Dua pekan lagi, usia kehamilan Fani memasuki empat bulan. Rasa mual dan pusing yang dirasakannya di awal-awal kehamilan, saat ini perlahan berkurang. Makannya juga lebih berselera, apalagi sudah dua hari ini Munos keluar kota, begitu juga dengan Bu Sundari dan Pak Karim. Fani benar-benar merasa rileks dan tenang."Non Fani nanti siang mau makan apa, Non?" tanya Bik Ina saat menghampiri Fani yang tengah duduk di taman belakang."Mmm..makan apa ya Bik?" alisnya bertaut memikirkan menu apa yang kiranya menggugah selera makannya."Bibik bisa masak sambel goreng kentang hati sapi ga?" tanya Fani kemudian diikuti senyum hangatnya."Wahh, gampang itu mah Non, itu kan makanan kesukaan tuan muda Munos," jawab Bik Ina tanpa memperhatikan raut wajah Fani yang berubah sendu.Fani terdiam, seketika perutnya bergejolak dan bayangan sambal goreng kentang hati tadi pupus sudah. Tak sudi juga rasanya makan makanan kesukaan drakula labil itu."Oh gitu yaa..," sahut Fani malas."Baik Non, saya ke dapur
Seminggu sudah Fani tak sadarkan diri sejak insiden yang menimpanya. Fani bahkan kehilangan i kembar buah hatinya yang baru berumur hampir enam belas minggu. Kejadian mengenaskan yang menimpa Fani, membuat Bu Sundari dan pak Karim stres, bahkan bu Sundari harus dirawat empat hari di rumah sakit yang sama, karena serangan jantung. Hampir tak percaya mendengar ucapan dokter mengenai kondisi Fani saat dilarikan ke UGD.Flashback" Maaf, keluarga ibu Fani," panggil dokter memanggil. Bu Sundari dan Pak Karim masuk ke dalam ruangan yang tertutup tirai, sedangkan Munos berada di balik tirai dengan wajah pucat pasi dengan aksesoris lebam biru di pipi kanan dan kirinya, papanya telah memukulinya di rumah sakit, hingga babak bekur, jika tidak dipisahkan security tentu Munos bisa mati saat itu juga."Saya sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi dengan anak ibu, yang jelas lebam bekas pukulan di tubuhnya cukup banyak, bibirnya juga harus dijahit, organ intimnya juga terlihat ..." dokter menarik na
"Sayang, kalau masih pusing ga usah ikut ke rumah sakit," ucap Bambang pada istrinya yang saat ini sedang bersiap-siap menjenguk Fani."Ga papa Mas, aku mau ikut, jujur aku sedih Fani dan Munos kehilangan calon bayi kembarnya," ujar Risti dengan tatapan sayu. Yah, kabar yang beredar adalah menantu keluarga Karim mengalami keguguran setelah terjatuh dari tangga, namun Bambang dan Fani masih kurang percaya dengan kabar yang beredar."Ya sudah, Mas tunggu di bawah ya, jangan kelamaan dandan, kalau terlalu cantik dandannya, bisa-bisa semua pasien rumah sakit nanti jatuh cinta sama kamu, Yang," goda Bambang sambil mengecup pipi istrinya."Siap Bos," jawab Risti membalas kecupan Bambang.Mereka sudah sampai di ruang perawatan Fani, setelah mengetuk pintu dan mengucapkan salam, tak ada tanda-tanda orang di dalamnya. Bambang membuka pintu, lalu masuk dengan perlahan, diikuti oleh Risti.Bambang dan Risti menatap miris kondisi Fani, masih terlihat bekas jahitan di pinggir bibir kanan dan kirin
Sebentar lagi, bis yang ditumpangi Fani memasuki area terminal Arjosari kota Malang. Suasana di luar tampak gelap karena memang hujan yang masih penuh semangat membasahi setiap inci sudut bumi. Padahal baru pukul tiga sore tapi sudah seperti pukul enam sore. Fani mengeluarkan secarik kertas tulisan tangan Risti, dari dalam tas ranselnya.[Mami Purwanti Jalan Bendungan Sutami (Kos-kosan Mami-Belakang kampus UMM) terminal Arjosari Kota Malang]Fani mengukir senyum di bibirnya, semua akan dia mulai dari sini. Hidup baru dengan semangat barunya. Setelah turun dari bis, Fani berjalan masih sedikit lemas, di pelataran terminal mencari warung makan, perutnya sudah keroncongan, rasanya sedikit mual, wajahnya juga masih terlihat pucat. Jahitan bekas kuretan masih begitu terasa. Matanya berbinar melihat warung makan yang tidak terlalu ramai, ia memasukinya lalu memesan makanan juga segelas teh manis hangat. Selesai mengisi perut dan tenaganya kembali, kini Fani menatap ke arah jalanan, hujan su
