"Hai, tekan dada bagian jantungnya!" seru penjaga, pada napi yang berikan bantuan pertama."Egh! Eh, tetap gak bisa, pak!" teriak napi tersebut, merasa putus asa.Napi-napi lainnya berusaha memberikan pertolongan pertama pada Mario, tetapi sayangnya, kondisinya sudah terlalu parah.Meskipun upaya mereka lakukan sebaik mungkin, Mario akhirnya meregang nyawa dalam keadaan yang menyedihkan. Suasana sel berubah menjadi hening dan penuh duka cita.Pagi harinya, berita kematian Mario telah menyebar ke seluruh lapas. Para napi terkejut dan bingung dengan kejadian tersebut. Beberapa berbisik-bisik dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Gak nyangka," kata napi yang memiliki kamar di seberangnya Mario."Tapi, apakah tidak ada yang mencurigakan sebelumnya?" tanya yang lain."Apa? Sepertinya tidak ada. Mario, bersikap seperti biasanya tidak ada yang terlihat aneh." Napi yang kebetulan satu ruangan dengan Mario, memberikan jawaban.Beberapa dari mereka mencoba mendekati Rico, yang
"Dasar tidak waras! Apa yang bisa Kamu berikan untuk putriku?!"Abra Gumilang hanya diam membisu usai mendapatkan hardikan dari ibu mertuanya.Sepertinya, wanita di hadapannya ini sudah tak bisa menahan kekesalannya yang dipendam sebulan ini. Setelah Gilang menikahi Saras, wanita itu pikir Keluarga Gumilang akan terus memberikan dana padanya dan bukan hanya menghapus utang-utangnya selama ini. Sayangnya, ia tak tahu bahwa menantunya ini benar-benar sesuai “gosip yang beredar”.Gilang tampak pemalas dan bodoh. Ia tidak menunjukkan minat yang besar dalam hal pekerjaan atau pendidikan. Seolah … dia memiliki “dunianya” sendiri."Jawab, Gilang! Setidaknya, Kamu bekerja dan menafkahi Saras, layaknya seorang suami yang baik!" tambah wanita paruh baya di hadapannya."Gilang sudah kerja kok, Ma," sahut pria itu membela diri. Namun, wajahnya tampak datar.Hal ini jelas membuat Diana semakin geram."Kerja apa? Cuma makan dan tidur saja di rumah! Kamu tidak bisa membantu apa-apa! Bahkan, pintu ka
Diana mengangguk setuju, kemudian pria muda tersebut menyulut rokok dengan santainya."Hisap!" perintah pria tersebut dengan memaksa Gilang untuk menghisap rokok yang baru saja ia nyalakan.Gilang patuh, tapi tak lama kemudian..."Uhuk uhuk uhuk!"Gilang terbatuk karena tidak terbiasa dengan asap rokok.Dia memang tidak pernah merokok, karena tidak tahan dengan asap nikotin yang terkandung di dalam rokok tersebut."Hahaha..."Diana dan kekasihnya tertawa lepas.Tidak ada rasa kasihan di wajah mereka berdua, bahkan Diana juga diam saja di saat pria muda tersebut menjadikan punggung tangan Gilang sebagai asbak."Argh ..." pekik Gilang kesakitan.Rokok yang masih menyala itu mati saat ditekan ke punggung tangan Gilang. Kini, punggung tangannya melepuh karena terbakar."Hahaha ... Ternyata memang mengasyikkan, melihatnya kesakitan dan menderita seperti itu. Kau hebat, Surya."Diana tampak puas, seakan-akan melihat sebuah pertunjukan sirkus."Bagaimana jika kita mandikan dia dengan air kra
"Saras! Kamu jangan melawan Mama. Justru, pernikahan yang berikutnya ini akan membuatmu bahagia. Dia seorang pengusaha muda, bukan sampah seperti suamimu ini!" bentak Diana penuh emosi.Telunjuknya bahkan mengarah ke Gilang.Namun, tak seperti yang diharapkan–Saras justru tampak menggeleng lemah. "Apalagi motif yang Mama berikan atas pernikahan kali ini? Apa Mama punya utang lagi?"Ia seketika mengingat semua yang sudah dilakukan mamanya saat rencana pernikahan dirinya dengan Gilang. Dia sudah mengorbankan perasaan dan menekan egonya sendiri demi mamanya. Tapi, kini dengan entengnya, mamanya justru membuatnya semakin merasa terluka dengan membuat rencana pernikahan lagi. Apakah mamanya pikir dia ini objek yang bisa ditukar dengan uang?Plakkk!Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipi putih Saras."Dasar anak tidak tahu diuntung! Apa kamu pikir, biaya hidup itu murah?" tanya sang mama memaki.Gilang menahan amarahnya. Wajahnya merah padam. Hanya saja, itu semua tak terlihat karena te
