Abimanyu berteriak sambil memandang Rosa Widodo, ibunya Angeline. Abimayu tahu kalau apa yang dilakukan Angeline adalah salah dan akan membuat bencana bagi keluarganya.
Dan hubungan bisnis yang sedang di jalin Rianto Wibisono atau kepala keluarga akan terputus dan membuat perusahaan keluarga akan mengalami masa sulit.
Rosa juga terdiam, dia tentu saja sama marahnya dengan Abimayu. Akan tetapi dia sangat sayang dengan anak perempuan satu-satunya ini. Meskipun marah dia tidak sampai kehati kemarahannya.
“Tenang yah, dengarkan alasan anak kita dulu.”
Rosa berusaha menenangkan kemarahan Abimanyu dengan mengusap-usap bahu nya agar emosi suaminya menjadi lebih tenang.
Akhirnya Abimanyu hanya duduk diam tanpa bisa berkata-kata lagi. Dia menatap kearah Darko dengan tatapan penuh dengan kebencian.
Akan tetapi setelah melihat pakaian yang dikenakan Darko, Abimanyu segera tahu kalau semua adalah akal-akalan anaknya. Mana mungkin pemuda miskin seperti yang ada di depannya bisa menipu anaknya yang sangat cantik dan cerdas.
Sementara itu Darko sama sekali tidak peduli dengan pertengkaran keluarga yang terjadi di depannya. Setelah kedua orang tuanya tenang dan diam tidak memarahinya lagi, perlahan Angeline membuka tas mahal yang ada di tangannya.
"Ayah, kami sudah menikah secara resmi. Jadi, ayah tidak bisa menjodohkanku dengan pria pilihan Paman Rianto!" ucap Angeline sambil menyerahkan buku nikahnya ke ayahnya.
Emosi Abimanyu seketika meledak lagi, dia langsung membanting buku nikah di tangannya ke lantai setelah membaca nama yang tertulis di buku nikah itu.
"Apa katamu! Omong kosong apa ini?! Kamu tau kan Kalau kita..."
Sebelum dia meluapkan emosinya yang meledak, tiba-tiba tubuhnya menjadi kaku dan separuh tubuhnya langsung tidak bisa digerakkan.
Ternyata Abimanyu terkena tekanan darah tinggi yang membuat aliran darah ke otaknya terganggu dan membuatnya menjadi stroke.
Yang pertama kali menyadari perubahan pada tubuh Abimayu adalah Rosa, sebagai seorang istri tentu saja tahu kalau suaminya menderita tekanan darah tinggi.
“Ayah… ayah… kamu kenapa…?”
Rosa langsung memeluk tubuh Abimayu yang kaku dan mulutnya menjadi miring. Abimayu yang sedang stroke tentu saja tidak bisa menjawab pertanyaan Rosa, yang terdengar hanya suara yang tak jelas dari mulutnya.
“Ayah… ayah… maafkan Angeline…”
Seketika Angeline memeluk tubuh ayahnya yang sedang stroke sambil menangis, dia merasa menyesal telah membuat ayahnya menjadi sakit. Menyesal pun tidak berguna, karena semua sudah terjadi dan ini adalah pilihan hidupnya.
Hanya saja dia tidak menyangka kalau pernikahan gilanya ini membuat kesehatan ayahnya menjadi buruk.
"Angeline! Lihat apa yang kamu perbuat! Ayahmu jadi pingsan karena keputusan bodohmu ini!"
Angeline yang panik pun langsung menelpon rumah sakit terdekat untuk mengirimkan dokter. Air matanya mengalir karena begitu panik melihat kondisi ayahnya.
"Nyonya, biar saya yang menanganinya."
Tiba-tiba Darko maju untuk memeriksa kondisi mertua barunya itu.
Selama menjadi Jenderal dalam peperangan, ia telah belajar berbagai macam metode pengobatan tradisional untuk bertahan di hutan-hutan dan medan perang lain yang jauh dari peralatan canggih kedokteran modern.
