Nadzifa berdiri di depan pintu flat Farzan selama sepuluh menit. Tangannya bergerak ragu menekan tombol bel. Sejak tadi ia berpikir apakah tindakan yang diambil ini benar? Sebentar lagi ia akan berinteraksi dengan salah satu wanita yang mungkin masih memiliki dendam dengan keluarga Harun, seperti dirinya.
Gadis itu menarik napas, lalu mengembuskannya perlahan. Dia harus bisa membangun komunikasi yang baik dengan Ayu, karena bagaimanapun wanita itu akan menjadi calon ibu mertuanya. Kepala Nadzifa mengangguk mantap.
Setelah meremas tangan sebentar, akhirnya jari telunjuk Nadzifa menekan tombol berukuran kecil yang ada di samping kosen pintu.
Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya muncul di sela pintu dengan raut wajah bingung.
“Siapa ya?” tanya Ayu lupa dengan wanita yang keluar dari flat putranya kemarin siang.
Nadzifa tersenyum anggun seraya menunjuk flat miliknya dengan ibu jari. “Aku Nadzifa teta
Farzan dan Nadzifa saling berbagi tawa. Mereka menertawakan hidup yang terasa begitu menyedihkan. Perselisihan yang kerap terjadi di antara keduanya, kini mulai menguap semakin mengenal satu sama lain.“Kayaknya beneran deh, Zan. Kita udah ditakdirkan nikah.” Nadzifa tersenyum kecut.Pria itu mengangkat bahu singkat. “Rahasia Allah, Zi. Kita nggak akan pernah tahu apa yang akan terjadi.”“Iya juga sih,” sahut Nadzifa membenarkan. Raut usil tergambar di wajahnya sekarang. “Nah gitu dong. Enak tahu dengerin lo panggil gue Zizi. Kayaknya lebih akrab gitu.”Keduanya kembali diam lagi hingga beberapa detik.“Lo mau dibikinin apa? Belum makan pasti, ‘kan?” tanya Nadzifa memecah keheningan.“Emang bisa masak?” ledek Farzan.Mata hitam lebar Nadzifa membulat protes. Tangannya bertengger di pinggang. “Bisa dong. Sini gue tunjukkan. Mau gue bikinin apa nih? Mie
Hari pernikahan AlyssaRumah keluarga Harun tampak begitu gaduh sejak dini hari. Semua sibuk mempersiapkan pernikahan Alyssa, putri bungsu Arini dan Brandon, yang akan digelar nanti siang. Rencananya setelah akad nikah dilaksanakan, acara resepsi langsung diselenggarakan di gedung yang sama.Farzan juga ikut sibuk mempersiapkan semua keperluan pernikahan keponakannya. Sekalian ingin belajar mempersiapkan pernikahan yang akan digelar dua bulan lagi. Pada akhirnya Brandon mengalah, setelah mendengar perkataan Lisa dan Sandy. Tidak mungkin Farzan menikah sebelum Alyssa, karena bisa menimbulkan citra buruk bagi keluarga Harun.“Abang nanti kita bareng ke gedung ya?” Elfarehza tiba-tiba datang mengagetkan. “Kak Nadzifa nggak bareng sama Abang ‘kan perginya?”Pria bertubuh tinggi itu menggeleng cepat. “Zizi nanti datang pas resepsi. Dia ada perlu dulu katanya.”El tersenyum penuh makna. “Ka
Farzan terkejut bukan main ketika melihat ibunya berada di gedung milik The Harun’s Group. Satu bulan yang lalu, dia mengantarkan Ayu ke bandara sebelum terbang ke Uluwatu. Kenapa wanita itu bisa berada di sini tepat pada hari pernikahan Alyssa?Ayu menyeringai melihat ekspresi putranya. Dia meraih tangan Farzan, tapi ditepis dengan kuat.“Mommy hanya ingin hadir di pernikahan cucu. Nggak boleh?”Farzan menarik tangan Ayu menjauh dari lift. Dia tidak ingin menarik perhatian banyak orang, karena sebentar lagi tamu undangan akan datang.“Cucu? Mommy udah nggak ada hubungan apa-apa dengan keluarga ini lagi. Jangan ganggu Papa dan Mama lagi. Hidup mereka udah tenang,” cicit Farzan tertahan. Dia berusaha menahan suara khawatir terdengar oleh orang lain.Ayu tertawa lebar, sehingga bibir tipisnya hampir tidak terlihat. “Makanya turuti Mommy. Kembali ke posisi seharusnya kamu berada. Ngapain c
