Bab 292. GALAU TINGKAT LANGIT Darko merasa sangat galau tingkat langit menghadapi kenyataan yang dialaminya. Andai dia bisa memilih tentu saja Darko lebih suka selalu hidup di medan perang daripada menerima kenyataan ini. Kenyataan ini tidak bisa dikatakan manis maupun pahit, karena semua adalah kenyataan yang sebenarnya. Hanya saja setelah tahu bahwa dia hanya anak angkat, perasaan hutang budi kepada ayah dan ibu angkatnya menjadi sangat besar. Hutang budi ini melebihi kebaikan harus dilakukan oleh anak kandung kepada orang tua kandungnya. Karena sangatlah wajar dan seharusnya, anak kandung berbakti kepada kedua orang tuanya. Akan tetapi saat ini Darko merasa tekanan yang harus dilakukan kepada kedua orang tua angkatnya seperti sebuah gunung yang selalu berada di punggungnya. Tentu saja Darko tidak bisa durhaka maupun melupakan budi baik yang diberikan George dan Widyawati yang selama ini merawatnya. Bahkan kalau bisa, dia tidak ingin
Bab 293. TIDUR SATU RANJANG DENGAN ANGELINE Setelah menerima laporan kapten pengawal, tuan besar George segera bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruang keluarga. Widyawati memandangi kepergian suaminya tanpa berusaha mencegahnya, karena dia tahu kalau George ingin segera bertemu dengan Darko. “Kalian kembalilah ke tempat kalian, nanti kalau saya membutuhkan bantuan kalian pasti kalian akan saya panggil.” “Baik nyonya.”Kapten pengawal dan kepala pelayan segera kembali ke tempatnya masing-masing. “Darko, kamu pergi kemana saja? Kami mencarimu sedari tadi kenapa tidak kelihatan?”George segera menyapa Darko, setelah melihat sosok Darko yang sedang duduk di teras paviliun. Darko yang sedang asik menikmati rokoknya segera menoleh ke arah sumber suara. Darko segera berdiri dan tersenyum ke arah george setelah mematikan rokok di tangannya. “Ayah…” George menatap wajah anak angkatnya dengan perasaan bersalah, sebagai seorang pria tua yang berpenga
Bab 294. LATAR BELAKANG YANG MENGEJUTKAN Malam ini Angeline benar-benar menyerahkan diri sepenuhnya kepada Darko. Tentu saja Darko juga tidak menolak ketika Angeline berinisiatif untuk melakukan hubungan intim sebagai suami istri dengannya. Keesokan paginya wajah Darko tampak semakin bersemangat, kegundahan dan kegalauan yang mendera pikirannya sudah lebih berkurang. Sedangkan wajah Angeline tampak pucat dan terlihat seperti orang yang kelelahan. Maklumlah mereka semalam telah bertempur hingga semalaman. Bagi Darko yang seorang kultivator tentu saja tidak masalah jika dia melakukan hubungan suami istri semalaman tanpa henti. Hanya saja dia tidak tega melihat Tenaga Angeline kehabisan untuk melayaninya. Menjelang subuh barulah Darko menghentikan serangannya pada Angeline. Saat terbangun Darko tampak bersiul dengan penuh kegembiraan dan langsung berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tanpa menunggu Angeline terbangun
Bab 295. KEBAHAGIAAN “Jadi, siapa orang tua kak Darko?” Angeline berkata tanpa sadar. Padahal dia merasa malu untuk menanyakannya, akan tetapi apa yang keluar dari mulutnya adalah reflek saja karena dia tidak bisa menahan rasa penasarannya. George tidak marah mendengar perkataan Angeline, sebaliknya George malahan tersenyum kemudian melanjutkan perkataannya. “Orang tua Darko tentu saja kamu sudah mengenalnya dengan baik.” “Apa? Saya sudah mengenalnya?”Angeline berteriak tanpa sadar, saat tersadar dan merasa tidak sopan berteriak di hadapan mertuanya, Angeline langsung menutup mulutnya dengan tangan. “Maaf saya hanya terkejut saja. Tapi siapakah orang tua kak Darko, mana mungkin saya sudah mengenalnya.” “Orang tua Darko adalah Bu Siti.”George segera menyebutkan nama Siti dengan nada pelan sambil menatap wajah Angeline dan Darko silih berganti. "Mana mungkin bu Siti adalah orang tua kandung kak Darko?”Mata Angeline seakan mau keluar saat men