Ia belajar dari tabib-tabib terbaik yang ada di seantero negeri. Apalagi, Nusantara menyimpan banyak kekayaan budaya dalam pengobatan tradisional.
Hal itu membuatnya menguasai berbagai macam teknik pengobatan tradisional. Dan, apa yang dialami oleh mertua barunya itu sudah ada di kepala cara mengatasinya. Namun...
Plak!
Tangan Darko yang hendak menyentuh Abimayu langsung disingkirkan oleh Rosa. Matanya nyalang menatap Darko seraya menunjuk hidungnya.
"Jangan sentuh suamiku! Ini semua karena ulahmu! Pergi dari sini!"
Darko terhenyak. Ia sebenarnya tahu cara menyembuhkan Abimanyu. Ia melihat jika aliran darah ke kepala Abimayu tersumbat karena urat-urat yang mengalirkan darahnya menyempit ketika ia diliputi amarah.
Satu-satunya cara adalah dengan menotok titik-titik akupuntur di sekitar kepalanya untuk memperlebar pembuluh darah dan memperlancar aliran darah ke otak.
Namun, Rosa justru menghalanginya untuk memberikan pertolongan pertama pada Abimanyu.
"Nyonya, percayalah dengan saya. Saya bisa menyembuhkan Tuan Abimanyu."
"Percaya padamu? Kedatanganmu saja sudah membuatku muak! Sana, jangan dekati kami!"
Rosa semakin tak karuan. Ia memeluk suaminya itu dengan kencang.
Seketika, Angeline datang dengan Dokter Zaver. Dokter Zaver adalah dokter pribadi keluarga tersebut.
"Dokter! Syukurlah anda datang!"
Zaver dengan cekatan langsung memapah Abimayu dan bertindak cepat.
Sebenarnya Zaver bertindak begitu demi menarik perhatian Angeline. Dalam hatinya, ia sebenarnya sangat mengagumi wanita tercantik dari keluarga tersebut. Mereka sering bertemu setiap Zaver melakukan kunjungan ke keluarga itu.
Dan, ini saat yang tepat baginya untuk menunjukkan diri!
Ia sempat melirik Darko dan tatapannya menuju ke pakaian yang dikenakannya. Seketika tatapan mencemooh tertuju padanya.
"Nyonya, sebaiknya nyonya usir dukun ini. Di masa modern seperti sekarang ini, sudah seharusnya kita percaya pada pengobatan modern."
"Benar, nak Zaver. Tenang saja, ia bukan dukun. Malah seharusnya dia lebih rendah dari dukun! Makanya, tolong selamatkan ayah ya!"
"Tenang, nyonya Aku akan mengobati tuan Abimayu, anda tidak usah khawatir," ucap Zaver seraya melirik Angeline.
Ia pun langsung berusaha menangani Abimanyu dengan peralatan yang ia bawa. Sementara Darko hanya menatap mereka berdua dengan dingin.
Awalnya Zaver masih percaya diri sambil memijat beberapa titik Abimanyu dengan tangannya, dan menggunakan peralatan yang ia bawa untuk menopang tindakannya.
Darko yang melihat apa yang Zaver lakukan hanya tersenyum kecut. Memang, pengobatan modern sekarang terlihat canggih. Namun, tanpa ditopang pengobatan tradisional, pengobatan modern masih memiliki celah.
Dan, Zaver adalah beberapa orang dari kalangan kedokteran yang hanya berpangku pada pengobatan modern.
Darko melihat titik-titik yang dipencet oleh Zaver justru malah membuat aliran darahnya semakin tersendat, dan itu akan semakin memperburuk kondisi Abimanyu.
Benar saja. Beberapa belas menit berlalu dan kondisi Abimanyu belum membaik. Semua peralatan canggih yang ia bawa dalam tas tetap belum bisa membuat Abimanyu siuman.
