“Ya ampun, Mas Evan!” pekiknya dan menggenggam selimut yang menutupi tubuhnya hingga bagian dada. Mereka berbagi selimut yang sama dan Evan terkejut mendengar suara teriakan Susan.Sambil mengumpulkan nyawa, Evan mengucek matanya yang masih buram. Awalnya, dia berpikir bahwa wanita yang ada di sampingnya adalah Renata. Pikiran Evan, mungkin saja Renata pulang lebih awal dan memberikan kejutan kepadanya semalam. Namun, semua pikirannya itu sirna saat matanya dengan jelas menatap wajah panik dan pucat Susan.“Susan? Apa yang kamu lakukan di ranjangku?” tanya Evan tak percaya dan wajahnya tampak memerah menahan marah.“Aku? Mas lupa kalau ini adalah kamar tidurku? Mas yang datang ke kamarku dan naik ke atas ranjangku!” jawab Susan dengan sangat detail menjelaskan hal yang sebenarnya kepada Evan.Evan memegang kepalanya yang masih terasa pusing dan mulai mengedarkan pandangannya. Evan menyadari bahwa memang dia tidak sedang berada di dalam kamar tidurnya. Kamar ini memang kamar yang ditem
“Mas Evan, cepat keluar, Mas! Mas, cepat cegah mbo Nah untuk nelpon mba Renata. Mas harus cepat kejar mbok Nah!” ucap Susan histeris dan menarik tangan Evan yang baru saja keluar dari kamar mandi.Dia bahkan tidak sempat lagi untuk berpikir hal yang lain-lain. Saat ini Evan bertelanjang dada dan hanya melilitkan handuk putih di bagian pinggangnya untuk menutupi aset berharga yang semalam juga sudah dinikmati oleh Susan. Namun, kali ini Susan tidak berpikir ke arah mana pun selain pada mbok Minah yang akan menghubungi Renata.Evan masih tercengang melihat Susan yang datang ke kamarnya hanya dengan lilitan handuk di bagian dada dan menutupi sampai ke paha atasnya saja. Sebuah handuk kecil menggulung rambutnya dengan rapi di atas kepalanya.“Kamu kenapa, Susan? Apa yang terjadi?” tanya Evan dan memegang tangan Susan yang sedang menggengam pergelangan tangannya tadi.Tubuh Evan masih basah oleh air dan belum sepenuhnya dia keringkan. Hal itu sebenarnya biasa terjadi karena Renata akan mem
Susan masih tidak mengerti dengan yang baru saja terjadi di kamar Evan dan Renata. Tubuhnya masih terasa lemas dan menggigil duduk di pinggir ranjang. Sebab dirinya lah pasangan suamii istri itu sekarang bertengkar hebat dan entah apa yang akan terjadi pada rumah tangga mereka setelah semua ini. Susan tidak yakin jika Renata akan memaafkan Evan setelah apa yang terjadi.“Sekarang aku harus gimana? Aku nggak ada muka lagi ketemu sama mba Renata,” gumam Susan dengan isak tangis yang mengguncang tubuhnya.Dirinya bahkan tidak sempat untuk memakai pakaian dan masih duduk dengan selembar handuk yang melingkar di tubuh moleknya itu. Susan benar-benar merasa syok dengan keadaan yang terjadi saat ini. Mana mungkin dia tidak memikirkan semua hal itu sampai membuatnya pusing.Pintu kamar diketuk dari luar dan Susan tidak tahu siapa yang ada di luar saat ini. Tubuhnya tegang membayangkan jika saja yang datang itu adalah Renata. “Si-siapa?” tanya Susan yang ingin memastikan terlebih.“Ini Mbok Na
“Kamu harus mau, Susan! Kamu udah tidur sama suami aku. Kalau kamu hamil gimana? Kamu baru akan minta tanggung jawab setelah hamil dan bikin karir suami aku hancur? Kamu mau bikin malu aku dan suamiku?” tanya Renata bertubi-tubi kepada Susan dan tidak memberikan gadis itu kesempatan membela diri.“Apa maksudnya, Mba? Aku nggak akan hamil hanya karena sekali melakukan kesalahan itu. Aku akui kalau semalam kami udah melakukan hal terlarang itu. Tapi, aku sama sekali nggak pernah menggoda mas Evan dan nggak pernah sengaja untuk membuat dia meniduriku. Aku masih punya hati nurani sebagai seorang perempuan, Mba! Apalagi, mas Evan adalah orang yang udah menyelamatkan aku. Nggak mungkin aku setega itu merusak rumah tangganya!” ungkap Susan membela diri dan memberikan bantahan atas segala ucapan Renata.Meski terasa berat, tapi Susan juga tidak ingin bohong dan munafik. Dia mengakui bahwa semalam sudah melakukan hubungan terlarang itu dengan Evan. Namun, tidak ingin dia membiarkan semua orang
