Jillian bergegas keluar sebelum Kenzo masuk ke ruangan itu dan menemukan Rangga di sana.
Baru dua langkah kaki Jillian melewati pintu, ia langsung dihadapkan dengan tubuh tegap Kenzo yang baru saja menghentikan langkah.“Om,” gumam Jillian ketar-ketir.Khawatir Kenzo mengetahui ada Rangga di dalam sana sekaligus takut Kenzo melakukan hal yang bisa membongkar status mereka dihadapan Callista.Sorot mata Kenzo tak terbaca, Jillian tidak tahu apa yang sedang Kenzo pikirkan.Sesaat mereka hanya bertukar tatap tanpa bicara.“Om Kenzo, mau coba menu baru di Caffe ini? Yuk, Callista anter ke meja ….”Callista merangkul tangan Kenzo lalu menariknya membawa pria itu jauh-jauh dari ruangan di mana Rangga masih berada saat ini.“Nanti Jill menyusul, Jill ambil tas dulu.”Kenzo tidak menanggapi tapi langkahnya mengikuti tarikan tangan Callista.Jillian masuk ke ruangan CallistSuara pintu yang dibanting kencang oleh Kenzo membuat Jillian akhirnya bernapas lega.Jillian berjongkok lalu menangis sekencang-kencangnya. Satu yang paling Jillian khawatirkan adalah setelah ini Kenzo menceraikannya dan ia berakhir di Panti Asuhan tanpa sepeser pun harta daddy. Setelah mengganti pakaiannya yang basah, Kenzo menyeberang ke walk in closet Jillian. Menggapai koper dari atas lemari lalu mengeluarkan beberapa pakaian Jillian secara asal dan memasukannya ke dalam koper. Ia juga menyambar tas kecil untuk memasukan beberapa skin care yang ada di meja rias tidak lupa dengan alat makeup Jillian. Kenzo masukan semua kebutuhan Jillian ke dalam tas kecil tersebut. Kenzo keluar dari walk in closet Jillian bertepatan ketika Jillian keluar dari kamar mandi hanya menggunakan bathrobe. Matanya membulat was-was melihat Kenzo menarik kopernya dari walk in closet. Apa Kenzo aka
Sepertinya perasaan khawatir bercampur feeling guilty yang besar setelah kepergok sedang selingkuh dari suaminya membuat mental Jillian lelah. Terbukti dari perjalanan singkat Jakarta-Bali itu tidak membuat Jillian terjaga hingga Kenzo harus menggendongnya turun dari pesawat lalu masuk ke dalam mobil yang akan membawa mereka ke sebuah resort yang telah disiapkan seorang klien. Setibanya di resort pun Kenzo begitu santai menggendong Jillian ala bridal—tidak peduli dengan tatapan aneh para karyawan resort—tetap mengayun langkah hingga ke kamar dituntun petugas hotel yang membawakan koper mereka. Dengan sangat perlahan, Kenzo merebahkan Jillian di atas ranjang dan gadis itu bergerak membelakangi Kenzo tapi sama sekali tidak terjaga. “Apa ada yang Pak Kenzo butuhkan lagi?” Dion bertanya dari ambang pintu, sekertarisnya itu tidak berani masuk karena ada Jillian. “Enggak ada, kamu boleh istirahat.” “Baik,
“Gue udah reschedule terus ini tiket pesawatnya, gimana? Mau pergi kapan?” cetus Callista. Jillian dan ketiga sahabatnya sedang melakukan panggilan video. Mereka tidak tahu jika Jillian sedang berada di Bali, jadi sengaja Jillian menerima panggilan video itu sambil berendam di kamar mandi. “Gue paling bulan depan bisanya,” cetus Izora yang katanya sekalian ingin mengecek kampus barunya di Inggris. “Setelah acara perpisahan donk.” Kirana tampak beranjak dari ranjang. Gadis itu lalu meraih kalender duduk di atas meja belajar. “Enggak kelamaan ya?” Callista terdengar tidak setuju. “Enggak apa-apa, jadi setelah semua beres—baru deh kita liburan.” Jillian menimpali. Ia setuju pergi bulan depan karena harus mengajukan proposal ijin pergi Euro trip kepada Kenzo yang sudah tidak mempercayainya lagi. “Oh gitu ya,” gumam Callista dengan berat hati. “Tanggal tujuh belas aja,
