Malam harinya, Saras tampak mempersiapkan diri untuk pergi ke acara makan malam.
Dia sedang duduk menyisir rambutnya lagi, di depan cermin rias."Mas, Saras diajak mama sebentar," ucapnya menyadari Gilang yang hanya diam dan bengong melihat ke arah dirinya.Perempuan itu tak menyadari bahwa sebenarnya sang suami tengah meneliti lebih lanjut “penglihatannya”."Pergi? Ikuuutt ... aku ikuuutt, ya?"Akhirnya, Gilang mencoba untuk merengek agar diajak pergi. Dia merasa tidak tenang saat mendengar perkataan Saras, yang akan pergi karena ajakan mamanya.Saras terdiam sebentar memperhatikan suaminya.Karena wajah Gilang yang memelas, Saras tidak tega membiarkan Gilang sendirian di rumah. Akhirnya dia menganggukkan kepalanya."Aku, bicara sama mama dulu ya? Mas Gilang, ganti baju dulu!"Gilang cepat menganggukkan kepalanya saat Saras pamit. Dia harus bisa bersandiwara, supaya Saras tidak meninggalkan dirinya sendiri di rumah.Begitu juga dengan Saras.Dia harus bisa menyakinkan mamanya, agar bisa membawa Gilang dalam acara pesta dan makan malam yang akan mereka hadiri.Saras tidak mau jika Gilang, akan kembali merengek."Boleh ya, Ma?" tanyanya–memastikan.Diana berdecih kesal. "Tapi, suami bodohmu itu akan mengacaukan acara. Mama, tidak mau jika dia membuat kekacauan di pesta nanti!""Tapi, bisa saja Mas Gilang justru akan membuat kekacauan di rumah. Apalagi, tidak ada kita yang akan menenangkan dirinya."Mendengar alasan anaknya, yang bisa saja akan terjadi–Diana akhirnya setuju.Dia tentunya tidak mau jika rumahnya menjadi berantakan karena ulah dari menantunya yang bodoh!"Ck! Dasar tidak berguna!” gumam Diana pada dirinya sendiri, “Tapi, tak apa. Biar nanti diatasi Surya jika dia bikin ulah waktu makan malam."Dibanding Saras membatalkannya, wanita itu terpaksa menyetujui.Mengetahui itu, Saras kembali ke kamar untuk menemui Gilang.Dia akan membantu suaminya bersiap-siap.Perjalanan dari rumah ke tempat acara, membutuhkan sekitar 45 menit.Dan ternyata, Diana mengajak Saras pergi ke sebuah pesta yang diadakan di restoran dengan room private.Pesta ini diadakan Surya bersama dengan temannya, Mario–pengusaha yang rencananya akan dijodohkan dengan Saras dalam waktu dekat.Di pesta yang diatur seperti pertemuan secara tidak sengaja ini, ternyata Mario mengajak dua temannya yang lain."Hai, selamat malam dan selamat datang semuanya!"Mario menyapa dengan ramah. Terlihat rapi dengan setelan jas yang terlihat mahal, seolah menunjukkan bahwa dia seseorang yang sukses dalam pekerjaannya. Dia tampaknya mencoba untuk style gaya elegan khas eksekutif muda yang sukses."Hai, Sayang!"Di sisi lain, Diana berjalan terlebih dahulu untuk memeluk kekasihnya sebelum menyalami tangan Mario.Tak lama, wanita itu kemudian memperkenalkan Mario pada Saras.Surya dan Diana berusaha untuk terlihat natural, seakan-akan tidak merencanakan pertemuan mereka. Sedangkan Gilang, hanya mengekor di belakang Saras dengan memperhatikan keadaan."Ini putriku, Tuan Mario. Namanya, Saras." Diana menyebutkan nama anaknya. Lalu, ia mempersilahkan mereka untuk bersalaman sebagai bagian dari perkenalan."Hai, saya Mario. Senang berkenalan dengan Nona cantik."Pria itu langsung menyebutkan namanya begitu dikenalkan. Dia juga tersenyum penuh arti, dengan tatapan matanya yang tidak biasa. Sedangkan Saras, hanya tersenyum tipis dengan menganggukkan kepalanya tanpa menyambut uluran tangan Mario untuknya.Melihat hal tersebut, Gilang tersenyum sendiri.Dia merasa senang dengan sikap istrinya yang tidak mudah terpesona dengan ketampanan dan pesona dari pria yang ada di depannya saat ini."Dia siapa?" tanya Mario menyadari keberadaan suami Saras."Dia–""Dia hanya saudara! Tapi karena tidak ada yang menjaga di rumah, terpaksa saya mengajaknya!" potong Diana cepat.Saras mengerutkan keningnya mendengar jawaban