"Paa...Aku udah cari tapi ga ketemu," ucap Munos pada papanya di telpon."Iya Pa, aku tahu, aku udah sewa detektif untuk mencari Fani tapi mereka juga belum bisa menemukannya, keluarganya juga ga tau Fani ke mana."Pak Karim menutup begitu saja telponnya."Ya Allah Fani, kamu ke mana sih?" gumam Munos sambil mengacak kasar rambutnya.Sudah satu bulan sejak kepergian Fani, Munos diboikot oleh kedua orangtuanya, mama dan papanya tak sudi bertemu dengan Munos, sebelum Munos berhasil menemukan Fani dan membawa Fani kembali. Kondisi mamanya juga kembali drop, mamanya tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasa karena kondisi jantungnya yang lemah sejak kehilangan cucu dan kepergian menantunya, Bu Sundari stres berat.Munos masuk ke dalam kamarnya, menatap sendu ruangan itu, mengingatkan kembali kebrutalannya pada istrinya. Perasaan bersalah kini menghantui. Dan yang anehnya, keponakannya ikut tak bereaksi lagi sejak kejadian itu. Munos pernah dalam keadaan mabuk, menyewa seorang PSK di se
Gerimis sore ini cukup lama, Fani menatap ke arah jalanan yang cukup padat dari jendela besar toko pakaian bayi. Baru tiga hari Fani bekerja di sini sebagai kasir. Toko perlengkapan bayi yang menurut Fani sangat lengkap menjual segala kebutuhan bayi, mulai dari baru lahir sampai anak berusia lima tahun. Harganya juga cukup terjangkau dan bervariasi. Dan Fani nyaman bekerja disini, semua karyawan ramah dan baik.Ada Nunung, Rahma, Juwita, Andre dan Joko, yang mempunyai tugas masing-masing melayani Kustomer atau kebutuhan gudang. Sedangkan Fani sendiri bertugas sebagai kasir. Tepat seminggu setelah kejadian Fani yang pingsan di kamar kosnya.Lelaki itu memang baik, meskipun dia hanya seorang kuli bangunan, namun banyak dari anak kos yang cukup ramah dan dekat dengan Septiyan. Yah, Septiyanlah yang memberitahukan pada Fani bahwa toko "All about baby" sedang membutuhkan seorang kasir, karna kasir yang lama sudah keluar karena melahirkan."Mbak Fani, nanti malam pulangnya bareng sama aku
"Bagaimana menurut dokter?" tanya Munos khawatir."Berdasarkan hasil pemeriksaan, kondisi kelamin pak Munos baik-baik saja, tak ada yang aneh, tapi kenapa tidak bisa ereksi itu yang saya juga masih tanda tanya. Saran saya Bapak jaga makanan, rajin olah raga dan tidak stres. Saya berikan vitamin untuk stamina ya," jelas dokter pada Munos yang tertunduk lemah.Munos keluar dari ruangan dokter dengan langkah gontai, sambil menunggu obat yang disiapkan, pikiran Munos melayang pada sosok wanita yang sudah tiga bulan tidak dapat dia temukan. Sudah habis puluhan juta untuk membayar orang mencari keberadaan Fani dan selama itu pula Munos, tidak bertemu dengan ibunya yang sekarang hanya bisa tertidur lemas di kasurnya, karena serangan jantung.Kondisi mamanya sangat mengenaskan, tubuh mamanya semakin pucat dan kurus. Bu Sundari tak akan pernah mau menemui anaknya jika anaknya tidak datang dengan Fani. Munos hampir pasrah setelah tiga bulan tidak dapat kabar apapun dari orang suruhannya.Munos
Di sinilah Fani sekarang berada, dalam bilik sebuah rumah sakit, menunggu lelaki itu terbangun dari tidurnya. Sedih melihat kondisi sang lelaki dengan tangan digips karena terjatuh saat bekerja, sehingga mengakibatkan patah pada tulang tangannya. Harum-harum obat-obatan dan disinfektan, membuat Fani teringat kembali kejadian hampir setahun yang lalu. Kepalanya menggeleng keras, tidak! Ia tidak ingin kembali mengingat kejadian kelam yang pernah ia lalu bersama iblis berkedok manusia yang bernama Munos."Eegh..." Tiyan melenguh, terbangun dari tidurnya. Pelan ia membukanya mata menatap sekeliling. Lamunan Fani buyar, saat mendengar lenguhan Tiyan.Fani menatapnya dengan senyuman."Eh Mbak Fani, kok bisa ada di sini?" tanya Tiyan sedikit kaget sambil berusaha duduk."Pelan-pelan saja Mas, sini saya bantu," ucap Fani lembut sambil membantu Tiyan duduk."Mas bagaimana sekarang kondisinya?" tanya Fani khawatir."Saya ga papa Mbak, terimakasih sudah mau menjenguk saya," ucap Tiyan sambil se