Tiga minggu sebelum pernikahan
Satu minggu ini Nadzifa tidak tenang. Keyakinan bahwa Brandon yang menghamili Indah mulai memudar. Semakin mengenal keluarga Harun dengan baik, dia menjadi ragu dengan hal yang diyakini sejak kecil.
Masih segar dalam ingatan gadis itu, Brandon pernah menjemput Indah di rumahnya. Nadzifa juga belum lupa bagaimana wajah bahagia tantenya ketika menanti kedatangan pria itu. Dan, bagaimana sedihnya Indah saat tahu Brandon hanya mempermainkan hatinya.
Meski Nadzifa saat itu masih kecil, tapi ia kerap dijadikan tempat curhat oleh Indah. Mereka sangat akrab, karena selalu bersama-sama setiap hari.
Pandangan netra hitam Nadzifa beralih ke jam dinding kantor yang menunjukkan pukul 09.00. Dia kembali menatap lurus ke arah puluhan karyawan yang sibuk dengan mesin jahit. Gadis itu sedang mempertimbangkan pergi menemui Brandon sekarang.
Tak lama, ia berdiri setelah mengambil keputusan.
“Aku keluar dulu
Kira-kira beneran Brandon gak ya yang hamili Indah?
Mata sayu Brandon melebar ketika mendengarkan perkataan Nadzifa barusan. Tidak pernah terbesit di pikirannya, gadis itu akan mengajukan pertanyaan tadi.“Apa maksud kamu, Nadzifa?” tanya Brandon bingung.Gadis itu berusaha menahan sesak di dada ketika ingat bagaimana Indah meregang nyawa puluhan tahun silam.“Indah, wanita yang pernah jalin hubungan sama Mas dulu, adalah tante saya.” Pandangan Nadzifa bergerak naik melihat Brandon yang masih menampilkan raut bingung. “Mas masih ingat ‘kan cerita yang dilontarkan Abang kepala botak itu?”Brandon mengangguk, karena memang belum lupa dengan percakapan panas waktu Alyssa menikah.“Tante Indah meninggal bunuh diri, karena hamil. Pria yang menghamilinya nggak bertanggung jawab, katanya belum siap komitmen,” jelas Nadzifa mulai terisak.Nadzifa memiringkan kepala ke kanan dan menatap penuh harap, agar Brandon mau menjawab jujur pertanyaan yang a
Satu minggu menjelang pernikahanSeorang gadis mematut dirinya di cermin yang berukuran besar, lebih tinggi dari dirinya. Senyum merekah tampak cerah di wajah tirusnya. Dia melihat kebaya berwarna putih terbuka di bagian dada, tapi tidak sampai memperlihatkan aset yang selama ini terjaga. Bagian bahu ditutupi brokat yang dipadu dengan inner warna kulit. Nadzifa tampak menawan dengan balutan kebaya yang membungkus tubuh semampainya.“Kamu jangan banyak makan dulu. Bahaya kalau berat badan kamu naik lagi,” desis pria berkepala botak, desainer langganan keluarga Harun.Dulu sekali, Brandon dan Arini juga mengambil foto pernikahan dadakan di butik miliknya. Suami istri tidak menikah secara wajar. Pada awalnya mereka hanya menikah di bawah tangan, karena Brandon telah dijodohkan dengan wanita lain oleh Sandy.“Naik sedikit ya tidak apa-apa, George,” timpal Lisa yang sejak tadi berdiri di belakang, “biar terlihat l
Ponsel yang ada di dalam genggaman Farzan terjatuh kemudian tergeletak ke lantai. Tubuhnya langsung lemas mendapatkan kabar dari El. Kakak yang sangat disayangi mengalami kecelakaan.Nadzifa yang melihat wajah pucat Farzan, segera mengambil ponsel dan menekan tombol speaker.“Abang langsung ke kantor polisi aja. Polisi bilang mobilnya hancur, tapi Papi nggak ada di lokasi kejadian,” jelas Elfarehza setelah sedikit tenang. Namun masih terdengar getar dari suaranya.“Mas Brandon kenapa, El?” tanya Nadzifa ikut cemas.“Papi kecelakaan di jalan ke Sukabumi, Kak. Kita lagi di kantor polisi sekarang,” jawab El di sela napas yang masih sesak.“Iya, Kakak dan Farzan ke sana sekarang. Kasih alamatnya aja ya,” pinta Nadzifa sebelum panggilan berakhir.Netra hitam lebar milik Nadzifa berpindah ke arah Farzan yang tampak sangat terpukul. Wajah pria itu kusut sekarang. Dia meraih tangan yang mengep
Seluruh keluarga Harun kembali ke Menteng Dalam setelah mendengar penjelasan dari polisi. Mereka diminta menunggu hasil pencarian dari tim yang telah dibentuk. Sesuai dengan permintaan Farzan, tidak boleh seorang pun membahas tentang kecelakaan yang menimpa Brandon di depan Arini.Karena sekarang sudah malam, Farzan memutuskan untuk menginap di rumah keluarganya. Dia juga meminta Nadzifa untuk menginap terlebih dahulu, karena tidak mungkin kembali ke Cikarang larut malam sendirian.“Aku balik pakai taksi aja, Zan,” tolak Nadzifa satu jam yang lalu.“Nggak, Zi. Kamu nginap dulu. Aku butuh kamu sekarang,” tanggap Farzan tidak ingin gadis itu beranjak dari sisinya.Akhirnya Nadzifa setuju. Dan di sinilah mereka berada sekarang. Berkumpul di ruang keluarga kediaman Harun.“Mami udah tidur, Al?” tanya Farzan kepada Alyssa yang baru saja keluar dari kamar Arini.Wanita itu menggeleng lesu menahan tangis. “