Malahan, wajah Abimanyu semakin membiru dan nafasnya semakin lemah. Hal ini membuat Zaver semakin panik.
"Zaver, bagaimana? Apa ayah kami bisa disembuhkan?" tanya Angeline panik. Ia tak melihat perkembangan sama sekali dari kondisi ayahnya.
Keringat dingin mengucur dari kening Zaver mendengar pertanyaan Angeline. Tangannya gemetar memikirkan cara apalagi yang bisa ia lakukan.
Lalu, tanpa terlihat oleh ketiganya, Darko melemparkan beberapa jarum dengan teknik lemparan jitu yang ia pelajari dari para master bela diri.
Digabungkan dengan teknik akupuntur yang ia kuasai, kedua teknik itu menjadi sangat berguna di situasi sekarang ini.
Lemparan-lemparan jarum yang diambil dari saku bajunya itu mengenai target dengan tepat sasaran.
Seketika, wajah Abimayu menjadi sedia kala. Nafasnya mulai lancar dan tubuhnya tak lagi tegang. Namun, kondisinya masih belum siuman.
Zaver yang menyadari itu seketika memasang wajah terkejut. Ia tak melakukan apa-apa, bahkan ia hampir saja membunuh Abimayu karena salah menekan pembuluh darah yang seharusnya.
Tapi, kenapa kondisi Abimanyu tiba-tiba berubah drastis?
Pertanyaan itu tak hanya ditanyakan oleh Zaver, melainkan juga Angeline.
Lalu, sebelumnya, ia melihat tangan Darko bergerak-gerak, seakan melemparkan sesuatu, tapi melemparkan apa?
Keduanya diliputi kebingungan. Lalu, Zaver berdiri seakan-akan ia yang menyembuhkan Abimanyu, menatap Rosa dengan berbinar.
"Nyonya, tuan Abimanyu sudah saya sembuhkan. Kita tinggal menunggu saja kondisinya pulih kembali."
Rosa yang begitu senang langsung memeluknya.
"Wah, Nak Zaver memang hebat! Andai saja aku memiliki menantu seorang dokter hebat sepertimu. Pasti keluarga ini akan selalu sehat!"
Zaver hanya tersenyum. Baginya, tak apalah mengakui sesuatu yang bukan kinerjanya. Toh, tadi ia yang terlihat menangani Abimayu, jadi keluarga ini pasti percaya-percaya saja.
Zaver tersenyum bangga atas hal yang bukan ia lakukan.
“Sungguh tidak tahu diri!”
Darko yang tersenyum sinis pun menatap Zaver dengan tajam.
"Mengakui hasil kerja orang lain? Begitukah kinerja dokter masa kini?"
Perkataan Darko membuat Zaver menegang. Apakah pria lusuh ini tahu sesuatu? "Apa maksudmu hah?! Jelas-jelas tadi Zaver yang menyelamatkan ayah. Kau sejak tadi kan hanya diam saja!" bentak Rosa kesal. Darko hanya tersenyum kecil. Ia menatap Angeline yang sedari tadi seakan 'menyelidiknya'. "Kau tahu apa memangnya dukun? Pakaianmu yang lusuh itu sudah mencerminkan pengetahuanmu, kamu tahu itu tidak?!" Zaver yang terpancing langsung menyerangnya. Ia tak mau momentumnya dirusak oleh pria miskin di depannya ini. "Bukan begitu, aku tadi hanya melihat kau menekan-nekan titik-titik yang tidak jelas. Jadi, menurutku tuan Abimayu pulih bukan karena apa yang kau lakukan!" Mendengar perkataan Darko, wajah Zaver memerah. Bagaimana pria miskin ini tahu apa yang terjadi sebelumnya? Apa dia memahami teknik kedokteran? "Kak Darko, aku tadi melihatmu..." Belum sempat Angeline menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba dari pintu munc
