Tubuh Carisa terpental cukup jauh, mendarat dengan begitu keras hingga mengakibatkan banyak darah yang keluar dari tubuhnya. Syan begitu histeris, berteriak meronta hingga menjerit melihat kondisi Carisa saat ini.
"Nona tenang dulu, " seorang suster berusaha menahan Syan yang memberontak ingin berlari menghampiri mamanya.
Max terpaku, ia juga sama halnya dengan Syan yang terkejut dengan apa yang saat ini terjadi. Matanya memanas melihat istrinya tergeletak bersimbah darah dijalan, kakinya seakan membeku hingga ia tak sanggup untuk kembali melangkah.
"Carisa," gumam lirih Max menyebut nama istrinya.
Syan berhasil melepaskan diri dari susternya, ia dengan memaksakan dirinya berusaha berlari menghampiri mamanya. Sambil terseok-seok ia melangkah dengan sekuat tenaga, rasanya begitu sakit namun ia menahan semua itu demi sang mama.
"Mama, mama bangun ma. Mama ini Syan ma, bangun ma."
Syan bersimpuh, memangku kepala Carisa yang dengan tubuh yang pe
Mata Sabrina terbelalak saat melihat wajah Carisa penuh dengan coretan, coretan-coretan yang spidol yang begitu memenuhi wajahnya. Sabrina segera memanggil suster penjaganya, sama terkejutnya dengan Sabrina para suster juga sudah memastikan jika jenazah sudah dibersihkan.Sabrina tak ingin mengurusi lebih lanjut lagi, ia meminta suster tersebut untuk membawakannya sabun semangkuk air juga handuk kecil."Mama, ini Sabrina. Sabrina bersihin dulu ya wajahnya," ucapnya yang begitu gemetar menahan tangisnya."Sayang," panggil Nio yang tiba setelah mendapat kabar dari pelayan rumahnya. Ia begitu mencemaskan istrinya yang begitu terpukul dengan kejadian ini."Hubby sedang apa, aku sedang membantu mama membersihkan wajahnya," seru Sabrina tanpa menatap suaminya.Nio merasa ada yang aneh dengan sang istri, ia berusaha lebih dekat dan melihat jenazah Carisa. Matanya begitu terbelalak ketika menyaksikan sendiri wajah Carisa penuh dengan coretan tinta merah.
Aldo gelap mata, ia tak bisa menerima perlakuan Sabrina yang terlalu kasar kepadanya. Dengan dikuasai emosi Aldo mengulurkan tangannya, mencekik dengan kuat leher Sabrina. Syan histeris, ia berteriak meminta Aldo melepaskan saudarinya namun sayangnya tak pernah didengar oleh Aldo."Lepaskan istriku!"Nio begitu murka melihat istrinya diperlakukan dengan begitu kasar, matanya memanas menahan amarah ketika melihat dengan matanya sediri tangan Aldo mencekik istrinya hingga wajah istrinya memerah."Menjauh dari istri saya," mendorong kasar tubuh Aldo hingga terpental kebelakang dengan begitu kerasnya."Siapa loe ini, berani sekali mendorong gue," bentak Aldo yang tak mengenali siapa Nio didepannya."Saya adalah suami dari wanita yang sedang anda sakiti tadi! Berani sekali tangan anda menyentuh istri saya."Aldo bangkit, ia merapikan pakaiannya yang begitu berantakan akibat terjatuh barusan. Dengan tak sukanya ia menatap Sabrina yang kini s
Irma tak bisa terima dengan Max yang begitu terpuruk dengan kepergian Carisa istrinya, bagaimanapun juga ia jugalah istrinya dan masih ada Cica anak mereka yang harus Max perhatikan. Dan ini adalah satu minggu selepas kepergian Carisa, dan Max masih mengabaikan Irma juga anaknya yang masih berada di rumah sakit."Halo mama tersayang aku," sapa Max yang masuk kedalam ruang sang adik.Irma hanya menatap sekilas putranya kemudian memalingkan mukanya, entah mengapa melihat Matius putranya hanya menambah rasa kesalnya saat ini."Mau apa lagi kamu kesini," ketus Irma pada putranya."Kenapa begitu kesal sih mah, ada anaknya datang harusnya disambut dong," santai Matius duduk bersila."Udahlah Matius, katakan apa maumu sekarang. Jangan bertele-tele lah.""Apasih mah, aku hanya datang mengunjungi mamaku saja. Apa ada yang salah ?"Irma tak menyahuti putranya, kini ia menyibukkan dirinya dengan menyuapi sang putri dengan buah apel yang su
