Sementara itu, di teras depan, Surya kembali bertanya pada Diana–mengenai rencana mereka selanjutnya, "Bagaimana?"
"Sebaiknya kamu pulang saja dulu, ya? Aku akan membujuk Saras lagi supaya menyetujuinya."Diana tampak berpikir keras. Sepertinya, ia harus menggunakan cara yang sama, yaitu memaksa Saras untuk segera menikah dengan Mario."Tapi, jangan lupa nanti suruh calon menantuku itu mentransfer uang ke rekeningku, ya! Aku butuh uang untuk perawatan bulan ini." Diana berkata lagi.CupSurya segera mengecup bibir kekasihnya itu. "Tenang saja, Sayang. Mario pasti memberimu uang yang banyak, apalagi dia itu kan seorang pengusaha yang sukses. Aku saja mengajukan kerjasama dengannya untuk proyek yang akan datang."Diana tersenyum lebar mendengar perkataan kekasihnya, kemudian mencium bibir Surya yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 bulan terakhir ini.Kini keduanya saling berciuman tanpa rasa malu, padahal berada di teras depan rumah yang tentunya bisa dilihat dari jalanan depan.Tapi begitulah memang kelakuan Diana semenjak menjadi seorang janda.Dia merasa bangga jika bisa mendapatkan kekasih yang lebih muda, yang bisa dipamerkan pada teman-teman sosialitanya.Padahal, ia juga yang harus menanggung biaya kehidupan Surya, sehingga membuatnya menumpuk hutang yang tidak ada hentinya."Tapi, pastikan Saras bisa datang ke acara makan malam besok! Mario ingin perkenalkan lebih dekat dengannya," ucap Surya setelahnya.Diana pun mengangguk mengiyakan, kemudian tersenyum membayangkan keberhasilan atas rencana yang sudah mereka susun.***"Saras, besok malam ikut Mama!"Mendengar permintaan mamanya, Saras mengerutkan kening, bingung. Wanita itu bahkan menghentikan suapannya. "Ke mana, Ma?" tanyanya."Ikut saja, sih! Mama ada undangan ulang tahun salah satu pelanggan butik. Dia juga pengusaha muda yang sukses, biar kamu juga bergaul dengan orang-orang kalangan atas. Jangan hanya mengurus suami sampah mu itu!"Dengan berkata demikian, Diana melirik tajam ke arah Gilang yang pura-pura tidak mendengar."Ta-pi, Saras pastinya capek sepulang kerja, Ma. Lalu, jika kita pergi, siapa yang di rumah bersama dengan mas Gilang?"Mendengar pertanyaan tersebut, Diana menatap tajam. Dia tidak mau mengajak Gilang, sebab makan malam undangan ulang tahun hanyalah karangannya saja agar bisa mendekatkan Saras dengan Mario. Bisa-bisa, rencananya gagal."Ck!” decaknya tanpa sadar, “Gilang biarkan di rumah. Dia bisa bermain-main dengan game tanpa ada yang mengganggu. Lagipula, jika dia ikut justru membuat repot!"Dengan terang-terangan, Diana tidak ingin mengajak Gilang.Tapi pada kenyataannya, Saras justru menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali–tak setuju."Tidak, Ma. Saras tidak bisa ikut Mama, jika Mas Gilang tidak ikut," balasnya.Mata Diana sontak melotot saat mendengar pernyataan anaknya, yang justru menolak datang sendiri.Mengapa Saras justru ingin mengajak suaminya juga? Padahal, anaknya itu harusnya sadar bahwa Gilang hanya akan membuat repot."Maksud kamu apa, Saras? Suami sampahmu itu justru akan mengacaukan acara temannya Mama!" bentak Diana.Namun, anaknya itu tetap terlihat tenang. "Ya sudah, Saras tidak bisa ikut."Diam-diam, Gilang bersorak dalam hati.Dia senang dengan keputusan