"Reno, tolong kamu kirim rekaman ini ke nomer, Mas dong! Kamu juga harus menyimpan rekaman ini sebaik-baiknya, jangan sampai hilang atau terhapus. Karena rekaman ini akan menjadi bukti untuk gugatan perceraian yang akan Mas layangkan kepada Wati di pengadilan nanti. Rekaman ini akan memperkuat bukti yang akan memberatkan Wati. Sehingga proses perceraiannya tidak akan lama, sebab rekaman ini menjadi sebuah bukti, kalau Wati seorang wanita memang tidak pantas untuk dipertahankan." Roni meminta Reno supaya menyimpan rekaman tersebut yang akan dijadikan bukti oleh Roni saat menggugat Wati nanti."Baik, Mas, Reno akan menyimpannya dengan baik. Sekarang juga Reno akan mengirimkan rekamannya kepada Mas, semoga apa yang Mas rencanakan bisa segera terwujud, supaya keluarga kita bisa segera terbebas dari orang-orang yang tidak sepantasnya ada di keluarga kita. Reno juga bedoa, semoga Mas Roni bisa segera move on dari perempuan seperti Mbak Wati. Jangan lupa membuka hati untuk perempuan lain
"Roni, kok kamu malah diam, ke mana istri kamu kok nggak diajak," tanya Bu Novia lagi."Oh itu, Bu, menantu saya itu ikut orang tuanya keluar kota. Jadi Roni ke sini tidak bisa membawa serta istrinya. Maaf ya, Bu, sebab tidak bisa berkenalan langsung dengan menantuku," ujarku memberi alasan, sebab Roni yang ditanya malah diam saja. Sedangkan kami saat ini sefang menjadi tontonan tamu yang hadir."Oh ... tidak apa-apa, Bu. Saya hanya nanya saja, soalnya Roni datang tidak bersama istrinya. Ayo silakan duduk dulu ya, Bu, cari tempat yang nyaman untuk kalian! Sebentar lagi acara pengajiannya akan dimulai," Mamanya Neng Risma meminta kami untuk duduk, menempati tempat yang sudah disediakan. "Iya, Bu, terima kasih telah menyebut kami dengan baik. Ayo, Nak, kita duduk dulu," ajakku.Kami bertiga pun mencari tempat duduk, yang sekiranya nyaman. Karena tempat duduk pria dan wanita terpisah, jadi aku dan kedua anakku pun harus duduk berjauhan. Aku duduk bersama kelompok Ibu-ibu, sedangkan Roni
"Ada apa, Mas Roni? Apa Ibu sakit, ya Mas? Ayo kita bawa ke dokter saja, Mas, mumpung masih siang!" Reno juga mengajakku untuk berobat ke Dokter, ia sama dengan Roni yang terlihat khawayir melihatku kesakitan. "Ibu tidak apa-apa kok, Nak. Ibu hanya sudah tua, jadi jika kelamaan duduk membuat tulang pinggang Ibu sakit. Ibu nggak perlu ke Dokter, istirahat sebentar saja juga sembuh," sahutku.Tapi mereka berdua tetap memaksa aku untuk ke Dokter. Aku pun berusaha bangun, supaya mereka tidak memaksa aku lagi, walaupun sebenarnya masih terasa sakit. "Mas, mungkin Ibu kecapekan, makanya ia seperti ini. Karena selama ini Ibu selalu mengejakan semua pekerjaan sendirian. Walaupun dulu ada Mbak Wati di sini, tetapi ia bukan meringankan pekerjaan Ibu. Tapi Mbak Wati malah menambah beban saja untuk Ibu," ujar Reno."Iya, Reno, sepertinya memang seperti itu. Kalau begitu Mas akan mencari orang untuk membantu Ibu, biar Ibu tidak terlalu capek bekerja. Kasihan Ibu, dari kecil hingga kita sebesar
"Jangan marah dong, Mas, nanti kamu cepet tua lho," ledek Roni."Lagian kamu ngomong ada-ada saja, mana mungkin Risma mau sama Mas.""Sudah-sudah, kalian berdua jangan malah bertengkar begitu, mana di depan rezeki lagi. Ayo cepetan kita makan, nanti keburu malem," tegurku mengakhiri perdebatan diantara keduanya.Kedua anakku pun menuruti apa kataku, mereka pun segera memakan-makanan dari acara syukuran tafi siang. Mereka berdua tidak lagi saling adu ucapan, tetapi fokus menikmati makanan, apa yang ada di hadaannya tersebut.***"Bu, beberapa hari lagi kan bulan puasa nih. Bagaimana kalau kita belanja buat nanti puasa dan sekalian belanja buat persiapan lebarannya sekarang aja yuk! Soalnya, kalau belanja pas puasa apalagi menjelang lebaran pasti padat. Harganya juga bisa dua atau tiga kali lipat," ajak Roni, ketika aku sedang membuat sarapan di dapur. "Memangnya kamu sudah ada uangnya, Nak, sampai mengajak Ibumau untuk belanja sekarang," tanyaku."Alhamdulillah, Bu, Roni kan sudah g