Setelah membuat Jillian mendapatkan pelepasan dengan cara yang luar biasa, Kenzo meninggalkannya begitu saja di atas meja dalam keadaan setengah telanjang. Sempat terdengar suara gemercik dari kamar mandi, ketika pria itu sedang membersihkan tubuhnya—Jillian merapihkan gaun tidur dan memakai celana dalamnya kembali. Selang berapa lama Kenzo keluar dari sana dengan hanya melilitkan handuk di pinggang. Jillian yang sudah naik ke atas ranjang dan membalut tubuhnya dengan selimut merasa kotor saat netra Kenzo menatapnya lekat bersama seringai tipis penuh kemenangan. Usai memakai pakaian tidur yang nyaman, Kenzo merangkak naik ke atas ranjang dan bergabung dengan Jillian ke dalam selimut yang sama lalu memeluknya dari samping. Cukup lama Jillian berbaring terlentang menatap langit-langit kamar. Benaknya berisik sekali dengan suara-suara dan pikiran tentang banyak hal. Tentang daddy yang memaksakan perjodo
Jillian menghirup udara dengan aroma laut yang kental itu dalam-dalam dengan mata terpejam dari balik sunglasessnya. Ia seperti sedang merasakan kebebasan yang hakiki karena ujian telah selesai dan juga kepergian Rangga ke Paris bersama masalah dengan pria itu yang tadi malam telah ia luruskan kepada Kenzo. Ke depannya, Jillian akan fokus melancarkan aksi untuk misinya merebut kembali GZ Corp. Menjadi gadis penurut dan pura-pura mencintai Kenzo. Pura-pura mencintai Kenzo mungkin tentatif karena tidak ada jaminan Jillian tidak akan jatuh cinta pada pria sesempurna Kenzo. “Sendirian?” Suara berat seorang pria membuat mata Jillian yang sempat terpejam perlahan terbuka. Jillian terusik dari keheningan yang tengah ia ciptakan sendiri. “Iya, kenapa?” Jillian menurunkan sunglases untuk bisa melihat wajah pria yang bertanya padanya. Cukup tampan, mungkin seumur dengan Rangga. Hanya menggunakan ce
Terpaksa—hanya agar putra yang begitu ia rindukan memiliki hutang budi dan tetap tinggal barang sebentar saja—Laura akhirnya membantu Jillian atau lebih tepatnya membela Jillian dengan memperlihatkan bukti rekaman cctv kepada petugas kepolisian. Berharap rekaman tersebut bisa meringankan setiap tuduhan yang mungkin akan dilayangkan pada Jillian. Karena di dalam rekaman terlihat si pria mendatangi Jillian, sayangnya rekaman itu tidak dapat menangkap suara tapi mimik wajah si pria terlihat jelas seperti sedang meledek Jillian. Saat ini Dion yang mengurus semua tentang si korban pelemparan asbak itu di rumah sakit sambil menunggu Yuda datang. Kenzo memperjuangkan agar Jillian tidak perlu dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan karena dari pihak korban pun belum mengajukan tuntutan. Kenzo berusaha untuk menempuh jalur kekeluargaan. Pihak kepolisian akhirnya pergi menyisakan La
Apapun masalah antara Laura dan Kenzo, sebagai menantu yang baik ia harus menghormati Laura. Perlu digaris bawahi, menantu yang baik. Sepertinya Jillian lupa akan niat awalnya yang hanya pura-pura mencintai Kenzo. “Mommy … Jill minta maaf ya, Jill enggak tahu kalau Mommy itu Mommynya om Kenzo.” Jillian meringis, menunjukkan ekspresi wajah penuh penyesalan. “Tapi kamu membenarkan sikap kamu jika yang kamu panggil Nenek Sihir itu bukan saya?” Jillian refleks menggelengkan kepalanya. “Enggak Mom, tadi Jill lagi deffend aja … Mommy nyudutin Jill, nuduh Jill yang enggak-enggak.” Jillian bicara tidak jelas karena bibirnya mengerucut. Laura mengembuskan napas berat, tangannya ia lipat lagi di depan dada. “Sepertinya kamu enggak mencintai Kenzo ya Jill?” tebak Laura dan sekita mata Jillian melebar. Kenapa tebakan Laura
Jillian duduk di atas pangkuan Kenzo, saling berhadapan dengan kedua tangan Jillian yang melingkar di leher pria itu. “Bicaralah,” titah Kenzo, suaranya serak. “Tapi Om … in—“ “Ssssh, Jill ...,” sela Kenzo meringis karena bokong Jillian bergerak gelisah. Sorot mata Kenzo sedang menunggu Jillian mengutarakan apa yang ingin dibicarakannya. “Euro trip … boleh Jill pergi?” Jillian bertanya hati-hati, suara Jillian pelan nyaris tidak terdengar. Anggap saja Jillian tidak tahu diri, setelah berselingkuh lalu membuat onar di beach club dan sekarang meminta ijin untuk Euro trip bersama ketiga sahabatnya. “Berapa lama?” Pertanyaan itu memberikan Jillian harapan. “Rencananya dua minggu, Om … tapi mungkin bisa sampai sebulan.” Jillian memberikan jawaban asal untuk berjaga-jaga. Lama Kenzo tidak menjawab, matany