mamanya yang memotongnya terlebih dahulu.Mengapa mamanya berbohong?Di sisi lain, Gilang mulai mengerti. Tapi, dia tetap pura-pura tidak tahu dengan memiringkan kepalanya, khas orang-orang bodoh yang tidak tahu apa-apa."Sudah-sudah! Kamu berbincang saja dengan Tuan Mario. Biar Mama saja yang jagain Gilang!"Setelah selesai berkata demikian, Diana mendorong pelan tubuh Saras agar lebih dekat dengan Mario.Lalu, mama dari Saras itu menarik tangan Gilang supaya ikut bersama dengannya dan tidak mengganggu Saras yang sedang bersama dengan Mario."Eh …?" Tatap perempuan itu bingung.Menyadari itu, Mario tersenyum miring. "Hai, tenang saja. Ini hanya sebentar dan restoran ini sudah di-booking. Jadi, sepi dan gak mungkin saudara kamu tadi kesasar. Apalagi, ada Surya dan mama kamu, yang jagain," ucapnya–mencoba untuk menenangkan Saras.Hanya saja, diam-diam dia tersenyum miring. 'Wah! Gue, nggak nyangka kalau ternyata Saras secantik dan seseksi ini. Gue pikir penampilan seorang staff kantor atau akunting itu ngebosenin!' batin Mario kagum.Seketika, Mario memiliki rencana yang sebenarnya tidak direncanakan sebelumnya. Dia akan melakukan segala cara untuk mendapatkan Saras, meskipun harus meminta tolong pada waiters restoran menaruh obat tidur bersama dengan obat perangsang di dalam minuman Saras–nanti!Untungnya, kedua jenis obat tersebut memang selalu tersedia di dalam dompetnya Mario!"Maaf, bisa minta tolong bawakan satu gelas jus dan satu gelas air mineral?" tanya pria itu dengan mendekat pada salah satu waiters."Tentu. Mau disajikan di sini atau dibawa ke meja, Tuan?" tanya waiters tersebut."Sajikan saja, di sini. Oh ya, satu lagi. Bisakah kamu menambahkan sedikit gula pada jus?" pinta Mario lagi."Baik, Tuan. Akan saya catatkan pesanannya. Apakah ada pesanan lain?"Mario tersenyum. "Hm, ada. Tapi, ini agak rahasia. Kamu harus menambahkan dua obat ini di gelas jus yang saya pesan tadi. Bisa?" Suaranya sangat pelan.Tak lama, dia memberikan dua bungkus plastik berukuran kecil.Waiters tentu saja kaget saat mendengar permintaan tersebut, apalagi dengan benda yang disodorkan padanya."Maaf, Tuan. Saya, tidak bisa melakukan itu." Waiters, menolak dengan tangan gemetar."Tolong jangan khawatir, ini hanya sekedar permainan dan bercanda saja. Semua sudah tahu, dan ... ya, kamu pasti tahulah bagaimana perkembangan permainan yang seru dan trend itu seperti ini sekarang," ujar Mario memberikan alasan.Waiters pun terpaksa mengangguk mengiyakan meskipun sebenarnya masih ragu.Hanya saja, karena Mario menyelipkan beberapa lembar uang merah ke tangannya, waiters tampak tersenyum sumringah."Baik, Tuan. Jika tidak ada pesanan lain, saya akan segera mengirim pesanan Anda ke dapur."Akhirnya, waiters tersebut setuju dengan sogokan beberapa lembar uang merah, yang saat ini ada di dalam genggaman tangannya."Hanya itu, terima kasih," ucap Mario kemudian berlalu dan berjalan menuju meja yang ditempati Saras.Hanya saja, secara tidak sengaja, Gilang yang sedang pergi ke kamar kecil menyenggol waiters tadi.Dia terkejut saat dapat penglihatan dengan semua aktivitas waiters, yang sedang memasukkan sesuatu pada gelas jus."Sial!" maki Gilang ketika melihat bayangan Mario dan waiters saat berbincang-bincang barusan.Ia merasa gambaran beberapa hari lalu—benar adanya.'Bagaimana bisa dia melakukan sesuatu yang begitu jahat pada Saras?' batin Gilang dengan perasaan yang berkecamuk, ‘tak akan kubiarkan.’Menyadari apa yang akan terjadi, Gilang cepat menggeser gelas-gelas yang berisi minuman jus sehingga gelas yang berisi obat tadi tertukar tanpa sepengetahuan waiters."Maaf, hehehe ..."Gilang, mengucapkan permintaan maafnya kepada waiters, dengan sikap yang aneh.Waiters hanya mengangguk tanpa peduli apapun kemudian pergi menuju meja Mario, lalu memberikan pesanannya.Dia tidak