Pesta resepsi telah dimulai ketika Farzan dan Nadzifa memasuki ballroom. Alyssa dan suaminya sudah duduk di pelaminan. Begitu juga dengan Arini dan Brandon. Rupanya tamu mulai berdatangan, sehingga ruangan berukuran besar itu tampak ramai.“Kamu belum makan, ‘kan?” tanya Farzan kepada Nadzifa yang masih gugup.Gadis itu melirik ke pelaminan mencari keberadaan Brandon. Tilikan netra hitam lebarnya berhenti ketika melihat pria bercambang duduk di samping perempuan berkerudung. Genggaman tangannya semakin mengerat seiringan dengan darah yang mulai naik ke ubun-ubun.Nikmat banget hidup lo, setelah apa yang lo lakukan sama tante gue, rutuk Nadzifa di dalam hati.“Zi?” panggil Farzan menyentakkan Nadzifa.“Eh? Apa?” Gadis itu mengalihkan pandangan kepada Farzan.“Mau makan sekarang? Lapar nggak?”Nadzifa menggelengkan kepala. “Gue belum lapar.”Rasa
Farzan dan Nadzifa terus bergerak mendekati Brandon dan Arini. Dia melihat wanita berkerudung itu menatap adik iparnya dengan penuh kerinduan. Sorot matanya tampak berbeda dari biasa.Nadzifa kembali dilanda gugup begitu jarak di antara dirinya dan Brandon terpangkas. Sejak dulu, ia ingin sekali bertemu dengan pria yang dijuluki Casanova sewaktu masih muda. Pria yang digilai oleh banyak wanita dan sering mempermainkan hati kaum hawa. Perasaannya bercampur aduk sekarang. Marah, sedih, benci dan dendam. Semua bercampur menjadi satu.Farzan bisa merasakan genggaman tangan gadis itu mengerat. Terasa basah oleh keringat, tapi tidak terlalu mempermasalahkannya.“Kebetulan Mas ada di sini,” ujar Farzan begitu tiba di dekat kakak dan kakak iparnya.Arini tersenyum lebar melihat kehadiran Farzan. “Bran. Akhirnya lo datang.”Brandon menelan ludah mendengar perkataan Arini.“Aku Farzan, bukan Mas Brandon, Kak.” Farza
“Ah iya, Indah. Gue ingat tuh wajahnya secantik namanya, sama-sama indah.” Firto memantik jari semangat.“Ingat bini di samping, Bang,” komentar teman Brandon yang lain.Pria berkepala botak itu malah nyengir kuda. Dia menangkupkan kedua telapak tangan, pertanda meminta maaf kepada perempuan berkerudung yang tampak anggun di sampingnya.“Kok kamu tahu, Nadzifa?” Moza memajukan kepala ke depan, agar bisa melihat Nadzifa dengan benar.“Cuma nebak aja, Kak. Biasanya kalau yang panggilannya In, ya Indah atau Indri,” sahut Nadzifa asal, khawatir semua yang duduk di sana curiga.“Pintar juga calon istri kamu, Zan,” puji Fahmi menggoda Farzan.Farzan tersenyum lembut, kemudian mengusap puncak kepala Nadzifa untuk pertama kali. Sontak gadis itu menatap tak percaya dengan sikap manis lain yang ditunjukkannya sekarang.“Jadi gimana cerita tentang Indah, Kak?” Nadzifa menole
Farzan berdiri di depan flat Nadzifa, setelah pulang dari kantor. Satu kantong kresek berwarna hitam menggantung di tangan kanan. Dia menekan tombol bel dengan tangan yang masih bebas.Dalam hitungan detik, seorang perempuan berparas cantik dengan rambut hitam tebal telah berdiri di sela pintu. Seperti biasa Nadzifa mengenakan baju kaus oblong dengan celana jeans pendek selutut. Pakaian ‘kebesaran’ yang selalu dikenakan sehari-hari.“Bawa apaan lagi tuh?” tanya Nadzifa mengerling ke kantong hitam yang ditenteng Farzan.“Ketoprak buat makan malam,” jawab Farzan menaikkan kantong itu ke atas.“Ch! Irit tuh duit. Bentar lagi nikah, butuh biaya banyak loh,” tanggap Nadzifa seraya memutar tubuh memasuki flat.“Tenang, tabunganku cukup kok buat biaya pernikahan,” balas Farzan enteng.“Habis nikah gimana?”“Masih ada. Nggak usah terlalu dipikirkan
Tiga minggu sebelum pernikahan Satu minggu ini Nadzifa tidak tenang. Keyakinan bahwa Brandon yang menghamili Indah mulai memudar. Semakin mengenal keluarga Harun dengan baik, dia menjadi ragu dengan hal yang diyakini sejak kecil. Masih segar dalam ingatan gadis itu, Brandon pernah menjemput Indah di rumahnya. Nadzifa juga belum lupa bagaimana wajah bahagia tantenya ketika menanti kedatangan pria itu. Dan, bagaimana sedihnya Indah saat tahu Brandon hanya mempermainkan hatinya. Meski Nadzifa saat itu masih kecil, tapi ia kerap dijadikan tempat curhat oleh Indah. Mereka sangat akrab, karena selalu bersama-sama setiap hari. Pandangan netra hitam Nadzifa beralih ke jam dinding kantor yang menunjukkan pukul 09.00. Dia kembali menatap lurus ke arah puluhan karyawan yang sibuk dengan mesin jahit. Gadis itu sedang mempertimbangkan pergi menemui Brandon sekarang. Tak lama, ia berdiri setelah mengambil keputusan. “Aku keluar dulu