Nyonya besar berteriak tidak percaya sambil menatap kearah Darko serta Angeline. Dia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakan cucu kesayangannya ini. Rinto dan yang lainnya juga tidak percaya dengan apa yang dikatakan Angeline, saat memperkenalkan Darko sebagai suaminya. “Angeline!! Jangan bercanda kamu…! Berani-beraninya kamu bercanda di depan nenek dan kami para orang tua?!” Rinto menghardik Angeline, wajahnya memerah pertanda kalau dia sangat marah dan tidak percaya dengan omongan keponakannya ini. Sedangkan Rossa nampak sedang menahan nafas, melihat Angeline datang bersama Darko. Dia sudah bisa menebak, tak lama lagi pasti ada badai di depannya. Dia hanya bisa menatap Angeline dan Darko dengan perasaan kasihan. Rosa tidak terlalu memihak antara pilihan anaknya maupun pilihan kakak iparnya, dia sebenarnya lebih mendukung pilihan anaknya. Akan tetapi sejak melihat kondisi Darko yang terlihat miskin, dia pun hanya bisa diam meskipun
Sekarang tinggal Angeline dan ibunya saja yang berada di rumah. Rosa menghela nafas lega, seakan gunung yang menghimpit tubuhnya sudah terangkat. Sedari tadi dia diam saja tidak berani berbicara dan mencampuri percakapan nyonya besar dengan Angeline. Setelah suasana mulai sedikit tenang, Rosa mulai bertanya lagi tentang Darko. Akan tetapi Angeline tidak ingin beradu argumen dengan ibunya lagi, ia terlalu lelah untuk melakukannya lagi. Angeline pun pergi ke kamarnya yang ada di rumah megah itu, meninggalkan Darko yang masih berdiri di sana. Demi mengusir rasa bosan, Darko berjalan ke luar rumah untuk berjalan-jalan sebentar. Setelah mengambil uang di ATM terdekat, ia pun pergi ke pusat kota tersebut menggunakan taksi. Akhirnya taksi pun berhenti setelah sampai di jalan komersil, di jalan ini sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah gedung-gedung pencakar langit. Setelah meminta sopir taksi untuk menurunkannya di pinggir jalan, Darko mulai berja
Sedangkan Tono yang berdiri di belakang manajer Yadi, semakin kebingungan dan tak tahu harus berbuat apa. Kemudian Tono menyentuh tubuh manajer Yadi dengan pelan sambil berkata, “Bosss, Boss…” Tono semakin tidak mengerti meskipun dia sudah memanggil manajer Yadi berulang kali dan sudah menepuk tubuhnya, manajer Yadi sama sekali tidak menyahut maupun bergerak. Tono semakin kebingungan,sementara itu manajer Yadi yang di panggil Tono ingin berteriak minta tolong, akan tetapi dari mulutnya sama sekali tidak terdengar satu patah katapun. Kepala manajer Yadi seakan mau pecah, rasa takutnya semakin menjadi di karenakan antara otak dan tubuhnya tidak sinkron. Tubuhnya sama sekali tidak mau menuruti kehendak otak. Bibir manajer Yadi seperti mau bergerak akan tetapi hanya bola matanya saja yang berputar-putar di penuhi rasa panik. Tubuh manajer Yadi benar-benar kaku berubah menjadi sebuah patung manekin. Tono kemudian berteriak ke arah Darko,”Apa yang kamu
"Baiknya kita apakan orang kampung itu?" ucap temannya sambil memegang kemudi mobil sportnya. "Bagaimana kalau kita beri pelajaran, sepertinya pemuda miskin itu bukan berasal dari kota ini. Mungkin dia baru datang dari kampung sehingga tidak mengenal kita para tuan muda dari keluarga kaya di kota Mandiraja?" "Okey, ayo kita beri pelajaran orang itu."Mobil sport berhenti di depan Darko, teman-teman tuan muda yang memakai mobil sport merah inipun ikut berhenti ketika melihat mereka menghentikan kendaraannya. Melihat ada mobil yang berhenti di depannya dan dari dalam mobil keluar dua pemuda berpakaian mahal yang menatapnya dengan tatapan menghina, seketika Darko mengernyitkan dahinya. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa kedua anak muda ini menghalangi jalannya. Kedua pemuda kaya ini tersenyum penuh dengan expresi menghina mendatangi Darko, seakan yang mereka datangi adalah seorang budak hina. Darko menghentikan langkahnya menunggu mereka berdu