curiga jika gelas jus yang dibawa bukan gelas yang berisi obat, sedangkan yang jus bercampur dengan obat justru ada di nampan yang lain.Di tempat duduknya, Saras tampak gelisah.Dia sudah tidak nyaman ada di tempat pesta yang tidak jelas seperti ini, akhirnya mengajak sang suami pulang. "Mas Gilang, kita pulang sekarang, yuk!" ajaknya dengan berbisik.Diana, yang mendengar ajakan tersebut tentu saja marah. "Apa? Kita baru saja datang, kamu tidak punya sopan santun!""Benar kata mamamu, Saras. Kenapa terburu-buru? Acaranya baru saja dimulai," timpal Surya—mencari muka dengan dukungannya terhadap Diana."Jangan
Sehari setelah semua kekacauan yang terjadi malam itu, Diana merasa sangat malu untuk menghubungi Mario.Dia tidak punya keberanian untuk melanjutkan rencana perjodohan Saras dengan pengusaha muda tersebut.Sementara itu, di kantornya, Mario sedang marah. Tiba-tiba dia menggebrak meja kerjanya, membuat Surya yang saat ini berada di ruang kerjanya terkejut.Brakkk"Sialan! Benar-benar sial!" umpat Mario geram, "Semua rencana untuk Saras, sudah hancur!""Hm, maaf Mario. Tapi aku sudah mencoba untuk merayu Diana, dan katanya dia malu atas kejadian malam itu. Itulah sebabnya, dia ragu melanjutkan rencana yang kemarin." Surya, memberitahu alasan Diana.Mario terdiam sejenak untuk berpikir.Dia sudah terlanjur terpesona dengan kecantikan dan kemolekan Saras. Jadi, ia jelas masih menginginkan perempuan itu.Akhirnya, Mario meminta kepada Surya memberitahu Diana, untuk melanjutkan rencana mereka dengan imbalan yang lebih."Bilang sama pacar tuamu itu! Aku, akan memberikan uang 1 M. Ada satu
Mario duduk di meja kerjanya dengan ekspresi wajah yang tegang. Matanya membelalak saat ia melihat layar komputernya yang menampilkan grafik saham perusahaannya yang terus merosot. Alisnya mengernyit, dan ia menggigit bibirnya dengan gerakan kasar."Ini tidak mungkin! Bagaimana bisa saham kami jatuh seperti ini?" tanya pria itu kebingungan.Sambil memegang kepala dengan satu tangan, Mario mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di meja dengan keras, mencerminkan tingkat stres yang tinggi."Mengapa investor kehilangan kepercayaan pada kami?"Ekspresi wajah pria tersebut mencerminkan kekhawatiran dan kekecewaan yang mendalam karena dia menyadari bahwa situasi ini bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaannya, yang telah dia bangun dengan susah payah."Saya telah bekerja keras untuk membangun perusahaan ini, dan sekarang semuanya hancur!"Tanpa sadar, Mario mulai mengepalkan tangannya kuat, hingga kuku-kuku jari tangan menancap di telapak tangan-membuat tetesan darah mulai menitik diatas meja kerj
"Sejauh ini kita sudah berhasil di planning B, Mas Gilang. Tinggal planning C dan itu tidak lama lagi."Ryan melaporkan hasil pertemuannya dengan Mario, bahwa pria tersebut sudah setuju menjual saham dan menerima investasi darinya.Sesuai dengan rencana, Ryan masuk ke perusahaan Mario sebagai investor.Semuanya sudah mereka planning-setelah dikuasai Gilang dengan bantuan Ryan, mereka akan membuat Mario hingga jatuh miskin dan tidak semena-mena lagi."Bagus. Tetap pantau secara langsung perkembangan yang ada. Jika ada sesuatu yang dia putuskan tanpa meminta pertimbangan darimu, beri peringatan!"Gilang memberikan jawaban dengan tegas. Saat ini mereka terhubung melalui telepon."Siap, Mas Gilang!" jawab Ryan patuh."Pokoknya buat dia semakin merasa tertekan dan tidak bisa bebas," ungkap Gilang, menginginkan kejatuhan Mario."Pasti! Sesuai dengan arahan Mas Gilang," tegas Ryan.Mereka berdua masih berbicara melalui telepon, membicarakan rencana selanjutnya."Terima kasih atas bantuannya,