Seorang pria muda dengan pakaian lusuh dan sederhana menuruni tangga, di sambut tatapan penghormatan yang hebat. Orang awam pasti akan terheran-heran dengan penyambutan yang begitu megah ini. "Jendral Darko, silahkan menjalani masa senggang anda," ucap seorang Jendral berperawakan tegap ke seorang pemuda yang membalasnya dengan anggukan. Pakaian militer yang dipakai pemuda tersebut begitu lusuh seperti pakaian yang telah disimpan bertahun-tahun. Langkah pemuda ini sangat tegap, matanya menatap kedepan dengan tajam. Tubuhnya tidak terlalu besar akan tetapi aura yang dipancarkan membuat siapapun yang ditatap akan menundukkan wajahnya. "Terimakasih, sudah lama saya tidak merasakan suasana damai seperti ini," sahut Darko sambil tersenyum kemudian dia menerawang seraya membuka dompetnya, sebuah foto wanita terpampang di sana. Pemuda berpakaian kumal ini adalah seorang Jendral besar yang sangat disegani di negara itu. Jendral besar ini bernama Darko Mangkusa
Abimanyu berteriak sambil memandang Rosa Widodo, ibunya Angeline. Abimayu tahu kalau apa yang dilakukan Angeline adalah salah dan akan membuat bencana bagi keluarganya. Dan hubungan bisnis yang sedang di jalin Rianto Wibisono atau kepala keluarga akan terputus dan membuat perusahaan keluarga akan mengalami masa sulit. Rosa juga terdiam, dia tentu saja sama marahnya dengan Abimayu. Akan tetapi dia sangat sayang dengan anak perempuan satu-satunya ini. Meskipun marah dia tidak sampai kehati kemarahannya. “Tenang yah, dengarkan alasan anak kita dulu.” Rosa berusaha menenangkan kemarahan Abimanyu dengan mengusap-usap bahu nya agar emosi suaminya menjadi lebih tenang. Akhirnya Abimanyu hanya duduk diam tanpa bisa berkata-kata lagi. Dia menatap kearah Darko dengan tatapan penuh dengan kebencian. Akan tetapi setelah melihat pakaian yang dikenakan Darko, Abimanyu segera tahu kalau semua adalah akal-akalan anaknya. Mana mungkin pemuda miskin sepert
Perkataan Darko membuat Zaver menegang. Apakah pria lusuh ini tahu sesuatu? "Apa maksudmu hah?! Jelas-jelas tadi Zaver yang menyelamatkan ayah. Kau sejak tadi kan hanya diam saja!" bentak Rosa kesal. Darko hanya tersenyum kecil. Ia menatap Angeline yang sedari tadi seakan 'menyelidiknya'. "Kau tahu apa memangnya dukun? Pakaianmu yang lusuh itu sudah mencerminkan pengetahuanmu, kamu tahu itu tidak?!" Zaver yang terpancing langsung menyerangnya. Ia tak mau momentumnya dirusak oleh pria miskin di depannya ini. "Bukan begitu, aku tadi hanya melihat kau menekan-nekan titik-titik yang tidak jelas. Jadi, menurutku tuan Abimayu pulih bukan karena apa yang kau lakukan!" Mendengar perkataan Darko, wajah Zaver memerah. Bagaimana pria miskin ini tahu apa yang terjadi sebelumnya? Apa dia memahami teknik kedokteran? "Kak Darko, aku tadi melihatmu..." Belum sempat Angeline menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba dari pintu munc
Nyonya besar berteriak tidak percaya sambil menatap kearah Darko serta Angeline. Dia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakan cucu kesayangannya ini. Rinto dan yang lainnya juga tidak percaya dengan apa yang dikatakan Angeline, saat memperkenalkan Darko sebagai suaminya. “Angeline!! Jangan bercanda kamu…! Berani-beraninya kamu bercanda di depan nenek dan kami para orang tua?!” Rinto menghardik Angeline, wajahnya memerah pertanda kalau dia sangat marah dan tidak percaya dengan omongan keponakannya ini. Sedangkan Rossa nampak sedang menahan nafas, melihat Angeline datang bersama Darko. Dia sudah bisa menebak, tak lama lagi pasti ada badai di depannya. Dia hanya bisa menatap Angeline dan Darko dengan perasaan kasihan. Rosa tidak terlalu memihak antara pilihan anaknya maupun pilihan kakak iparnya, dia sebenarnya lebih mendukung pilihan anaknya. Akan tetapi sejak melihat kondisi Darko yang terlihat miskin, dia pun hanya bisa diam meskipun