"Kamu itu apa-apaan sih, Reno, sampai menyuruh aku sadar segala? Memangnya aku hilang ingatan apa, atau sedang pingsan? Aku ini sadar, Reno, justru kamu yang harus sadar karena ngomongnya jangan ngelantur." Roni malah membalikan ucapan kepada Reno, ia tidak terima saat Reno berusaha menyadarkannya"Tuh kan Mas, kamu lihat sendiri kan, kalau adikmu juga tidak menyukaiku! Adik sama Ibumu sama-sama membenciku, bahkan mereka berdua ingin menyingkirkan aku dari kehidupanmu. Mereka itu tidak suka, jika melihat kita hidup bahagia, Mas," tuding Wati.Wati malah membolak-balikkan fakta, ia menuduh aku dan Reno ingin merusak kehidupan rumah tangga mereka berdua."Wati, apa maksud ucapan kamu? Ibu dan Reno tidak pernah mau merusak kebahagiaan kalian, tetapi apa yang dikatakan Reno itu memang benar, kalau kamulah yang telah mendzolimi Ibu, bukannya Ibu yang mendzolimi kamu.""Ibuku kok ngotot banget sih, mengatakan kalau aku mendzolimi Ibu, justru Ibu yang selalu mendzolimi aku! Lagian kamu punya
Wati pun menerima handphone yang diberikan Roni kepadanya, dengan raut wajah yang sulit diartikan. Kemudian dia pun melihat rekaman yang ada di handphone Reno. Setelah melihat apa yang ada di sana, raut wajahnya pun berubah menjadi pucat pasi, seperti tidak ada darah yang mengalir ke wajahnya."Mas, aku harap kamu jangan percaya dengan rekaman ini. Ini hanya rekaman yang sengaja diedit oleh Reno," sanggahnya."Diedit apaan sih, Mbak? Sudah jelas-jelas di sana tertera, tanggal dan waktu kejadian rekaman tersebut. Kamu tidak usah berbohong lagi deh, Mbak! Lebih baik kamu mengakui, apa yang sudah kamu lakukan terhadap Ibu? Sudah jelas-jelas ada buktinya, masih aja mengelak," bentak Reno."Aku memang bodoh, Reno, bisa-bisanya aku percaya dengan wanita berhati busuk seperti ini. Kalau saja aku tidak melihat semua ini, mungkin aku juga tidak akan pernah mempercayainya. Mungkin aku akan tetap menyangka, kalau Ibuku yang bersalah," ujar Roni lemah, serta dengan mata yang berkaca-kaca.Raut w
"Iya, Reno, aku juga tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Padahal dia ini sarjana lho, Ren, tapi kenapa pikirannya kolot banget ya. Sampai-sampai ia tega berbuat jahat duluan karena takut dijadikan menantu yang terdzolimi seperti ucapannya itu," ujar Roni sambil memijit keningnya sendiri. "Bener, Mas, kelakuan Mbak Wati memang diluar nalar orang sehat," sahut Reno.Memang apa yang dikatakan oleh kedua anakku tidaklah salah, Wati memang begitu keterlaluan."Mas, aku melakukan semua itu kan ada alasannya, malah semuanya sudah aku jelaskan sama kamu." Wati membela diri."Tapi apapun alasannya, aku tidak mau tau, Wati. Yang jelas sekarang aku ingin kamu minta maaf sama Ibu. Kamu juga harus merubah sikap, harus sopan, serta hormat terhadap Ibuku. Aku ingin kamu menganggap, kalau Ibu itu sama seperti Ibu kamu sendiri. Ibu yang selalu kamu hormati selama ini. Kalau sampai kamu tidak mau melakukan apa yang aku mau, maka lebih baik kita berpisah. Karena untuk apa hidup bersama, jika meman
"I-iya, Mas," ucap Wati terbata.Setelah itu Wati pun menghampiriku, kemudian ia meminta maaf kepadaku. Ia meminta maaf, sambil meneteskan air mata sampai tersedu-sedu. Sepertinya ia sangat menyesal, atau ia memang benar-benar sudah insyaf dengan apa yang dilakukannya. Ia bahkan berjanji akan merubah sifatnya tersebut dan akan membantuku mengerjakan pekerjaan rumah, seperti menantu dan mertua pada umumnya. Tapi aku juga tidak tahu, apakah ucapannya itu tulus dari dalam hatinya atau hanya di saat ada Roni saja.Tapi aku pun merasa senang, kalau memang Wati ingin menjadi menantu yang baik. Aku akan menerima dia dengan lapang dada, walaupun dia pernah menyakitiku. Aku akan memaafkan kesalahannya karena manusia memang tidak luput dari salah dan juga khilaf. "Sudahlah, Wati, Ibu sudah memaafkan kamu kok. Tapi kamu harus benar-benar merubah sifat kamu ya, sebab sebaik-baiknya manusia, yaitu orang yang mau berubah menjadi lebih baik lagi. Nanti kalau kamu benar-benar sudah merubah sifat
