Sekarang tinggal Angeline dan ibunya saja yang berada di rumah. Rosa menghela nafas lega, seakan gunung yang menghimpit tubuhnya sudah terangkat. Sedari tadi dia diam saja tidak berani berbicara dan mencampuri percakapan nyonya besar dengan Angeline.
Setelah suasana mulai sedikit tenang, Rosa mulai bertanya lagi tentang Darko. Akan tetapi Angeline tidak ingin beradu argumen dengan ibunya lagi, ia terlalu lelah untuk melakukannya lagi.
Angeline pun pergi ke kamarnya yang ada di rumah megah itu, meninggalkan Darko yang masih berdiri di sana.
Demi mengusir rasa bosan, Darko berjalan ke luar rumah untuk berjalan-jalan sebentar. Setelah mengambil uang di ATM terdekat, ia pun pergi ke pusat kota tersebut menggunakan taksi.
Akhirnya taksi pun berhenti setelah sampai di jalan komersil, di jalan ini sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah gedung-gedung pencakar langit. Setelah meminta sopir taksi untuk menurunkannya di pinggir jalan, Darko mulai berjalan menyusuri trotoar yang sangat indah dengan tanaman bunga di kanan kirinya.
Di depannya terlihat sebuah Restoran yang sangat besar, perut Darko seketika berbunyi. Maklumlah sejak dia turun dari kapal perang perutnya belum terisi sesuap makanan pun.
“Berhenti..!”
Tiba-tiba terdengar suara dan seorang Satpam berdiri di depan pintu Restoran yang akan dia datangi.
Darko nampak tertegun dan dengan reflek menghentikan langkah kakinya. Dia memandang ke arah petugas keamanan yang berdiri di depannya dengan pakaian serba hitam.
Wajah Satpam ini terlihat tegas dan di sudut bibirnya ada senyuman menghina saat menatap sosok Darko. Dalam benak Satpam ini berpikir, kalau Darko salah masuk ke Restoran kelas tinggi ini, sehingga dia menghadang jalan masuknya.
“Ada apa pak?”
Darko bertanya dengan expresi bingung, dia menatap Satpam yang menghalangi jalannya dengan perasaan aneh.
“Bapak mau pergi kemana?”
“Saya mau makan di Restoran ini.”
“He he he he apa bapak tidak salah masuk?”
Darko semakin bingung dengan jawaban Satpam ini, padahal dia sudah mengatakan tujuannya datang ke Restoran ini yaitu untuk makan, akan tetapi Satpam ini masih juga menghadang jalannya.
Selama ini tidak ada orang yang berani menghadang jalannya, akan tetapi saat ini Satpam di depannya begitu berani menghalangi langkah kakinya. Tentu saja Darko menjadi kesal, Darko menatap wajah Satpam di depannya dan memandang kearah pakaian yang dikenakannya memang sangat sederhana dan murahan.
Saat ini ada serombongan pria muda dan wanita cantik berpakaian mewah masuk ke dalam Restoran. Satpam yang menghadang jalannya nampak membungkuk dan tersenyum cerah menyambut kedatangan mereka.
Akan tetapi ketika Darko mau berjalan masuk, Satpam ini masih saja berusaha menghalangi jalannya. Darko merasa kesal ketika melihat banyak orang yang menatap ke arahnya dengan tatapan aneh.
“Lihat pemuda itu, apa tidak tahu kalau Restoran ini adalah Restoran mahal.”
“Ha ha ha ha sepertinya pemuda itu berasal dari desa, lihat pakaian yang dipakainya juga sangat murahan.”
Suara-suara penuh ejekan terdengar di telinga Darko saat serombongan wanita muda dan pemuda yang berpakaian bagus memasuki Restoran ini.
Darko bukannya tidak tahu kalau Restoran di depannya ini adalah Restoran mewah, baginya Restoran semacam ini bukanlah apa-apanya. Saat dia belum bergabung dengan militer, Restoran bintang lima yang ada di ibukota adalah langganannya serta tempat dia berkumpul dengan teman-temannya sesama keluarga bangsawan di ibukota.
