“Kamu harus mau, Susan! Kamu udah tidur sama suami aku. Kalau kamu hamil gimana? Kamu baru akan minta tanggung jawab setelah hamil dan bikin karir suami aku hancur? Kamu mau bikin malu aku dan suamiku?” tanya Renata bertubi-tubi kepada Susan dan tidak memberikan gadis itu kesempatan membela diri.“Apa maksudnya, Mba? Aku nggak akan hamil hanya karena sekali melakukan kesalahan itu. Aku akui kalau semalam kami udah melakukan hal terlarang itu. Tapi, aku sama sekali nggak pernah menggoda mas Evan dan nggak pernah sengaja untuk membuat dia meniduriku. Aku masih punya hati nurani sebagai seorang perempuan, Mba! Apalagi, mas Evan adalah orang yang udah menyelamatkan aku. Nggak mungkin aku setega itu merusak rumah tangganya!” ungkap Susan membela diri dan memberikan bantahan atas segala ucapan Renata.Meski terasa berat, tapi Susan juga tidak ingin bohong dan munafik. Dia mengakui bahwa semalam sudah melakukan hubungan terlarang itu dengan Evan. Namun, tidak ingin dia membiarkan semua orang
“Kamu serius, Mas?” tanya Renata dengan mata berbinar.Tidak tergambar sedikit pun raut kesedihan dari rona wajah Renata saat ini. Tidak sebagaimana reaksi seorang istri yang mendengar bahwa suaminya akan menikah lagi. Namun, semua itu hanya sekejab mata dan Renata seperti sedang memperbaiki ekspresi juga nada bicaranya agar tidak ada yang salah mengira maksud dan niat hatinya yang sebenarnya.“Maksud aku, kamu serius mau menikahi Susan? Kamu akan bertanggung jawab atas hidupnya dan itu artinya sekarang kamu punya istri dua,” jelas Renata memperbaiki bahasanya tadi.“Aku yakin dan tolong jangan sudutkan dia lagi. Susan nggak salah apa-apa dalam hal ini. Yang salah itu kita berdua!” ucap Evan dengan nada yang sangat tegas.“Kita berdua? Kamu juga menyalahkan aku atas semua kejadian ini, Mas?”“Tentu. Semua berawal dari kamu dan akhirnya aku juga melakukan kesalahan pada Susan. Sebagai seorang istri, kamu juga udah gagal menjaga dirimu saat jauh dariku, Ren!”“Apa yang sedang kamu bicar
Hati Susan begitu dilema d an merasa hancur di saat dia tidak lagi bisa memilih yang sebenarnya juga tidak diberikan pilihan. Sebagai seorang wanita, jelas dia tidak ingin mengandung anak untuk diserahkan pada wanita lain. Sesulit apapun hidupnya dan juga kondisinya, tidak akan mungkin seorang ibu tega menyerahkan anak yang dikandung dan dilahirkan kepada orang lain“Pilihan ada padamu, Nak. Mbok Nah nggak memaksa kamu harus menerima pernikahan itu, tapi Mbok Nah sangat berharap kamu bisa membantu mba Renata dalam hal ini,” ungkap mbok Minah yang jelas mengandung banyak harapan kepada Susan.“Aku nggak tau dan nggak bisa jawab sekarang, Mbok. Semuanya terasa begitu cepat dan juga seperti nggak nyata gitu bagi aku. Aku aja masih bingung dengan keadaan ini sekarang,” sahut Susan yang memang masih dilema dan tidak mengerti harus bagaimana dengan semua ini.“Kamu masih punya waktu untuk menentukan jalan hidupmu. Tapi, satu hal yang perlu kamu tau, Nak. Mungkin, menjadi istri kedua akan se
Melihat Evan datang menghampiri kamar Susan, dengan cepat mbok Minah undur diri dan pergi dari sana. Sebagai orang tua, dia tahu banyak hal yang akan dibicarakan oleh Evan dan Susan. Terlebih lagi, yang saat ini mereka hadapi bukan masalah sepele dan biasa saja.“Aku mau bicara sama kamu. Cepat ganti baju dan susul aku ke mobil,” titah Evan pada Susan dengan suara yang lantang.“Bicaranya di mana, Mas? Nggak bisa di rumah aja?” tanya Susan yang merasa khawatir dengan titah Evan itu.Walaupun dia sadar dan tahu bahwa Evan adalah pria yang baik, tetap saja Susan tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran seseorang. Banyak berita yang sudah merujuk pada dibunuhnya seorang wanita dengan masalah dan kasus berbeda oleh orang yang dianggapnya paling bisa melindungi. Apalagi, saat ini Susan hanya sebatang kara di kota sebesar itu dan tidak mungkin ada yang merasa kehilangan dirinya nanti saat dia benar-benar dilenyapkan oleh Evan.Pikiran buruk itu tentu saja dengan mudah masuk ke dalam pi