"Dek, kita kan sudah lama berhubungan ya, aku juga sudah sering berkunjung ke rumah keluargamu, sedangkan kamu belum pernah bertemu Ibuku. Bagaimana kalau sekarang kita ke rumah ibuku untuk bertemu Ibu dan juga adikku. Kamu mau tidak, mumpung sekarang kita sedang tidak ada kehiatan," tanya Mas Roni saat itu."Ya sudah, kalau memang kamu mau mengajak aku ke rumah ibumu. Kapan kita pergi ke rumah ibumu," tanyaku."Siang ini saja, soalnya rumah ibuku juga tidak terlalu jauh kok dari kota ini, paling sekitar dua jam perjalanan sudah sampai. Kamu tidak apa-apa kan," tanya Mad Roni lagi."Iya tidak apa-apa, ya sudah sebentar aku ambil tas dulu," pamitku.Aku pun segera pergi meninggalkan Mas Roni, aku menuju kamarku untuk mengambil tas karena akan diajak pergi ke rumah ibunya Mas Roni. Aku pun mengganti pakaianku karena pakaian yang barusan aku pakai, sepertinya tidak layak untuk bertemu dengan calon mertua.Aku juga ingin tahu, seperti apa sih orang tuanya Mas Roni itu, serta bagaimana keh
Tidak berapa lama, Wati dan Roni pun telah kembali. Aku melihat wajah Wati begitu pucat. Terlihat juga butiran bening membasahi kening Wati, saat ini ia benar-benar terlihat lemah. Aku pun berusaha bangun dan dibantu oleh Reno. Kemudian aku berjalan menghampiri mereka ke ruang keluarga.Aku pun bertanya kepada Roni, tentang kondisi Wati. Aku ingin tahu, apa sebenarnya yang dirasa oleh Wati, hingga dia sampai muntah-muntah seperti orang yang sedang ngidam. Saat ini aku begitu penasaran dengan apa yang dialami oleh menantu, yang tadi baru saja meminta maaf tersebut."Roni, Wati kenapa, kok tadi Ibu mendengar dia muntah-muntah begitu," tanyaku."Iya, Bu, Wati barusan habis muntah. Tapi entah kenapa ia bisa sampai muntah begitu, Bu. Soalnya aku juga tidak mengerti masalah penyakit," sahut Roni.Roni berkata sambil mendudukkan Wati di kursi panjang, yang ada di ruang tamu tersebut. Lalu ia pun duduk di samping Wati.Aku pun kemudian langsung bertanya kepada Wati, orang yang memang bersa
"Nggak ada kok, Bu, ternyata Wati tadi muntah-muntah itu bukan karena apa-apa, tetapi karena dia sedang hamil Bu. Alhamdulillah Wati ternyata sedang hamil, Bu," ungkap Roni dengan begitu antusias. Mendengar jawaban Roni, aku dan Reno pun langsung saling lirik. Ternyata apa yang kami bicarakan tadi siang tentang Wati benar-benar terjadi. Wati muntah-muntah itu karena ternyata ia sedang hamil, padahal Wati dan Roni baru menikah satu bulan. Kira-kira sudah berapa bulan ya, kehamilan Wati sekarang. Daripada penasaran, aku pun segera menanyakan hal tersebut kepada Roni dan juga Wati. Aku ingin tahu, sudah berapa bulan Wati mengandung saat ini? Semoga saja Wati hamil sesuai dengan usia pernikahannya, jadi tidak akan ada gosip miring di kemudian hari."Alhamdulillah, Roni. Tapi kata Dokter, Wati sekarang sudah hamil berapa minggu," tanyaku.Aku bertanya sambil menatap wajah mereka dengan begitu seksama. Tapi sebelum pertanyaanku dijawab oleh mereka, keburu terdengar kumandang adzan. Sehing
Kami pun menunggu kedatangan Wati, yang saat ini sedang pergi ke kamar mandi. Kami benar-benar penasaran dengan jawaban yang akan diungkapkan oleh Wati, tentang usia kehamilannya tersebut. Lumayan lama Wati pergi ke kamar mandi, membuat aku bertambah curiga kepadanya.Kalau memang hanya untuk sekedar buang air kecil, serta minum nggak mungkin selama ini. Tapi aku merasa kalau Wati sengaja melakukannya untuk menghindariku, supaya aku tidak terus bertanya tentang kehamilannya itu.Tapi aku tidak boleh suudzon, aku tetap harus positif thinking dan bersabar untuk mendengar jawaban dari Wati. Sekitar lima belas menit kemudian barulah Wati kembali datang dan duduk di samping Roni. Mata kami pun tertuju kepada Wati, yang baru datang tersebut."Sayang, kenapa kamu lama sekali sih pergi ke kamar mandinya?," tanya Roni sambil menatap tajam ke arah istrinya."Iya, Wati, kami dari tadi nungguin kamu lho. Kami ingin mendengar kabar tentang kehamilanmu tersebut," timpalku."Iya, Bu, Mas, maafin Wa