Anita turun dari taksi dan segera berjalan menuju salah satu restoran, dimana tempat yang sudah ia dan lusi sepakati. Setiap langkah kakinya terasa berat hatinya gugup memikirkan apa yang akan Lusi katakan nanti soal kehamilannya. Anita terus saja beristighfar agar ia bisa tenang.
Beberapa saat kemudian tibalah ia di depan restoran dan masuk ke dalamnya. Lusi juga sedang menunggu wanita berhijab itu dengan tenang dan arogan.Istri dari Malik itu pun duduk di kursi yang ada di depan Lusi.“Sudah datang?” tanya wanita penggoda itu.“Seperti apa yang kamu lihat,” jawab Anita dengan cetus.Terlihat senyuman sinis dari wajah wanita licik itu. Lalu ia mengeluarkan sebuah benda kecil dari tasnya dan meletakkannya di tepat di depan Anita.“Ini bukti bahwa aku hamil, dan ini sudah berjalan dua bulan,” ucap wanita penggoda itu. Lalu ia juga mengeluarkan sebuah buku KIA (kesehatan ibu dan anak)Wanita berhijab itu mencoba untuk tet“Kamu ini kenapa sih tiba-tiba jadi cetus!” bentak Malik.Wanita itu berusaha sekuat tenaga melepaskan tangannya dari genggaman suaminya. Akan tetapi genggaman Malik terlalu kuat dan Anita yang sedang lemah itu pun tidak bisa berkutik dan hanya diam.“Jawab, kamu kenapa? Apa kamu benar-benar udah berencana ngadu sama orang tua kamu ha?”Wanita itu kini kehabisan tenaga karena seharian itu ia tidak makan ataupun minum, hanya nasi goreng yang dibuatkan Bi Minah tadi pagi yang ia makan dan segelas susu. Ketika bertemu dengan Lusi juga ia tidak makan, hanya guyuran air yang disiram oleh Lusi yang ia dapatkan. Ditambah lagi tekanan batin dari informasi yang dikatakan oleh Lusi.Pandangan Anita perlahan kabur, kesadarannya mulai hilang dan kakinya pun tidak bisa lagi menopang tubuhnya. Akhirnya itu pingsan dan ditahan oleh Malik dengan spontan.Pria tampan itu pun segera menggendongnya dan membawa istrinya ke kasur dengan beribu pertanyaan di kepalanya. Ia tidak mengerti bagaimana wanita it
Anita akhirnya keluar dengan mengajak Bi Minah karena sekalian hendak mengantar Bi Minah pergi ke pasar. “Nyonya mau pergi kemana?” tanya Bi Minah begitu ia keluar dari mobil.“Aku mau ketemu sama dokter Bi, aku diminta untuk datang setelah tiga hari begitu dipulangkan dari rumah sakit. Dan hari ini sebenarnya sudah lewat satu hari, karena kemaren kan masih ada Mama, Papa sama Kak Mizwar. Sedangkan Kak Malik mau informasi kesembuhanku masih menjadi rahasia,” jawab wanita berhijab itu.“Pasti susah ya bagi Nyonya kemaren pura-pura masih pincang,” sambung Bi Minah.Anita tersenyum, “Enggak kok Bi, mungkin karena udah beberapa bulan terbiasa jalan pincang dulu. Jadi kemaren nggak terlalu susah, aku juga khawatir sama Mama Papa kalau tau keadaanku, ya udah ya Bi aku pergi dulu,” ucap Anita segera mengakhiri pembicaraan, karena jika tidak Bi Minah akan mengajaknya terus mengobrol.“Iya Nyah, hati-hati ya nanti Bibi pulang naik angkot aja.”“Nggak usah, ini naik taksi aja biar dianter samp
Canda tawa riang sesekali terdengar dari arah kursi Anita dan Yudha yang sedang makan di kantin rumah sakit. Akan tetapi ada kehampaan dari tatapan Anita. Yudha bisa merasakan hal itu walaupun Anita terus mencoba menyembunyikannya.‘Bagaimana caranya untuk menghibur Anita?’ benak Yudha.“Oh ya, kamu ngapain di sini?” tanya Anita.Yudha memandang wajah Anita, “Aku ada urusan sama Pras, dia bilang mau buka usaha baru bareng sama aku, jadi kami mau diskusi soal itu. Tapi anak itu malah lagi sibuk banyak banget jadwalnya hari ini,” jawab Yudha. Anita pun mengangguk kemudian meminum air mineral karena ia sudah selesai makan.“Kamu malam ini sibuk nggak, Abimanyu mau main nanti malam ke pasar malam yang baru buka nggak jauh dari sini,” ajak Yudha.“Emm tapi ak—”“Kami berdua sangat sibuk, sekarang juga sebenarnya kami sibuk. Tapi kenapa kamu sempat-sempatnya makan di sini sama dia sayang (Malik menatap Anita), padahal jadwal kita sangat sibuk,” potong Malik yang tiba-tiba muncul lalu duduk
Ketika wajah keduanya semakin dekat, Anita tiba-tiba merasa mual, kepalanya terasa pusing. Malik segera mencari sesuatu untuk menampung semua isi perut istrinya yang sebentar lagi akan keluar.“Ini keluar kan di sini!” titah Malik yang membawa vas bunga yang ada di kamarnya.Di saat itu, Anita sempat ingin marah pada suaminya yang seperti tidak punya akal. Karena Malik memberikan vas bunga dengan bunganya juga. Tapi karena rasa mualnya lebih dominan, wanita itu pun mengeluarkan bunga itu sendiri.“Aw, uhuk uhuk. Aw rasanya tidak enak,” gumam Anita setelah selesai muntah.Malik mengambil vas bunga yang berisi muntahan istrinya dengan jijik lalu keluar kamar untuk meminta Bi Minah membersihkannya. Setelah itu ia kembali masuk ke dalam kamar dan melihat istrinya sudah kembali berbaring dengan lemas dan pandangannya kosong.“Ayo kita makan dulu, kamu baru saja muntah. Pasti sekarang perutmu kosong,” ucap Malik.Pria tampan itu perlahan membantu istrinya duduk kembali. Ia menyusun beberapa
