario memastikan."Ck! Masih segel, dia! Suami bodohnya itu, mana bisa menikmati perannya sebagai seorang suami! Hahaha ...""Ah, sial! Membicarakan tentang Saras, ada yang berontak di bawah!" Mario, mengeram menahan sesuatu yang menjadi pusaka kebanggaannya.***Di rumah, Gilang jelas menjadi pelampiasan Diana yang sedang uring-uringan.Dia kesal dengan kejadian malam itu, saat tidak sadar setelah minum jus kemudian menggoda Mario. Pria yang seharusnya dijodohkan dengan Saras. Hingga sekarang, Diana belum berani menghubungi Mario!"Apa ini? Apa yang kamu lakukan, Gilang?" teriak Diana, dengan mata melotot tajam."Kamu, selalu membuatku darah tinggi setiap hari! Ada saja yang kamu lakukan dan semuanya tidak berguna!"Diana, kembali berteriak marah. Padahal sebenarnya, itu bukan karena kesalahan Gilang, melainkan kemarahannya pada diri sendiri.Dia kecewa dan tidak tahu harus berbuat apa."Gilang ... tidak tahu apa yang terjadi. Itu ... itu tadi air tumpah begitu saja," terang pria itu seperti anak kecil memerhatikan air yang ada di dalam gelasnya membuat lantai dapur basah."Arghhh!" teriak Diana semakin marah mendengar jawaban yang diberikan Gilang. Dia semakin kesal tapi tidak bisa berbuat apa-apa."Aku yang bodoh, mau menerima kamu menjadi menantuku. Dasar tidak berguna! Awas saja ya! Aku, pastikan Saras menerima Mario sebagai suaminya. Tunggu saja, aku akan pulangkan kamu ke rumahmu!"Merasa kesal dan jengkel, Diana mengomel tiada henti hingga akhirnya pergi meninggalkan rumah. Dia akan bertemu dengan kekasihnya yang baru saja menelponnya tadi."Aku mau pergi. Kamu di rumah saja! Tidak usah ke mana-mana, ya?!" perintah wanita itu lalu pergi tanpa menunggu jawaban dari Gilang."Hahhh! Mertuaku, sedang kumat." Gilang bergumam sendiri saat Diana sudah pergi.Sekarang, ia juga tidak bisa pergi ke mana-mana.Mama mertuanya mengunci pintu pagar, supaya dia tidak bisa pergi.Gilang terpaksa masuk ke dalam kamar kemudian membuat beberapa akun palsu untuk menyebarkan beberapa fakta yang sudah diketahuinya tentang Mario.Dia meminta asisten pribadinya untuk menyelidiki Mario, tentang semua hal yang berkaitan dengan pria tersebut.Dan sekarang, semuanya sudah diketahui Gilang, setelah asisten pribadinya berhasil mencari informasi tentang Mario.Tak perlu waktu lama, berita tentang Mario menjadi trending topik yang menarik di berbagai media sosial. Komentar-komentar yang diberikan netizen, juga beragam. Semuanya menyalahkan Mario, dengan segala kelakuannya yang buruk.Ternyata, ada beberapa akun dari korban pemerkosaan dan pelecehan seksual yang dilakukan Mario. Mereka muncul memberikan komentar dengan pengalaman mereka secara pribadi."Rasakan, Mario! Kamu, tidak bisa selamanya berbangga diri," senyum Gilang.Apalagi, satu per satu akun-akun milik korban muncul.Mereka memberanikan diri untuk menjadi saksi. Jadi, seperti dikomando, berita-berita yang muncul menjadi sebuah gerakan solidaritas.@Wow, Tuan Mario ternyata bukan orang yang baik seperti yang diberitakan selama ini. Apa yang dia lakukan itu sangat mengecewakan!@Saya, kaget melihat sisi lain dari Tuan Mario. Saya pikir, dia adalah orang yang jujur dan baik hati seperti yang terlihat selama ini. Ternyata dia memiliki sisi yang sangat gelap.@Saya, merasa sangat menyesal telah memberikan dukungan pada Tuan Mario. Sepertinya dia adalah orang yang tidak bisa dipercaya dan sangat licik!Akibat dari munculnya pemberitaan ini, saham perusahaan Mario turun drastis. Hal ini karena dampak dari beberapa kasus yang dilakukannya sendiri dan berhasil ia sembunyikan.Mario jelas panik. Sebagai seorang pengusaha dan pemilik perusahaan yang cukup besar, ia segera bertindak. Tapi, sepertinya kali ini tidak akan semudah itu....Gilang tersenyum miring.Terlebih, ia menerima pesan dari Ryan sang tangan kanan.[Mas Gilang, rencana selanjutnya sudah dimulai.]
"Ini belum seberapa, Mario!" gumam Gilang. "Tunggu saja, aku akan memberikan yang lebih menarik lagi."