Sebenarnya maksud satpam ini sangatlah wajar, dia memang bertugas untuk mengingatkan pengunjung yang terlihat miskin untuk jangan masuk. Karena harga setiap makanan di Restoran ini sangatlah mahal dan bukan konsumsi orang miskin maupun pekerja kantoran biasa.
“Minggirlah, jangan halangi jalanku.”
Darko mulai tak sabar dengan sikap Satpam di depannya, dia segera menerobos masuk dan mengibaskan tangannya dengan ringan kearah tubuh Satpam.
Bughhh….!
Tubuh Satpam ini langsung terpental sejauh tiga meter dan tubuhnya mencium lantai dengan keras. Padahal tubuh Satpam ini sangat kekar, akan tetapi dengan kibasan yang terlihat ringan dari tangan Darko tubuhnya tidak sanggup menahannya.
Satpam yang terjatuh merasa sangat kesal dan malu, apalagi mata para pengunjung Restoran sedang menatap ke arahnya.
“Kurang ajar, nampaknya kamu mau membuat ribut di tempat kami?! Jangan harap bisa masuk kedalam sebelum melangkahi nyawaku terlebih dahulu!”
Satpam ini berteriak dengan keras dan penuh ancaman, matanya seakan mau keluar, wajahnya memerah tubuhnya dipenuhi aura membunuh. Dengan cepat Satpam ini berdiri sambil menepuk-nepuk bajunya yang kotor terkena debu.
Darko sama sekali tidak memperdulikan teriakan satpam ini, dia terus berjalan masuk kedalam Restoran. Dia tidak langsung duduk di lantai satu, akan tetapi berjalan ke arah tangga. Darko berniat masuk ke lantai dua atau tiga, karena dia tahu kalau di lantai dua atau tiga suasananya lebih tenang.
Manajer Restoran yang mengetahui ada keributan di pintu masuk segera keluar dari kantornya. Satpam yang sedang berlari masuk hampir menabrak manajer Restoran, untungnya sang manajer cukup sigap menghindar.
“Tono ada apa?! Kenapa kamu berteriak, apa kamu tidak tahu kalau teriakanmu bisa mengganggu ketenangan pengunjung Restoran kita?!” tegur manajer Yadi dengan wajah memerah menahan emosi.
Manajer Yadi kemudian menangkupkan kedua tangannya di depan dada sambil menghadap ke para pengunjung yang sedang menikmati makanannya. Apa yang dilakukannya sebagai tanda permohonan maaf, karena anak buahnya sudah membuat keributan.
Satpam Tono segera menghentikan langkahnya dan tidak jadi mengejar Darko yang sudah menaiki tangga menuju lantai dua.
“Boss.. maaf Boss, tadi ada orang yang membuat onar,” ucap Tono sambil menundukan wajahnya.
Meskipun dia memiliki tubuh yang kekar, akan tetapi saat menghadapi Manajer Yadi dia harus bersikap sopan. Satpam Tono tahu kalau dia sampai membuat kesalahan, maka pekerjaannya yang begitu santai akan hilang.
“Membuat onar? siapa yang berani membuat onar di Restoran Bintang Kejora?!”
Manajer Yadi meninggikan suaranya mendengar laporan satpam Tono. Suaranya penuh dengan perasaan marah, tentu saja dia sangat emosi begitu mendengar laporan anak buahnya.
Sementara itu Darko yang berada di lantai dua sudah memesan beberapa menu makanan yang paling enak di Restoran ini. Untungnya pelayan Restoran sama sekali tidak peduli dengan penampilan Darko yang sederhana, pelayan sudah mencatat semua pesanannya dan pergi ke dapur.