Susan tercengang saat mendengar ucapan dan ungkapan yang disampaikan oleh Evan kepadanya saat ini. Dia tertawa dengan getir dan kemudian membuang jauh pandangannya ke luar jendela kaca mobil. Hatinya terasa sakit, tapi tidak tahu sakit karena apa dan mengapa bisa merasakan hal itu.“Aku nggak bisa, Mas! Aku benar-benar nggak bisa,” ucap Susan menolak permintaan Evan tanpa memandang pada wajah pria itu.“Aku mohon sama kamu, Susan. Aku nggak punya pilihan lagi dan aku mencintai Renata. Sampai aku tidak ingin kehilangan dia.” Baru sekali ini Evan merendahkan dirinya dengan memohon pada orang lain, apalagi itu adalah seorang wanita yang pernah ditolongnya.“Harusnya kamu paham tentang hal ini, Mas! Meskipun aku wanita kotor yang tidak layak mendapatkan pria baik-baik, bukan berarti hidupku bisa dibeli!”“Aku nggak membeli hidup kamu, Susan. Tolong jangan salah paham, dan aku nggak pernah menganggap kamu sebagai wanita kotor.”“Aku yakin, kamu udah kasih tau sama istrimu siapa aku dan ken
Susan tertegun mendengar pernyataan dari Evan yang menurutnya terlalu serius saat ini. Dia tidak pernah berpikir kalau Evan akan berkata dengan kalimat yang begitu serius seperti sedang menjanjikan sesuatu hal yang besar padanya. Sebagian besar itu bukan hal yang kecil dan mudah untuk dipenuhi oleh Evan.“Kamu sadar dengan yang baru aja kamu katakan itu, Mas?” tanya Susan yang mencoba untuk menyadarkan dan meyakinkan Evan sekali lagi.“Aku mengatakan semua itu dengan kesadaran penuh dan juga yakin.” Evan menjawab pertanyaan Susan dengan tatapan mata yang lekat pada wanita yang kini masih menatapnya dengan serius pula.“Mas! Semua yang aku inginkan itu nggak mudah dan nggak bisa kamu penuhi! Aku yakin itu!” tegas Susan sekali lagi kepada Evan.“Kenapa kamu bisa ngomong seperti itu? Aku bisa memenuhi yang kamu inginkan, meski nggak semua dan nggak langsung satu waktu. Tentu ... semuanya butuh waktu dan harus bertahap!” terang Evan yang masih bersikeras ingin meyakinkan Susan bahwa dia b
“Iya, Mba! Aku setuju tapi tentu aja semua ada syaratnya!” jawab Susan dengan berani menantang wajah Renata.“Syarat? Syarat apa yang sedang kamu bicarakan? Seharusnya, kamu menerima semuanya dengan lapang dada dan nggak ada lagi persyaratan lain,” ungkap Renata jelas tidak senang dengan jawaban yang dilontarkan oleh Susan barusan.“Itu adalah hal yang udah aku dan mas Evan tetapkan tadi. Jadi, Mba Renata nggak bisa ganggu gugat lagi. Itu cukup aku dan mas Evan aja yang tau!” terang Susan lagi kepada Renata.“Apa lagi ini maksudnya? Hanya antara kamu dan mas Evan? Kalian merahasiakan hal besar dariku?”“Aku hanya ingin tetap menjaga perasaan Mba Renata aja. Aku nggak mau nanti Mba malah stress sendiri dan mungkin bisa depersi kalau tau semua yang aku bicaraka sama mas Evan tadi.”“Kurang ajar! Lancang banget kamu bicara sama aku seperti itu, Susan! Kamu nggak tau diri, nggak tau terima kasih! Aku ini sedang berusaha menyelematkan harga diri dan hidup kamu, Susan!” pekik Renata tak ter
“Ya Tuhan. Apakah keputusanku ini udah benar? Apakah nantinya ini nggak akan membuat kami semua saling tersakiti?” tanya Susan seorang diri di dalam kamarnya.Meski tidak pernah menjalankan ibadahnya, tapi Susan masih percaya dengan Kuasa Tuhannya. Namun, semua itu tidak membuatnya lantas menjadi wanita yang sholehah dan mengikuti semua ajaran dalam agamanya. Susan merasa sudah sangat jauh tertinggal dan berdosa, sehingga dia merasa malu untuk menghadap pada Tuhan.Kali ini, semuanya tidak lagi sama dan Susan sendiri tidak lagi punya tempat mengadu. Selain Tuhan yang selalu dipercayanya, Susan tidak tahu lagi kepada siapa harus mengeluh dan mengadu. Situasi yang begitu rumit dan tidak mudah untuk dilewatinya sedang berada di depan mata.“Apa yang nanti akan terjadi kepadaku? Bagaimana hidupku setelah ini?” tanyanya lagi dengan rasa tak berdaya.Susan sudah pasrah dengan semua yang akan terjadi esok karena saat ini dia benar-benar tidak lagi punya pilihan lain. Apapun yang dia jalani s