Mario duduk di meja kerjanya dengan ekspresi wajah yang tegang. Matanya membelalak saat ia melihat layar komputernya yang menampilkan grafik saham perusahaannya yang terus merosot. Alisnya mengernyit, dan ia menggigit bibirnya dengan gerakan kasar."Ini tidak mungkin! Bagaimana bisa saham kami jatuh seperti ini?" tanya pria itu kebingungan.Sambil memegang kepala dengan satu tangan, Mario mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di meja dengan keras, mencerminkan tingkat stres yang tinggi."Mengapa investor kehilangan kepercayaan pada kami?"Ekspresi wajah pria tersebut mencerminkan kekhawatiran dan kekecewaan yang mendalam karena dia menyadari bahwa situasi ini bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaannya, yang telah dia bangun dengan susah payah."Saya telah bekerja keras untuk membangun perusahaan ini, dan sekarang semuanya hancur!"Tanpa sadar, Mario mulai mengepalkan tangannya kuat, hingga kuku-kuku jari tangan menancap di telapak tangan-membuat tetesan darah mulai menitik diatas meja kerj
"Sejauh ini kita sudah berhasil di planning B, Mas Gilang. Tinggal planning C dan itu tidak lama lagi."Ryan melaporkan hasil pertemuannya dengan Mario, bahwa pria tersebut sudah setuju menjual saham dan menerima investasi darinya.Sesuai dengan rencana, Ryan masuk ke perusahaan Mario sebagai investor.Semuanya sudah mereka planning-setelah dikuasai Gilang dengan bantuan Ryan, mereka akan membuat Mario hingga jatuh miskin dan tidak semena-mena lagi."Bagus. Tetap pantau secara langsung perkembangan yang ada. Jika ada sesuatu yang dia putuskan tanpa meminta pertimbangan darimu, beri peringatan!"Gilang memberikan jawaban dengan tegas. Saat ini mereka terhubung melalui telepon."Siap, Mas Gilang!" jawab Ryan patuh."Pokoknya buat dia semakin merasa tertekan dan tidak bisa bebas," ungkap Gilang, menginginkan kejatuhan Mario."Pasti! Sesuai dengan arahan Mas Gilang," tegas Ryan.Mereka berdua masih berbicara melalui telepon, membicarakan rencana selanjutnya."Terima kasih atas bantuannya,
"Ryan, lanjutkan planning selanjutnya!"Tegas, Gilang meminta Ryan untuk melanjutkan terencana mereka--terkait masalah Mario."Siap, Mas Gilang!" sahut Ryan dari seberang sana.Siang ini, Gilang menerima panggilan telepon dari Ryan di balkon kamarnya di lantai dua.Kebetulan mama mertuanya sedang pergi keluar rumah sehingga tidak ada orang yang mengawasinya."Pastikan dengan benar, bahwa harga saham perusahaan Mario benar-benar jatuh. Dan ingat, buat seperti tidak ada investor yang tertarik!"Lagi, Gilang memberikan instruksi terkait pekerjaan yang harus dilakukan Ryan."Semua sudah sesuai dengan planning, Mas Gilang. Tinggal menunggu saatnya tiba," ujar Ryan meyakinkan."Ya, aku percaya padamu."Setelahnya, Ryan memberikan laporan seperti biasa terbaik usaha yang dikelolanya."Satu jam yang lalu, sekretaris Mario juga sudah menghubungi saya, Mas Gilang. Dia berharap bisa bekerja sama denganku."Gilang tersenyum senang mendengar berita ini--rencananya akan segera terwujud!"Bagus, Rya
Ibra melihat adiknya yang terlihat sangat marah--membuatnya bingung."Gilang, apa yang terjadi? Kenapa kau terlihat begitu marah?" tanyanya--ingin tahu.Gilang tersenyum sinis mendengar pertanyaan tersebut."Oh, kau akhirnya datang kesini, Ibra. Aku marah karena selama ini kau telah menyakiti aku tanpa henti!"Mendengar jawaban dengan suara keras dan penuh amarah, membuatnya merasa bersalah."Maafkan aku, Gilang. Aku menyadari bahwa perbuatanku menyakitkanmu. Tapi aku hanya ingin melindungimu. Percayalah!"Tapi adiknya itu menggeleng cepat, tidak mau mendengarkan penjelasannya.Bahkan adiknya juga berkata dengan keras--mencerminkan emosio yang tidak bisa ditahan."Aku merasa diabaikan dan diacuhkan olehmu. Kau selalu berpikir hanya tentang dirimu sendiri dan tidak memperhatikan bagaimana aku!"Ibra ingin membela diri, tapi ternyata Gilang tidak mau mendengarkan penjelasannya."Aku menyesal sekali telah bersikap seperti itu. Sebagai kakak, seharusnya aku lebih perhatian terhadapmu.""H