Tak lama kemudian makanan yang Darko pesan sudah datang dan disajikan di mejanya. Saat akan memasukkan makanan kedalam mulutnya, dari arah tangga terdengar suara langkah kaki.
“Berhenti..!!”
Terdengar suara teriakan yang cukup keras di lantai dua, secara otomatis Darko menghentikan gerakannya yang akan memasukkan makanan kedalam mulutnya.
Kemudian sudut matanya melirik ke arah sumber suara, seketika dia tahu siapa orang yang berteriak itu. Ternyata yang berteriak adalah Satpam Tono yang datang bersama manajer Yadi.
Setelah tahu kalau yang berteriak adalah satpam Tono, Darko melanjutkan memasukkan makanan yang sudah ada di depan mulutnya. Dia sama sekali tidak peduli dengan teriakan satpam Tono.
Tak lama kemudian mereka berdua berdiri di depan meja Darko. Sepasang mata manajer Darko langsung menyapu keatas meja yang ada di depannya, seketika keningnya mengernyit.
Manajer Darko melihat semua makanan yang di pesan Darko merupakan menu nomor satu di Restoran ini, kalau di total seluruh makanan seharga seratus juta rupiah. Semua makanan yang di pesan adalah makanan laut yang sangat langka dan mahal.
Satpam Tono juga melihat makanan yang di atas meja, seketika expresinya menjadi jelek. Ternyata Darko malah memesan makananan nomor satu yang ada di Restoran ini..
“Berhenti..!!”
Manajer Yadi kembali berteriak sambil mengulurkan tangannya untuk menangkap tangan Darko yang akan menyuapkan makanan ke mulutnya lagi.
Darko sama sekali tidak peduli, dia tetap menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Sementara itu tangan satunya yang ada di atas meja, tanpa diketahui semua orang menjentikkan jari tangannya. Tiba-tiba tubuh manajer Yadi yang mau menangkap tangan Darko berhenti dan tubuhnya langsung menjadi patung hidup.
Hembusan angin yang padat melesat menekan titik akupuntur di tubuh manajer Yadi. Angin yang melesat dari jari tangannya merupakan jurus totokan jarak jauh.
Keringat dingin seketika, mengucur deras dari dahi manajer Yadi saat menyadari kalau tubuhnya menjadi kaku dan tak bisa digerakkan.
Satpam Tono nampak tertegun melihat kondisi tubuh manajer Yadi yang terdiam dalam posisi mengulurkan tangannya ke arah Darko. Dia tak habis pikir, apa sebenarnya yang terjadi dengan Bossnya ini.
Sementara itu Darko sama sekali tidak peduli dengan keadaan manajer Yadi, dia melanjutkan menyantap makanannya.
Sedangkan Tono yang berdiri di belakang manajer Yadi, semakin kebingungan dan tak tahu harus berbuat apa. Kemudian Tono menyentuh tubuh manajer Yadi dengan pelan sambil berkata, “Bosss, Boss…” Tono semakin tidak mengerti meskipun dia sudah memanggil manajer Yadi berulang kali dan sudah menepuk tubuhnya, manajer Yadi sama sekali tidak menyahut maupun bergerak. Tono semakin kebingungan,sementara itu manajer Yadi yang di panggil Tono ingin berteriak minta tolong, akan tetapi dari mulutnya sama sekali tidak terdengar satu patah katapun. Kepala manajer Yadi seakan mau pecah, rasa takutnya semakin menjadi di karenakan antara otak dan tubuhnya tidak sinkron. Tubuhnya sama sekali tidak mau menuruti kehendak otak. Bibir manajer Yadi seperti mau bergerak akan tetapi hanya bola matanya saja yang berputar-putar di penuhi rasa panik. Tubuh manajer Yadi benar-benar kaku berubah menjadi sebuah patung manekin. Tono kemudian berteriak ke arah Darko,”Apa yang kamu