Setelah Darko selesai memberi peringatan, bayangan tinju berantai meluncur ke tubuh puluhan pemuda kaya yang sedang kelelahan setelah berulang kali menyerang ke arah Darko tanpa hasil. Bughh..!! Bughh..!! Puluhan tubuh melayang sejauh lima meter, tubuh para pemuda kaya ini melayang dari tempatnya berdiri dan satu persatu jatuh mencium tanah. Dari mulut mereka mengeluarkan seteguk darah setelah terkena tinju Darko di bagian perutnya. Melihat para tuan muda kaya yang terkapar di tanah, Darko sama sekali tidak peduli dia segera menghampiri Danang dan meletakkan kakinya di atas tubuhnya. Wajah Danang seketika memucat melihat kehebatan Darko, apalagi kini tubuhnya sedang diinjak salah satu kaki Darko tentu saja rasa takutnya semakin menjadi. "Apa yang akan kamu lakukan, cepat lepaskan saya?" Danang berkata dengan suara gemetar, meskipun dia tahu kalau dirinya sudah di kalahkan oleh Darko. Sebagai tuan muda dari keluarga konglomerat di kota Mandira
Keesokan paginya, Darko tinggal di rumah sendirian. Sedangkan Angeline pergi bekerja di perusahaan keluarga, demikian juga dengan kedua mertuanya juga pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan lebih intensive penyakit Stroke Abimayu. Karena bosan Darko kembali pergi jalan-jalan, dia tidak memperdulikan peringatan Angeline untuk tidak pergi kemana-mana. Saat mau keluar dari rumah, dia ditegur satpam yang menjaga di pintu gerbang. “Pak Darko, saya mendapat pesan dari nona Angeline untuk melarang bapak keluar.” Darko yang mau melangkah keluar dari pintu gerbang nampak mengernyitkan dahinya, dia menoleh ke arah Satpam Wenas dan menatapnya dengan tatapan tajam. Tentu saja Satpam Wenas sama sekali tidak takut dengan Darko, apalagi Darko hanya seorang menantu yang miskin dan tidak punya pekerjaan. Kemudian Satpam Wenas menghalangi jalan Darko dengan berdiri di depan pintu gerbang. “Minggirlah, jangan menghalangi jalanku,” ucap Darko pelan sambil
Kemudian Lusi segera berdiri di depan Darko dan melindungi pakaian pria yang akan di pegang. “Jangan sekali-kali menyentuh pakaian ini, kamu tidak tahu berapa harga jaket ini?!” Suara Lusi sangat mendominasi saat memarahi Darko, dia berpikir kalau pemuda miskin di depannya tidak tahu betapa berharganya pakaian hasil rancangan desainer Italy ini. Pakaian Tuxedo ini terbuat dari sutra tebal yang sangat langka, serta dijahit tangan oleh desainer dunia itu sendiri. Pakaian ini merupakan koleksi dan kebanggan toko pakaian bermerek ini. Darko menatap Lusi yang ada di depannya dengan ekspresi acuh tak acuh, ‘Apa mereka berpikir kalau dia tidak mampu membeli pakaian mahal ini’. “Memangnya, harga pakaian ini berapa? Kenapa tidak boleh dilihat?” “Dasar orang kampung, lihat, pakaian yang kamu kenakan? Berani-beraninya menyentuh pakaian mahal ini. Nyawamu dijual pun tidak bisa di gunakan untuk membeli pakaian ini!”Lusi berkata dengan gusar mendengar perkata