Ibra mengusap wajahnya dengan kasar-ingat akan mimpinya lagi."Huhfff ... apa ini? Kenapa aku tidak bisa berkonsentrasi?" gumamnya bertanya.Setelah berpikir lagi, Pria sukses itu memutuskan menghubungi seseorang-seseorang yang dulu pernah dipekerjakan.Seseorang itu dimintai tolong untuk menjadi "eksekutor", menabrak Gilang lima tahun lalu!Dia ingin kembali menugaskan orang tersebut mulai mengawasi adiknya-lagi."Aku tidak mau mimpi itu jadi nyata "Ibra akan memantau gerak-gerik Gilang-yang bodoh!Semua karena kegelisahannya, berpikir bahwa mimpinya adalah sebuah petunjuk, bukan sekedar mimpi biasa saja."Ini seperti memberikan gambaran, bahwa selama ini Gilang hanya pura-pura saja."Menurutnya-bisa jadi, pada akhirnya Gilang merebut perusahaan yang dikuasainya saat ini!Padahal perusahaan ini bukan milik Ibra secara mutlak, karena sebenarnya perusahaan keluarga.Seharusnya dikelola bersama-sama dengan Gilang, tapi itu jika mereka berdua sudah sama-sama dewasa dan kondisi Gilang "no
"Hem, capek di dalam kamar terus. Aku mau keluar sebentar," keluh Gilang.Pria itu bosan berada di dalam rumah. Dia keluar menuju ke balkon kamarnya di lantai atas.Rumah sepi karena hanya ia saja di rumah-saat ini. Untuk pembantu rumah, mereka hanya datang saat diperlukan tenaganya saja.Dengan berada di balkon kamar, pria itu bisa melihat situasi teras depan dan samping rumah."Aku bisa melihat seandainya Diana agar bisa bersiap-siap," gumamnya."Semoga tidak ada yang mengintai lagi," ujarnya, dengan melihat sekitar rumah.Pria itu kembali sibuk dengan ponselnya, kemudian melakukan panggilan telepon dengan Ryan.Dia pura-pura idiot jika berbicara dengan orang lain, tapi tidak dengan Ryan seorang!"Lanjutkan saja rencana berikutnya," perintah pria itu dengan seseorang yang dihubungi."Baik, Mas Gilang. Pak Ibra tidak menaruh curiga atau apapun pada saya," lapor Ryan di seberang sana."Bagus. Pastikan dia masuk dalam rencana kita, biar lebih mudah."Nada bicara Gilang lebih rendah, mem
Mario berada di ruangan kerjanya yang terletak di lantai atas sebuah gedung perkantoran yang megah. Ruangan kerjanya didesain dengan gaya modern dan minimalis, dengan jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota yang sibuk di luar. Meja kerjanya berantakan dengan berbagai laporan keuangan, data saham, dan perangkat teknologi seperti laptop dan layar monitor.Suasana di dalam ruangan terasa tegang dan berisik dengan suara tik-tok jam dinding dan telepon yang berdering terus menerus.Tapi pemilik ruangan tetap diam tanpa merespon."Oh tidak, grafik saham semakin turun! Bagaimana bisa ini terjadi? Perusahaan ini benar-benar berada dalam bahaya."Saat menghadapi masalah dengan grafik sahamnya yang terus menurun, pria itu tampak cemas dan tegang. Dia duduk di kursi kerjanya dengan posisi badan sedikit maju, tangan bertautan di atas meja, dan mata yang sering kali terpaku pada layar monitor yang menampilkan data saham perusahaannya.Pria itu menggigit bibirnya, mengedipkan mata, menun
"Gilang, pergi bereskan gudang!"Wanita paruh baya itu memerintah"menantu bodohnya" sambil menatap tajam.Kekasih mudanya duduk di sofa, memegang kain kompresan. Entah apa yang terjadi pada "pria parasit" itu, sebab ada beberapa obat dan air hangat diatas meja-digunakan untuk mengompres.Perasaan Gilang tidak nyaman, saat menyadari bahwa tatapan "pria parasit" itu seperti memiliki rencana jahat terhadapnya."Baik, Ma. Gilang segera ke gudang dan melakukan perintah, Mama.""Bagus, dan ingat! Jangan menambah kekacauan di gudang!" tegas wanita itu memperingatkan.Gilang memiringkan kepalanya, seperti tidak paham dengan maksud peringatan tersebut. Dia terus berjalan, tanpa menoleh lagi.Sejenak setelah Gilang pergi, Surya menepuk sofa, meminta pada wanita itu untuk menghampirinya."Ah, iya Sayang. Maaf," ucap Wanita itu tersenyum canggung."Sayang, cintaku. Aku ingin bicara denganmu tentang Gilang."Wanita itu memandang kekasihnya dengan serius. Dua tidak suka jika Surya lebih memperhatik