Hari ini ada sebuah acara disekolah Sasa, acara diaman kedua orangtua murid diwajibkan untuk hadir mendampingi sang putra putrinya. Tangan Sabrina sudah sepenuhnya pulih dari lukanya, dan Nio bertambah begitu posesif kepada putri juga istrinya."Hubby, ayo buruan dong," teriak Sabrina yang begitu tak sabar saat menunggu sang suami turun dari kamarnya."Mama, hubby lama ini," adunya kepada Bulan dengan wajah cemberutnya.Sabrina begitu anggun dengan dress putih tulang yang digunakannya, dengan flat shoes pemberian Marshel yang menambah keanggunan Sabrian saat ini."Jangan cemberut aja, cantiknya ilang loh," hibur Bulan pada menantunya."Tapi hubby lama ma," rajuknya dengan begitu gemas."Aduh sayang, kamu kenapa menggemaskan gini sih," gemas Bulan pada Sabrina.Entah kenapa makin kesini Sabrina makin menggemaskan, terlebih saat ia menggunakan baju yang memperlihatkan perut buncitnya yang masih begitu mini."Hubby," teriak Sabrin
Selly begitu marah, ia tak terima sebab Matius tak pernah datang mengunjunginya dalam beberapa hari ini. Ia merasa kini Matius begitu berbeda, perubahan sikap yang begitu ketaran yang membuat Selly menyadari perubahan itu."Akhh! Sialan, siapa yang berani menggoda kekasihku," teriaknya menghancurkan setiap barang didalam kamarnya."Darling, ada apa ini? Kenapa kamar kamu begitu berantakan," seru Lastri melihat-lihat isi kamar putrinya."Apa Matius sudah datang mah," tanya Selly buru-buru menghampiri mamanya."Pelan-pelan, kaki kamu bisa kena pecahan kaca darling. Lagian kamu juga baru pulih, jangan sembarangan bergerak atau cedera kamu akan kambuh lagi."Selly membalikkan dirinya, ia mendudukan dirinya dengan begitu kesal diatas ranjang miliknya. Wanita itu hanya menginginkan kekasihnya, Selly hanya membutuhkan Matius untuk menemaninya.Namun dalam beberpa hari ini ponsel Matius berada diluar jangkauan ketika Selly berusaha menghubunginya. E
Antonio begitu bahagia melihat tawa anak juga istrinya, ia juga ikut bahagia menunggu kedatangan calon buah hatinya."Pelan-pelan nak, awas kena perut mama loh ya,"seru Nio ketika melihat ibu dan anak tersebut sedang bersenda gurau.Mendengar ucapan sang papa membuat Sasa teringat dengan calon adiknya, ia bangkit dan duduk dengan tegap didepan sang mama. Sabrina menggerutkan dahinya melihat Sasa yang tiba-tiba terdiam dan duduk dengan begitu seriusnya didepannya"Kenapa sayang," tanya Sabrina."Mah, adiknya tau nggak ya kalau aku itu kakaknya," tanya Sasa dengan wajah seriusnya.Sabrina tertawa mendengar pertanyaan tak masuk akal dari anaknya tersebut, ia tertawa hingga mengeluarkan air matanya. Sungguh lucu Sasa yang menyakan akan hal itu."Aww," pekik Sabirna tiba-tiba.Nio melihat istrinya kesakitan memegangi perutnya, ia berlari dan segera mendekati keduanya. Mengelus perut Sabrina ia mencoba membuat istrinya itu menjadi rileks.
Irma benar-benar tak tahan dengan perlakuan Max terhadapnya, namun ia juga tak bisa memaksanya dengan semua keinginannya. Entah kini apa yang harus dilakukannya kali ini untuk membujuk Max agar kembali seperti dulu lagi.Irma kembali kerumah sakit dengan wajah lesunya, mood nya benar-benar hancur saat ini. Namun tiba-tiba saja ia menyeringai dengan penuh kelicikan diwajahnya.Nio sedang menemani Sasa untuk membeli minuman untuk sang mama, sedang Sabrina menunggu dilobby rumah sakit seorang diri sambil menunggu semua bawaan suami juga anaknya."Haus banget lagi," mengelus tenggorokannya.Prok,, pork,, prok,,Suara tepuk tangan mengalihkan pandangan Sabrina, didepannya kini berdiri Irma yang tersenyum penuh kesenangan diwajahnya."Hahhh," menghela nafasnya dengan begitu malas."Apa-apaan itu tadi," sungut Irma."Nafas.""Ngapain nafas gitu.""Nafas juga nafas saya ini, kenapa anda yang ribet deh."
Selly pulang dengan wajah kusutnya, ia terlalu malas untuk melihat orang lain didepan matanya. Ia hanya berjalan lurus menuju kamarnya, mengabaikan Lastri yang sedari tadi terus saja memanggili namanya. "Darling," teriak Lastri yang melihat putrinya terus berjalan dan mengabaikan dirinya. Ia begitu kesal, begitu marah dengan Selly yang selalu seenaknya sendiri tanpa memperhatikan dirinya sebagai mamanya. Lastri mengejar Selly hingga kedalam kamarnya, putrinya kini sedang termenung didepan jendela kamarnya. "Apa yang terjadi denganmu darling," tanya Lastri begitu penasaran. Selly hany terdiam, ia tak menjawab apa yang ditanyakan oleh mamanya. Fikirannya kini hanya satu, siapa gadis yang bersama Matius dan berapa lama mereka jalan dibelakangnya? "Astaga darling, bisa nggak sih kamu perhatikan kalau mama sedang bertanya padamu," kesal Lastri meneriaki putrinya. "Mama bisa diam nggak sih! Keluar deh ma," t