Sementara itu, di teras depan, Surya kembali bertanya pada Diana–mengenai rencana mereka selanjutnya, "Bagaimana?""Sebaiknya kamu pulang saja dulu, ya? Aku akan membujuk Saras lagi supaya menyetujuinya."Diana tampak berpikir keras. Sepertinya, ia harus menggunakan cara yang sama, yaitu memaksa Saras untuk segera menikah dengan Mario."Tapi, jangan lupa nanti suruh calon menantuku itu mentransfer uang ke rekeningku, ya! Aku butuh uang untuk perawatan bulan ini." Diana berkata lagi.CupSurya segera mengecup bibir kekasihnya itu. "Tenang saja, Sayang. Mario pasti memberimu uang yang banyak, apalagi dia itu kan seorang pengusaha yang sukses. Aku saja mengajukan kerjasama dengannya untuk proyek yang akan datang."Diana tersenyum lebar mendengar perkataan kekasihnya, kemudian mencium bibir Surya yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 bulan terakhir ini.Kini keduanya saling berciuman tanpa rasa malu, padahal berada di teras depan rumah yang tentunya bisa dilihat dari jalanan depan.Tapi
Kini Saras membantu Gilang memakai kaos setelah selesai mandi.Secara tidak sengaja, Gilang justru menyentuh tangan istrinya.Mendadak kepala Gilang berdenyut kemudian mendapat sebuah penglihatan atau gambaran tentang keadaan Saras yang tidak sadarkan diri di sebuah kamar hotel.'Apa ini?' tanya Gilang dalam hati.Ada seorang pria yang tidak dikenalnya, berada di dalam kamar yang sama dengan Saras.Gilang bingung dengan penglihatannya ini, karena biasanya forecast yang dia miliki tidak bisa melihat masa depan. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya.Bagaimana mungkin ia bisa melihat gambaran masa depan Saras dengan begitu jelas?Apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya di kamar hotel itu?Semua pertanyaan dari hasil penglihatannya ini menghantui pikirannya, membuat Gilang akhirnya tidak bisa tidur semalaman.'Bukan grafik? Kenapa tiba-tiba saja aku bisa melihat bagaimana keadaan di masa depan?' batin Gilang bertanya.'Tapi, kenapa Saras dengan pria lain? Siapa dia? At
Malam harinya, Saras tampak mempersiapkan diri untuk pergi ke acara makan malam.Dia sedang duduk menyisir rambutnya lagi, di depan cermin rias."Mas, Saras diajak mama sebentar," ucapnya menyadari Gilang yang hanya diam dan bengong melihat ke arah dirinya.Perempuan itu tak menyadari bahwa sebenarnya sang suami tengah meneliti lebih lanjut “penglihatannya”."Pergi? Ikuuutt ... aku ikuuutt, ya?"Akhirnya, Gilang mencoba untuk merengek agar diajak pergi. Dia merasa tidak tenang saat mendengar perkataan Saras, yang akan pergi karena ajakan mamanya.Saras terdiam sebentar memperhatikan suaminya.Karena wajah Gilang yang memelas, Saras tidak tega membiarkan Gilang sendirian di rumah. Akhirnya dia menganggukkan kepalanya."Aku, bicara sama mama dulu ya? Mas Gilang, ganti baju dulu!"Gilang cepat menganggukkan kepalanya saat Saras pamit. Dia harus bisa bersandiwara, supaya Saras tidak meninggalkan dirinya sendiri di rumah.Begitu juga dengan Saras.Dia harus bisa menyakinkan mamanya, agar b
Menyadari apa yang akan terjadi, Gilang cepat menggeser gelas-gelas yang berisi minuman jus sehingga gelas yang berisi obat tadi tertukar tanpa sepengetahuan waiters."Maaf, hehehe ..."Gilang, mengucapkan permintaan maafnya kepada waiters, dengan sikap yang aneh.Waiters hanya mengangguk tanpa peduli apapun kemudian pergi menuju meja Mario, lalu memberikan pesanannya.Dia tidak curiga jika gelas jus yang dibawa bukan gelas yang berisi obat, sedangkan yang jus bercampur dengan obat justru ada di nampan yang lain.Di tempat duduknya, Saras tampak gelisah.Dia sudah tidak nyaman ada di tempat pesta yang tidak jelas seperti ini, akhirnya mengajak sang suami pulang. "Mas Gilang, kita pulang sekarang, yuk!" ajaknya dengan berbisik.Diana, yang mendengar ajakan tersebut tentu saja marah. "Apa? Kita baru saja datang, kamu tidak punya sopan santun!""Benar kata mamamu, Saras. Kenapa terburu-buru? Acaranya baru saja dimulai," timpal Surya—mencari muka dengan dukungannya terhadap Diana."Jangan