"Ryan, lanjutkan planning selanjutnya!"Tegas, Gilang meminta Ryan untuk melanjutkan terencana mereka--terkait masalah Mario."Siap, Mas Gilang!" sahut Ryan dari seberang sana.Siang ini, Gilang menerima panggilan telepon dari Ryan di balkon kamarnya di lantai dua.Kebetulan mama mertuanya sedang pergi keluar rumah sehingga tidak ada orang yang mengawasinya."Pastikan dengan benar, bahwa harga saham perusahaan Mario benar-benar jatuh. Dan ingat, buat seperti tidak ada investor yang tertarik!"Lagi, Gilang memberikan instruksi terkait pekerjaan yang harus dilakukan Ryan."Semua sudah sesuai dengan planning, Mas Gilang. Tinggal menunggu saatnya tiba," ujar Ryan meyakinkan."Ya, aku percaya padamu."Setelahnya, Ryan memberikan laporan seperti biasa terbaik usaha yang dikelolanya."Satu jam yang lalu, sekretaris Mario juga sudah menghubungi saya, Mas Gilang. Dia berharap bisa bekerja sama denganku."Gilang tersenyum senang mendengar berita ini--rencananya akan segera terwujud!"Bagus, Rya
Ibra melihat adiknya yang terlihat sangat marah--membuatnya bingung."Gilang, apa yang terjadi? Kenapa kau terlihat begitu marah?" tanyanya--ingin tahu.Gilang tersenyum sinis mendengar pertanyaan tersebut."Oh, kau akhirnya datang kesini, Ibra. Aku marah karena selama ini kau telah menyakiti aku tanpa henti!"Mendengar jawaban dengan suara keras dan penuh amarah, membuatnya merasa bersalah."Maafkan aku, Gilang. Aku menyadari bahwa perbuatanku menyakitkanmu. Tapi aku hanya ingin melindungimu. Percayalah!"Tapi adiknya itu menggeleng cepat, tidak mau mendengarkan penjelasannya.Bahkan adiknya juga berkata dengan keras--mencerminkan emosio yang tidak bisa ditahan."Aku merasa diabaikan dan diacuhkan olehmu. Kau selalu berpikir hanya tentang dirimu sendiri dan tidak memperhatikan bagaimana aku!"Ibra ingin membela diri, tapi ternyata Gilang tidak mau mendengarkan penjelasannya."Aku menyesal sekali telah bersikap seperti itu. Sebagai kakak, seharusnya aku lebih perhatian terhadapmu.""H
Ibra mengusap wajahnya dengan kasar-ingat akan mimpinya lagi."Huhfff ... apa ini? Kenapa aku tidak bisa berkonsentrasi?" gumamnya bertanya.Setelah berpikir lagi, Pria sukses itu memutuskan menghubungi seseorang-seseorang yang dulu pernah dipekerjakan.Seseorang itu dimintai tolong untuk menjadi "eksekutor", menabrak Gilang lima tahun lalu!Dia ingin kembali menugaskan orang tersebut mulai mengawasi adiknya-lagi."Aku tidak mau mimpi itu jadi nyata "Ibra akan memantau gerak-gerik Gilang-yang bodoh!Semua karena kegelisahannya, berpikir bahwa mimpinya adalah sebuah petunjuk, bukan sekedar mimpi biasa saja."Ini seperti memberikan gambaran, bahwa selama ini Gilang hanya pura-pura saja."Menurutnya-bisa jadi, pada akhirnya Gilang merebut perusahaan yang dikuasainya saat ini!Padahal perusahaan ini bukan milik Ibra secara mutlak, karena sebenarnya perusahaan keluarga.Seharusnya dikelola bersama-sama dengan Gilang, tapi itu jika mereka berdua sudah sama-sama dewasa dan kondisi Gilang "no
"Hem, capek di dalam kamar terus. Aku mau keluar sebentar," keluh Gilang.Pria itu bosan berada di dalam rumah. Dia keluar menuju ke balkon kamarnya di lantai atas.Rumah sepi karena hanya ia saja di rumah-saat ini. Untuk pembantu rumah, mereka hanya datang saat diperlukan tenaganya saja.Dengan berada di balkon kamar, pria itu bisa melihat situasi teras depan dan samping rumah."Aku bisa melihat seandainya Diana agar bisa bersiap-siap," gumamnya."Semoga tidak ada yang mengintai lagi," ujarnya, dengan melihat sekitar rumah.Pria itu kembali sibuk dengan ponselnya, kemudian melakukan panggilan telepon dengan Ryan.Dia pura-pura idiot jika berbicara dengan orang lain, tapi tidak dengan Ryan seorang!"Lanjutkan saja rencana berikutnya," perintah pria itu dengan seseorang yang dihubungi."Baik, Mas Gilang. Pak Ibra tidak menaruh curiga atau apapun pada saya," lapor Ryan di seberang sana."Bagus. Pastikan dia masuk dalam rencana kita, biar lebih mudah."Nada bicara Gilang lebih rendah, mem