"Baiknya kita apakan orang kampung itu?" ucap temannya sambil memegang kemudi mobil sportnya. "Bagaimana kalau kita beri pelajaran, sepertinya pemuda miskin itu bukan berasal dari kota ini. Mungkin dia baru datang dari kampung sehingga tidak mengenal kita para tuan muda dari keluarga kaya di kota Mandiraja?" "Okey, ayo kita beri pelajaran orang itu."Mobil sport berhenti di depan Darko, teman-teman tuan muda yang memakai mobil sport merah inipun ikut berhenti ketika melihat mereka menghentikan kendaraannya. Melihat ada mobil yang berhenti di depannya dan dari dalam mobil keluar dua pemuda berpakaian mahal yang menatapnya dengan tatapan menghina, seketika Darko mengernyitkan dahinya. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa kedua anak muda ini menghalangi jalannya. Kedua pemuda kaya ini tersenyum penuh dengan expresi menghina mendatangi Darko, seakan yang mereka datangi adalah seorang budak hina. Darko menghentikan langkahnya menunggu mereka berdu
Setelah Darko selesai memberi peringatan, bayangan tinju berantai meluncur ke tubuh puluhan pemuda kaya yang sedang kelelahan setelah berulang kali menyerang ke arah Darko tanpa hasil. Bughh..!! Bughh..!! Puluhan tubuh melayang sejauh lima meter, tubuh para pemuda kaya ini melayang dari tempatnya berdiri dan satu persatu jatuh mencium tanah. Dari mulut mereka mengeluarkan seteguk darah setelah terkena tinju Darko di bagian perutnya. Melihat para tuan muda kaya yang terkapar di tanah, Darko sama sekali tidak peduli dia segera menghampiri Danang dan meletakkan kakinya di atas tubuhnya. Wajah Danang seketika memucat melihat kehebatan Darko, apalagi kini tubuhnya sedang diinjak salah satu kaki Darko tentu saja rasa takutnya semakin menjadi. "Apa yang akan kamu lakukan, cepat lepaskan saya?" Danang berkata dengan suara gemetar, meskipun dia tahu kalau dirinya sudah di kalahkan oleh Darko. Sebagai tuan muda dari keluarga konglomerat di kota Mandira
Keesokan paginya, Darko tinggal di rumah sendirian. Sedangkan Angeline pergi bekerja di perusahaan keluarga, demikian juga dengan kedua mertuanya juga pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan lebih intensive penyakit Stroke Abimayu. Karena bosan Darko kembali pergi jalan-jalan, dia tidak memperdulikan peringatan Angeline untuk tidak pergi kemana-mana. Saat mau keluar dari rumah, dia ditegur satpam yang menjaga di pintu gerbang. “Pak Darko, saya mendapat pesan dari nona Angeline untuk melarang bapak keluar.” Darko yang mau melangkah keluar dari pintu gerbang nampak mengernyitkan dahinya, dia menoleh ke arah Satpam Wenas dan menatapnya dengan tatapan tajam. Tentu saja Satpam Wenas sama sekali tidak takut dengan Darko, apalagi Darko hanya seorang menantu yang miskin dan tidak punya pekerjaan. Kemudian Satpam Wenas menghalangi jalan Darko dengan berdiri di depan pintu gerbang. “Minggirlah, jangan menghalangi jalanku,” ucap Darko pelan sambil
Kemudian Lusi segera berdiri di depan Darko dan melindungi pakaian pria yang akan di pegang. “Jangan sekali-kali menyentuh pakaian ini, kamu tidak tahu berapa harga jaket ini?!” Suara Lusi sangat mendominasi saat memarahi Darko, dia berpikir kalau pemuda miskin di depannya tidak tahu betapa berharganya pakaian hasil rancangan desainer Italy ini. Pakaian Tuxedo ini terbuat dari sutra tebal yang sangat langka, serta dijahit tangan oleh desainer dunia itu sendiri. Pakaian ini merupakan koleksi dan kebanggan toko pakaian bermerek ini. Darko menatap Lusi yang ada di depannya dengan ekspresi acuh tak acuh, ‘Apa mereka berpikir kalau dia tidak mampu membeli pakaian mahal ini’. “Memangnya, harga pakaian ini berapa? Kenapa tidak boleh dilihat?” “Dasar orang kampung, lihat, pakaian yang kamu kenakan? Berani-beraninya menyentuh pakaian mahal ini. Nyawamu dijual pun tidak bisa di gunakan untuk membeli pakaian ini!”Lusi berkata dengan gusar mendengar perkata