“Kamu serius, Mas?” tanya Renata dengan mata berbinar.Tidak tergambar sedikit pun raut kesedihan dari rona wajah Renata saat ini. Tidak sebagaimana reaksi seorang istri yang mendengar bahwa suaminya akan menikah lagi. Namun, semua itu hanya sekejab mata dan Renata seperti sedang memperbaiki ekspresi juga nada bicaranya agar tidak ada yang salah mengira maksud dan niat hatinya yang sebenarnya.“Maksud aku, kamu serius mau menikahi Susan? Kamu akan bertanggung jawab atas hidupnya dan itu artinya sekarang kamu punya istri dua,” jelas Renata memperbaiki bahasanya tadi.“Aku yakin dan tolong jangan sudutkan dia lagi. Susan nggak salah apa-apa dalam hal ini. Yang salah itu kita berdua!” ucap Evan dengan nada yang sangat tegas.“Kita berdua? Kamu juga menyalahkan aku atas semua kejadian ini, Mas?”“Tentu. Semua berawal dari kamu dan akhirnya aku juga melakukan kesalahan pada Susan. Sebagai seorang istri, kamu juga udah gagal menjaga dirimu saat jauh dariku, Ren!”“Apa yang sedang kamu bicar
Hati Susan begitu dilema d an merasa hancur di saat dia tidak lagi bisa memilih yang sebenarnya juga tidak diberikan pilihan. Sebagai seorang wanita, jelas dia tidak ingin mengandung anak untuk diserahkan pada wanita lain. Sesulit apapun hidupnya dan juga kondisinya, tidak akan mungkin seorang ibu tega menyerahkan anak yang dikandung dan dilahirkan kepada orang lain“Pilihan ada padamu, Nak. Mbok Nah nggak memaksa kamu harus menerima pernikahan itu, tapi Mbok Nah sangat berharap kamu bisa membantu mba Renata dalam hal ini,” ungkap mbok Minah yang jelas mengandung banyak harapan kepada Susan.“Aku nggak tau dan nggak bisa jawab sekarang, Mbok. Semuanya terasa begitu cepat dan juga seperti nggak nyata gitu bagi aku. Aku aja masih bingung dengan keadaan ini sekarang,” sahut Susan yang memang masih dilema dan tidak mengerti harus bagaimana dengan semua ini.“Kamu masih punya waktu untuk menentukan jalan hidupmu. Tapi, satu hal yang perlu kamu tau, Nak. Mungkin, menjadi istri kedua akan se
Melihat Evan datang menghampiri kamar Susan, dengan cepat mbok Minah undur diri dan pergi dari sana. Sebagai orang tua, dia tahu banyak hal yang akan dibicarakan oleh Evan dan Susan. Terlebih lagi, yang saat ini mereka hadapi bukan masalah sepele dan biasa saja.“Aku mau bicara sama kamu. Cepat ganti baju dan susul aku ke mobil,” titah Evan pada Susan dengan suara yang lantang.“Bicaranya di mana, Mas? Nggak bisa di rumah aja?” tanya Susan yang merasa khawatir dengan titah Evan itu.Walaupun dia sadar dan tahu bahwa Evan adalah pria yang baik, tetap saja Susan tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran seseorang. Banyak berita yang sudah merujuk pada dibunuhnya seorang wanita dengan masalah dan kasus berbeda oleh orang yang dianggapnya paling bisa melindungi. Apalagi, saat ini Susan hanya sebatang kara di kota sebesar itu dan tidak mungkin ada yang merasa kehilangan dirinya nanti saat dia benar-benar dilenyapkan oleh Evan.Pikiran buruk itu tentu saja dengan mudah masuk ke dalam pi
Susan tercengang saat mendengar ucapan dan ungkapan yang disampaikan oleh Evan kepadanya saat ini. Dia tertawa dengan getir dan kemudian membuang jauh pandangannya ke luar jendela kaca mobil. Hatinya terasa sakit, tapi tidak tahu sakit karena apa dan mengapa bisa merasakan hal itu.“Aku nggak bisa, Mas! Aku benar-benar nggak bisa,” ucap Susan menolak permintaan Evan tanpa memandang pada wajah pria itu.“Aku mohon sama kamu, Susan. Aku nggak punya pilihan lagi dan aku mencintai Renata. Sampai aku tidak ingin kehilangan dia.” Baru sekali ini Evan merendahkan dirinya dengan memohon pada orang lain, apalagi itu adalah seorang wanita yang pernah ditolongnya.“Harusnya kamu paham tentang hal ini, Mas! Meskipun aku wanita kotor yang tidak layak mendapatkan pria baik-baik, bukan berarti hidupku bisa dibeli!”“Aku nggak membeli hidup kamu, Susan. Tolong jangan salah paham, dan aku nggak pernah menganggap kamu sebagai wanita kotor.”“Aku yakin, kamu udah kasih tau sama istrimu siapa aku dan ken