Kegundahan terus melanda Malik, pikirannya sangat kalut saat ini. Malik pun memutuskan untuk menginap di cafe malam ini dan tidak ingin pulang. Ia masih belum bisa mencerna apa yang dikatakan oleh Polisi padanya tentang Amir.Dan juga foto yang diberikan polisi sangat menyeramkan dan membuatnya khawatir akan keselamatan Anita. Tapi di sisi lain, pria tampan itu juga yakin bahwa Amir bukanlah orang yang jahat. Ia berharap bahwa itu adalah lagi-lagi jebakan dari orang yang tidak suka dengan Amir.“Tapi gimana kalau dugaanku selama ini salah, dan apa yang dikatakan oleh Anita itu benar. Tapi Bang Amir enggak mungkin kayak gitu, dia cowok yang baik kok. Selama ini juga dia selalu belajar tentang agama dariku. Gimana bisa dia akan menjadi manusia yang sangat keji … nggak-nggak aku nggak percaya. Besok pagi aku bakalan dateng ke tempat tongkrongan Bang Amir biasanya, mungkin Bang Amir kesana,” gumam Malik.***“Wah hari ini kayaknya bakalan panas banget, mungkin bakalan banyak pelanggan yan
“Astaga, tabunganku tinggal 25 juta, dan aku udah nggak ada lagi tabungan lain. Aku juga harus mengeluarkan sebagian besar dari tabunganku ini untuk tes DNA,” gumam Anita melihat saldo rekeningnya.“Tapi nggak apa-apa deh, pasti nanti ada lagi rezeki untukku menabung. Yang penting sekarang aku harus membuat wanita itu mau tes DNA dulu. Rasa penasaranku membuatku sangat takut,” sambung Anita.“Apa yang membuat kamu takut?” tanya Malik baru saja keluar dari kamar mandi.Wanita itu menoleh ke arah suaminya kemudian tersenyum. “Nggak Kak,” jawabnya.“Ck, enggak usah senyum-senyum aku nggak bakal jatuh hati,” ucap pria tampan itu.Anita menghela napas berat, “Lagi-lagi Kakak bersikap seperti itu, padahal kemaren pagi nggak gitu,” gumamnya lirih.“Udah nggak usah ngedumel,” cetus Malik pura-pura tidak mendengar gumaman Anita.Anita pun mencoba mengabaikan perkataan Malik. Ia mengambil jas yang akan dipakai untuk suaminya bekerja hari ini.“Aku kan udah bilang nggak usah siapin apa-apa,” tuk
“Astaghfirullah, Kak Malik kok ada disini?” gumam Anita.Lusi dan Anita sama-sama panik. Alasan Anita panik karena ia tidak ingin Bi Minah melihat interaksi antara Lusi dan Malik nantinya. Sedangkan Lusi khawatir, karena Malik pasti akan marah jika ia mengetahui bahwa ia tengah hamil. Padahal Malik tidak pernah berhubungan intim dengannya.“Kamu mengundang Malik?” Anita menggelengkan kepalanya.“Restoran ini sangat ramai, aku nggak mau ada keributan. Dan aku juga merasa pusing pengen istirahat. Jadi aku akan pergi tanpa sepengetahuan Malik, sebaiknya kamu mengalihkan sejenak perhatian Malik. Atau nanti dia akan memelukku dan mengajak aku pergi.” Alasan Lusi itu sangat tidak masuk akal. Tapi karena Anita tidak ingin mereka berdua bertemu, ia pun menyetujuinya.“Kalau gitu aku akan turun dan menemui Kak Malik. Terus aku bakalan ngajak Kak Malik ke cafe di ujung sana untuk membeli dessert. Kamu bisa memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi.”Setelah saling setuju, Anita bergegas keluar da
Dua minggu telah berlalu. Hari dimana Lusi akan tes DNA pun tiba. Anita segera menghubungi Lusi untuk datang ke rumah sakit yang sudah Anita beri tahu sebelumnya.“Oh sial, cewek ini inget aja,” keluh Lusi.Rama yang sedang membuatkan susu untuk Lusi menoleh ke arahnya. “Siapa?”“Ini istrinya Malik, dia beneran mau tes DNA. Hari ini dia minta aku ke rumah sakit yang dia sarankan. Liatlah, dia ngasih alamat rumah sakit itu sampai ke foto rumah sakit itu, dan yang paling nyebelin lagi dia bilang kalau aku takut kesasar dia mau jemput aku. Oughh, pengen bener aku jambak rambutnya.” Lusi terus saja ngedumel tidak karuan.Rama datang mendekati Lusi dengan susu yang sudah ia buat. Ia pun menyerah susu itu pasa Lusi.“Udah minum dulu ini, jangan stres kasian bayi yang kamu kandung. Lama-lama pusing juga anakku Mamanya ngamuk-ngamuk terus.”“Banyak bacot kamu, diem aja deh. Nanti anterin aku ke rumah sakit itu. Terus nanti cari celah buat nanti kita bisa manipulasi data. Aku nggak mau penolak