yang dibuat oleh isterinya. Dengan demikian, ia semakin yakin bahwa sifat istrinya yang berbeda jauh dengan mama mertuanya itu.'Saras, terima kasih sudah membuat keputusan. Aku harap kamu tidak akan pernah menyesalinya.' Gilang membatin dengan keputusan Saras."Mama bisa pergi dengan pacar Mama,” tambah istrinya lagi, “Saras capek dan Saras tidak akan pergi tanpa mas Gilang!"Mendengar itu, wajah Diana memerah. "Dasar anak bodoh! Lama-lama kamu ikutan sama bodohnya seperti suami sampahmu itu!" makinya kesal. Ia seolah lupa bahwa karena Gilanglah utangnya diputihkan oleh keluarga Gumilang.Terus saja wanita itu mengoceh dan mendesak Saras supaya mau menemaninya besok malam.Namun, melihat keteguhan putrinya, Diana mulai menyerah."Pokoknya, kamu harus ikut! Ajak saja sampah itu, tapi pastikan dia tidak membuat kekacauan!" putusnya.Dia terpaksa membiarkan Saras mengajak Gilang besok malam, meskipun sebenarnya dia sangat tidak setuju. Tapi, tidak ada jalan lain, selain menyetujui permintaan Saras.Setidaknya, biarkan Saras melihat betapa berbedanya Mario dan Gilang yang bodoh ini.Di sisi lain, Saras tampak terkejut. Namun, ia menyembunyikannya dengan cepat. "Iya, Ma. Saras jamin, Mas Gilang tidak akan membuat masalah di pesta temannya Mama."Setelahnya, mereka kembali menikmati makan malam.Sedangkan Gilang sendiri, sudah menyelesaikan makannya. Tapi, Gilang sendiri tidak segera beranjak pergi, sebab masih ingin mengetahui apa yang akan dibicarakan oleh Diana dan Saras setelah makan."Sebenarnya, pacarnya Mama itu kerja apa?" tanya Saras tiba-tiba.Diana tentu saja terkejut mendapatkan pertanyaan tersebut, sebab ia sebenarnya tidak mengetahui secara pasti apa pekerjaannya Surya.“I–itu kerja ...”Kini Saras membantu Gilang memakai kaos setelah selesai mandi.Secara tidak sengaja, Gilang justru menyentuh tangan istrinya.Mendadak kepala Gilang berdenyut kemudian mendapat sebuah penglihatan atau gambaran tentang keadaan Saras yang tidak sadarkan diri di sebuah kamar hotel.'Apa ini?' tanya Gilang dalam hati.Ada seorang pria yang tidak dikenalnya, berada di dalam kamar yang sama dengan Saras.Gilang bingung dengan penglihatannya ini, karena biasanya forecast yang dia miliki tidak bisa melihat masa depan. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya.Bagaimana mungkin ia bisa melihat gambaran masa depan Saras dengan begitu jelas?Apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya di kamar hotel itu?Semua pertanyaan dari hasil penglihatannya ini menghantui pikirannya, membuat Gilang akhirnya tidak bisa tidur semalaman.'Bukan grafik? Kenapa tiba-tiba saja aku bisa melihat bagaimana keadaan di masa depan?' batin Gilang bertanya.'Tapi, kenapa Saras dengan pria lain? Siapa dia? At
Malam harinya, Saras tampak mempersiapkan diri untuk pergi ke acara makan malam.Dia sedang duduk menyisir rambutnya lagi, di depan cermin rias."Mas, Saras diajak mama sebentar," ucapnya menyadari Gilang yang hanya diam dan bengong melihat ke arah dirinya.Perempuan itu tak menyadari bahwa sebenarnya sang suami tengah meneliti lebih lanjut “penglihatannya”."Pergi? Ikuuutt ... aku ikuuutt, ya?"Akhirnya, Gilang mencoba untuk merengek agar diajak pergi. Dia merasa tidak tenang saat mendengar perkataan Saras, yang akan pergi karena ajakan mamanya.Saras terdiam sebentar memperhatikan suaminya.Karena wajah Gilang yang memelas, Saras tidak tega membiarkan Gilang sendirian di rumah. Akhirnya dia menganggukkan kepalanya."Aku, bicara sama mama dulu ya? Mas Gilang, ganti baju dulu!"Gilang cepat menganggukkan kepalanya saat Saras pamit. Dia harus bisa bersandiwara, supaya Saras tidak meninggalkan dirinya sendiri di rumah.Begitu juga dengan Saras.Dia harus bisa menyakinkan mamanya, agar b