"Iya, Bu Reni, terima kasih," ujarnya, sambil masuk dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu."Bu Reni, aku datang ke sini karena mau minta maaf sama Ibu. Aku benar-benar telah salah paham kepada Bu Reni dan aku tidak kemarin tidak mendengarkan apa kata Bu Reni. Aku malah langsung saja menuduh, kalau Bu Reni sudah dzolim terhadap Wati. Tapi ternyata justru sebaliknya, justru malah Ibu yang telah didzolimi Wati. Maafkan aku, ya Bu, atas semua kesalahan aku selama ini. Apakah Bu Reni mau memaafkan semua kesalahan aku," tanya Bu Sari, sambil menatapku dengan begitu intens.Ternyata Bu Sari datang ke rumahku pagi-pagi begini hanya karena mau meminta maaf kepadaku. Sekarang ia tahu, siapa yang benar dan siapa yang salah antara aku dan Wati. Karena nenurut Reno, ia telah mengklarifikasi semua status Wati di media sosial. Reno bilang ia langsung mengirimkan vidio rekaman CCTVnya ke media sosial, dengan mengetag langsung akun Wati. Karena ternyata Wati tidak mengklarifikasi berita hoaks yan
"Belum, Reno, Ibu belum mendapatkan baju. Ibu pusing kalau harus memilih sendiri, makanya Ibu langsung mencari kamu untuk minta bantuan," ujarku berbohong."Ya sudah nggak apa-apa, sekarang kita memilih pakaian untuk Reno dulu ya. Nanti setelah Reno mendapatkan pakaiannya, baru aku mengantar Ibu untuk memilih pakaiannya." Aku merasa lega, saat Reno percaya dengan apa yang aku ucapkan barusan. Aku tidak mau Reno maupun Roni tahu, kalau ada Mas Romli di Swalayan ini. Apalagi jika mereka tahu, kalau Mas Romi datang ke swalayan ini bersama keluarga barunya.Aku tidak mau jika anak-anakku emosi dan berbuat anarkis di Swalayan ini, Makanya lebih baik aku menghindar daripada hal yang tidak diinginkan terjadi. Aku sudah cukup bahagia bersama dengan kedua anakku, walau tanpa ada Mas Romli di sampingku. Biarlah dia menjalani kehidupannya sendiri karena kami memang sudah hidup masing-masing. Bahkan kami berpisah sudah lima belas tahun lamanya, waktu itu dimana Roni masih berusia sepuluh tahun
"Ya sudah, ayo Bu kita pergi! Kita temui Mas Roni kemudian kita nanti bersama-sama mencari baju untuk Ibu," ujar Reno mempercayai ucapanku, ia juga menyetujui ajakanku dan ia tidak banyak tanya lagi tentang Mas Romli.Kami berdua kemudian segera berjalan kembali, kami tidak menghiraukan Mas Romli yang terus-menerus memanggil namaku. Ternyata saat ini ia seorang diri tidak bersama perempuan yang sedang didampinginya tadi. Aku terus-menerus menerobos kerumunan orang, yang sedang berdiri dan memilih apa yang mereka butuhkan. Aku sengaja melakukannya untuk mengecoh pandangan Mas Romli, supaya tidak melihat kemana aku dan Roni pergi.Ternyata apa yang aku lakukan itu efektif, Mas Romli sepertinya tidak bisa mengikuti ke mana aku pergi. Karena aku tidak lagi mendengar suara Mas Romli yang terus saja memanggil namaku. Tidak Berapa lama, kami pun bertemu dengan Roni, yang ternyata ia juga sudah selesai memilih pakaian yang ia sukai. Bahkan ternyata, Roni pun sedang mencari keberadaan kami b
"Aku datang ke sini bukan mau menanyakan hal itu kok, Mas. Aku juga tidak peduli kamu sedang mengurus perceraian kita atau pun tidak. Aku datang ke sini, cuma mau memperkenalkan kamu sama calon suamiku, yaitu Bapak dari janin yang ada di kandunganku. Ini, Mas, kenalin namanya, Mas Faisal. Ia merupakan pemilik perusahaan, yang cukup terkenal di kota ini. Jadi tidak salah dong aku berpisah denganmu karena aku malah akan lebih terjamin hidupnya, jika menikah dengan Mas Faisal.""Syukurlah, kalau memang kamu mau menikah dengan Bapak dari janin yang ada di kandunganmu. Berarti tidak perlu ada korban lagi untuk menutupi semua kebusukanmu," sahut Roni menjawab perkataan Wati.Wati benar-benar tidak punya perasaan, ia malah memperkenalkan laki-laki yang menjadi Bapak dari janin yang dia kandung. Bahkan ini Wati seakan meninggikan derajat pria tersebut dan merendahkan derajat Roni. Sementara Roni merupakan korban, dari ketidakjujuran yang ia lakukan, ketika sebelum Roni menikahnya."Kurang aj