Darko keluar dari toko pakaian Versaci ini diiringi tatapan hormat semua karyawan, bahkan manajer Liana juga ikut menemani hingga pintu keluar toko. Setelah keluar dari toko Versaci, Darko melanjutkan jalan-jalan di SuperMall ini. Saat sedang berjalan santai di lantai empat, tiba-tiba terdengar teriakan dan jeritan histeris dari lantai bawah. Darko nampak penasaran kemudian dia menjulurkan kepalanya melalui pagar pembatas. Matanya segera menatap ke kerumunan yang ada dibawahnya, dia melihat ada anak perempuan berusia sepuluh tahun yang tergeletak tak sadarkan diri dan tubuhnya bersimbah darah. “Ada anak jatuh dari lantai tiga..!”Suara teriakan pengunjung SuperMall silih berganti membuat kewaspadaan Darko segera bereaksi, apalagi dia juga sudah melihat sendiri keadaan anak itu dari lantai empat. Darko segera menuruni eskalator dengan cepat melalui pegangan tangannya, melewati para pengunjung yang juga sedang turun. Sebelum tubuhnya sampai ke lantai tiga,
“Jadi, pemuda itu sudah menolong Anna?” ucap Dewi lagi, dan wajahnya seketika termangu. Dia merasa sangat menyesal setelah sebelumnya berprasangka buruk dengan Darko, dia tidak menyadari, kalau tanpa pertolongannya, Anna pasti sudah mati. “Betul, kalau bisa bu Dewi harus menemukan orang yang menolong anak ibu, kalau bisa ketemu kami juga ingin bertemu dengan orang itu juga.” Mendengar ucapan dokter Priyadi, Dewi merasa aneh. ‘Bukankah dokter Priyadi adalah ahli bedah yang sangat terkenal di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mandiraja? Mana mungkin dia masih mengagumi seorang pria muda yang menolong anaknya.’ Meskipun dalam hati masih ada sedikit rasa tidak percaya, akan tetapi dia tetap menyanggupi permintaan dokter Priyadi. Sementara itu, Darko yang sudah mencuci tangannya di toilet sudah keluar dari SuperMall. Penampilannya saat ini lebih elegan setelah memakai Tuxedo yang baru dibelinya. Setiap orang yang bertemu dengannya, sama sekali tida
Bab 13. DIUSIR DAN DI PERMALUKAN “Perhatian…” Nyonya besar mengangkat tangannya dan berkata, sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Meskipun suara nyonya besar tidak terlalu besar, namun cukup membuat semua orang terdiam. Selain anggota keluarga Wibisono, yang menghadiri acara pesta ini adalah para petinggi dan karyawan senior perusahaan Wibisono. Angeline dan keluarganya tidak tahu, untuk apa nyonya besar mengadakan acara pesta pertemuan keluarga ini. Setelah semua orang terdiam dan memandang ke arahnya, kemudian nyonya besar berkata, “Saudara-saudara keluarga besar Wibisono, malam ini saya mengadakan pesta ini punya satu hal yang akan di umumkan.” Semua orang seketika saling tatap satu dengan yang lainnya dengan rasa penasaran, karena acara ini sangatlah mendadak. “Pesta ini kami selenggarakan untuk mengumumkan bertambahnya satu orang sebagai bagian keluarga besar Wibisono.” Perkataan ini sekali lagi membuat semua orang