Menyadari apa yang akan terjadi, Gilang cepat menggeser gelas-gelas yang berisi minuman jus sehingga gelas yang berisi obat tadi tertukar tanpa sepengetahuan waiters."Maaf, hehehe ..."Gilang, mengucapkan permintaan maafnya kepada waiters, dengan sikap yang aneh.Waiters hanya mengangguk tanpa peduli apapun kemudian pergi menuju meja Mario, lalu memberikan pesanannya.Dia tidak curiga jika gelas jus yang dibawa bukan gelas yang berisi obat, sedangkan yang jus bercampur dengan obat justru ada di nampan yang lain.Di tempat duduknya, Saras tampak gelisah.Dia sudah tidak nyaman ada di tempat pesta yang tidak jelas seperti ini, akhirnya mengajak sang suami pulang. "Mas Gilang, kita pulang sekarang, yuk!" ajaknya dengan berbisik.Diana, yang mendengar ajakan tersebut tentu saja marah. "Apa? Kita baru saja datang, kamu tidak punya sopan santun!""Benar kata mamamu, Saras. Kenapa terburu-buru? Acaranya baru saja dimulai," timpal Surya—mencari muka dengan dukungannya terhadap Diana."Jangan
Sehari setelah semua kekacauan yang terjadi malam itu, Diana merasa sangat malu untuk menghubungi Mario.Dia tidak punya keberanian untuk melanjutkan rencana perjodohan Saras dengan pengusaha muda tersebut.Sementara itu, di kantornya, Mario sedang marah. Tiba-tiba dia menggebrak meja kerjanya, membuat Surya yang saat ini berada di ruang kerjanya terkejut.Brakkk"Sialan! Benar-benar sial!" umpat Mario geram, "Semua rencana untuk Saras, sudah hancur!""Hm, maaf Mario. Tapi aku sudah mencoba untuk merayu Diana, dan katanya dia malu atas kejadian malam itu. Itulah sebabnya, dia ragu melanjutkan rencana yang kemarin." Surya, memberitahu alasan Diana.Mario terdiam sejenak untuk berpikir.Dia sudah terlanjur terpesona dengan kecantikan dan kemolekan Saras. Jadi, ia jelas masih menginginkan perempuan itu.Akhirnya, Mario meminta kepada Surya memberitahu Diana, untuk melanjutkan rencana mereka dengan imbalan yang lebih."Bilang sama pacar tuamu itu! Aku, akan memberikan uang 1 M. Ada satu
Mario duduk di meja kerjanya dengan ekspresi wajah yang tegang. Matanya membelalak saat ia melihat layar komputernya yang menampilkan grafik saham perusahaannya yang terus merosot. Alisnya mengernyit, dan ia menggigit bibirnya dengan gerakan kasar."Ini tidak mungkin! Bagaimana bisa saham kami jatuh seperti ini?" tanya pria itu kebingungan.Sambil memegang kepala dengan satu tangan, Mario mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di meja dengan keras, mencerminkan tingkat stres yang tinggi."Mengapa investor kehilangan kepercayaan pada kami?"Ekspresi wajah pria tersebut mencerminkan kekhawatiran dan kekecewaan yang mendalam karena dia menyadari bahwa situasi ini bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaannya, yang telah dia bangun dengan susah payah."Saya telah bekerja keras untuk membangun perusahaan ini, dan sekarang semuanya hancur!"Tanpa sadar, Mario mulai mengepalkan tangannya kuat, hingga kuku-kuku jari tangan menancap di telapak tangan-membuat tetesan darah mulai menitik diatas meja kerj