Semua yang ada di ruangan itu kompak dalam diam. Tidak ada seorang pun berani membuka suara menjawab pertanyaan yang dilontarkan Arini barusan. Bingung, tak tahu harus memberi jawaban apalagi agar wanita itu percaya.Arini berdiri kemudian melangkah ke arah Farzan. Dia menatap sayu sang adik ipar dengan mata merah digenangi air. Wajahnya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Meski sakit, tapi Arini bisa merasakan ada yang disimpan oleh keluarganya saat ini.Dia menarik tangan Farzan ke posisi berdiri, sehingga mereka berhadapan saat ini. “Kamu jawab kakak, Zan. Kenapa Bran belum pulang?” lirihnya terdengar memilukan di telinga pria itu.Farzan menarik napas dalam, sehingga menimbulkan sesak di dalam dada.“Zan!!” bentar Arini, “kamu selama ini nggak pernah bohong sama Kakak.”Netra cokelat lebar Arini menatap mata elang Farzan satu per satu. Dia berharap adik yang telah dibesarkan dengan penuh kasih sayang mau men
Sepasang mata elang tampak mengerjap berusaha untuk terbuka. Dia melihat seorang perempuan berparas cantik masih lelap di samping. Tangannya bergerak naik ke atas, lalu membelai lembut kepala yang dihiasi rambut hitam tebal itu.Farzan berusaha bangun, tapi kepala terasa pusing. Dia tidak bisa tidur sejak tadi malam memikirkan nasib Brandon yang sampai sekarang belum diketahui. Baru memejamkan mata, sudah terbangun lagi sekarang.“Astaga! Aku jadi ketiduran di sini,” gumam Nadzifa jadi ikut terjaga.Tadi malam ia hanya berniat mengantarkan teh hangat untuk Farzan. Nadzifa mendengarkan curahan hati pria itu hingga tertidur di kamarnya.“Kamu mau ke mana?” tanya Farzan menahan tangan Nadzifa ketika ingin berdiri.“Aku mau ke kamar sebelah dulu. Nggak enak kalau Tante Lisa dan yang lain lihat.”Farzan menggelengkan kepala, kemudian mengerling ke jam dinding. “Mereka baru keluar kamar nanti jam 06.00. Se
“Tujuan lo nikah ‘kan cuma meyakinkan Bang Brandon kalau lo nggak ada perasaan apa-apa sama Kak Arini. Sekarang waktu yang tepat untuk batalin pernikahan.”Langkah Nadzifa berhenti ketika mendengar kalimat-kalimat yang diucapkan Bramasta. Dia berdiri di depan kamar seraya memegang nampan berisikan dua cangkir teh yang baru saja dibuat.Kening gadis itu berkerut memikirkan maksud perkataan sahabat Farzan tersebut. Pikiran Nadzifa kembali ke saat pertama bertemu dengan Arini, tepat satu hari setelah menyetujui rencana pria itu untuk menikah. Dia bisa melihat perubahan yang signifikan dari cara Farzan memperlakukan wanita usia pertengahan empat puluhan itu.Pujian-pujian yang dilontarkan Farzan terhadap Arini, ditambah lagi dengan kecemasan yang ditunjukkan terhadap wanita itu. Hingga saat ini, Nadzifa belum mengetahui alasan yang sebenarnya kenapa lelaki itu diminta menikah oleh Brandon secepatnya. Semua memperkuat dugaan Nadzifa.Pegangan
Satu bulan kemudianSepasang mata elang tengah mengedip pelan berusaha terbuka. Jari-jari bergerak mengurut pangkal hidung, menghalau hangover pasca bangun tidur. Setelah sepenuhnya terbuka, sorot mata itu menatap sendu melihat ruang kosong yang ada di samping.Seharusnya, tempat itu sudah terisi dengan sosok perempuan yang akan mendampinginya satu bulan lalu. Namun, peristiwa pahit nan memilukan mampu mengubah semua. Terutama kehilangan dua orang sekaligus yang begitu berarti bagi Farzan; Brandon dan Nadzifa.Hingga detik ini, jasad Brandon belum ditemukan. Tim yang dibentuk kepolisian masih melakukan pencarian, sesuai dengan permintaan keluarga Harun. Mereka masih belum bisa menerima Brandon dinyatakan tewas pada kecelakaan tersebut.“Aku belum percaya sampai melihat jasad Brandon di depan mata.” Begitulah kalimat yang dilontarkan Arini ketika menolak suaminya dinyatakan tewas dalam kecelakaan tunggal.Raut l