"Sejauh ini kita sudah berhasil di planning B, Mas Gilang. Tinggal planning C dan itu tidak lama lagi."Ryan melaporkan hasil pertemuannya dengan Mario, bahwa pria tersebut sudah setuju menjual saham dan menerima investasi darinya.Sesuai dengan rencana, Ryan masuk ke perusahaan Mario sebagai investor.Semuanya sudah mereka planning-setelah dikuasai Gilang dengan bantuan Ryan, mereka akan membuat Mario hingga jatuh miskin dan tidak semena-mena lagi."Bagus. Tetap pantau secara langsung perkembangan yang ada. Jika ada sesuatu yang dia putuskan tanpa meminta pertimbangan darimu, beri peringatan!"Gilang memberikan jawaban dengan tegas. Saat ini mereka terhubung melalui telepon."Siap, Mas Gilang!" jawab Ryan patuh."Pokoknya buat dia semakin merasa tertekan dan tidak bisa bebas," ungkap Gilang, menginginkan kejatuhan Mario."Pasti! Sesuai dengan arahan Mas Gilang," tegas Ryan.Mereka berdua masih berbicara melalui telepon, membicarakan rencana selanjutnya."Terima kasih atas bantuannya,
"Ryan, lanjutkan planning selanjutnya!"Tegas, Gilang meminta Ryan untuk melanjutkan terencana mereka--terkait masalah Mario."Siap, Mas Gilang!" sahut Ryan dari seberang sana.Siang ini, Gilang menerima panggilan telepon dari Ryan di balkon kamarnya di lantai dua.Kebetulan mama mertuanya sedang pergi keluar rumah sehingga tidak ada orang yang mengawasinya."Pastikan dengan benar, bahwa harga saham perusahaan Mario benar-benar jatuh. Dan ingat, buat seperti tidak ada investor yang tertarik!"Lagi, Gilang memberikan instruksi terkait pekerjaan yang harus dilakukan Ryan."Semua sudah sesuai dengan planning, Mas Gilang. Tinggal menunggu saatnya tiba," ujar Ryan meyakinkan."Ya, aku percaya padamu."Setelahnya, Ryan memberikan laporan seperti biasa terbaik usaha yang dikelolanya."Satu jam yang lalu, sekretaris Mario juga sudah menghubungi saya, Mas Gilang. Dia berharap bisa bekerja sama denganku."Gilang tersenyum senang mendengar berita ini--rencananya akan segera terwujud!"Bagus, Rya
Ibra melihat adiknya yang terlihat sangat marah--membuatnya bingung."Gilang, apa yang terjadi? Kenapa kau terlihat begitu marah?" tanyanya--ingin tahu.Gilang tersenyum sinis mendengar pertanyaan tersebut."Oh, kau akhirnya datang kesini, Ibra. Aku marah karena selama ini kau telah menyakiti aku tanpa henti!"Mendengar jawaban dengan suara keras dan penuh amarah, membuatnya merasa bersalah."Maafkan aku, Gilang. Aku menyadari bahwa perbuatanku menyakitkanmu. Tapi aku hanya ingin melindungimu. Percayalah!"Tapi adiknya itu menggeleng cepat, tidak mau mendengarkan penjelasannya.Bahkan adiknya juga berkata dengan keras--mencerminkan emosio yang tidak bisa ditahan."Aku merasa diabaikan dan diacuhkan olehmu. Kau selalu berpikir hanya tentang dirimu sendiri dan tidak memperhatikan bagaimana aku!"Ibra ingin membela diri, tapi ternyata Gilang tidak mau mendengarkan penjelasannya."Aku menyesal sekali telah bersikap seperti itu. Sebagai kakak, seharusnya aku lebih perhatian terhadapmu.""H