“Kenapa lama banget ke sininya?” tanya Rizal saat Renata sudah masuk ke dalam sebuah mobil kodok berwarna hijau dengan stiker hello kitty di seluruh body.“Mobil ini beneran punya kamu dan kamu pakai terus? Ini terlalu girly untuk seorang pria macho seperti kamu, Zal!” ungkap Renata yang tidak menjawab pertanyaan Rizal sama sekali.Dia justru terfokus pada kendaraan yang sekarang sedang didudukinya itu. Sebuah mobil kodok berwarna hijau dengan stiker hello kitty, sebenarnya adalah mobil impian Renata sejak masih zaman SMA dulu dan dulu dia pernah mengatakan hal itu kepada Rizal ketika mereka masih bersama.Rizal juga pernah berjanji pada Renata untuk memenuhi semua keinginan wanita yang dicintainya itu. Namun, Rizal hanya meminta Renata sedikit bersabar sampai dia mampu membeli mobil legend itu dan membuatnya sesuai dengan keinginan Renata. Sayangnya, belum sempat semua itu terwujud mereka sudah lebih dahulu berpisah.“Iya. Ini mobil yang aku beli tujuh tahun lalu dan sampai sekarang
“Eh, nggak usah anterin aku. Aku pulang sendiri aja nggak apa-apa kok, Zal. Aku nggak mau nanti jadi bahan gosip. Nggak baik untuk rumah tanggaku dan juga nggak akan baik untuk status kamu yang masih lajang,” ungkap Renata dengan jujur dan terus terang dari lubuk hatinya yang paling dalam.“Nggak mungkin sampai seberat itu banget masalahnya. Kamu nggak usah terlalu mikirin yang begituan lah, ya. Aku nggak mau terlalu memperbesar masalah yang sebenarnya hanya masalah sepele,” ucap Rizal pula dengan tidak mengurangi rasa percaya dirinya pada Renata.“Kalau begitu, buruan anterin aku pulang. Aku udah capek dan nggak betah lagi di acara ini!” pinta Renata dengan terpaksa dan wajah letih.Rizal melihat bahwa Renata memang sudah letih dan dia tahu bahwa gadis itu tidak bisa lelah sejak dulu. Wanita yang kini ada di sampingnya, tidak pernah tidur larut malam dan selalu merasa lelah jika terlalu banyak beraktifitas sejak siang. Ditambah lagi, Renata memang memiliki penyakit yang tidak pernah
“Kamu harus bertanggung jawab dengan apa yang udah kamu berikan sama aku tadi,” lirih Evan masih mencoba untuk tidak terlihat beringas di depan Susan.“A-apa? Apa memangnya yang aku kasih sama Mas Evan? Aku cuma nganterin susu hangat, nggak ada yang lain,” ucap Susan yang kini mulai ketakutan melihat Evan.“Iya. Susu hangat yang udah dicampur sama obat perangsang kan? Sekarang, kita tanggung akibatnya berdua.”“Nggak, Mas! Aku nggak masukin apa-apa ke dalam susu itu. Aku berani sumpah, Mas! Tolong jangan sakiti aku, Mas!” mohon Susan kepada Evan dengan suara yang bergetar.Sebelum dibawa Evan ke rumahnya saat ini, memang Susan adalah seorang wanita yang bekerja dalam dunia malam. Dia menjadi wanita pemuas birahi para lelaki hidung belang dan semua itu dilakukannya hanya karena ancaman saja. Keterpaksaan yang harus dia jalani setiap hari dan kini semua berakhir sudah. Namun, bukan berarti dia tidak takut dengan sikap Evan saat ini.Bagaimanapun juga, Susan adalah gadis normal yang puny
“Cepat lakukan, Sayang. Jangan mengundur waktu terus!” desak Evan yang tak bisa lagi menunggu lebih lama.Gairahnya sudah sampai di ubun-ubun dan dia tidak bisa jika harus bertanya jawab lagi dengan Susan. Baginya saat ini yang paling penting adalah menyalurkan hasrat dan gairahnya secepat mungkin, agar tidak terlalu meledak di dalam dirinya.“Oke. Aku coba dulu, Mas!” sahut Susan yang memang merasa ragu.Dia tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya, karena memang tidak pernah ingin melayani pria hidung belang yang membayarnya kepada sang ayah. Namun, semua tentu saja tidak membuat ilmunya tentang hal itu menjadi minim. Dia sangat tahu persis tentang materi, tapi tidak dengan prakteknya.Susan memasukkan perlahan-lahan sosis jumbo itu ke dalam rahangnya dan mulai menggerakkan kepalanya. Mengeluar masukkan benda panjang dan besar itu ternyata tidak sesulit yang dia bayangkan. Evan mencengkram rambut Susan dan kemudian membantu wanita itu dengan menggerakkan kepalanya dengan tarikan da
Tidak ada balasan dari Rizal dan hanya ada sebuah senyuman yang tersungging di sudut bibirnya. Dia masih tidak ingin terlalu jauh pada Renata, walau sebenarnya dia sangat ingin. Padahal, sekarang bisa saja menjadi momen yang menguntungkan baginya. Namun, Rizal tentu saja masih harus memikirkan Renata dan tak ingin membuat wanita itu berada dalam masalah karena dirinya.“Aku anterin sampai ke depan pintu kamar hotelnya atau gimana?” tanya Rizal meralat lagi ucapan Renata yang mungkin tidak dikatakannya secara tidak sadar tadi.“Eh, nggak usah. Aku bisa masuk sendiri kok, Zal. Makasih udah anterin aku ke sini, ya. Sampai ketemu lain waktu,” jawab Renata menolak dan kemudian tersenyum canggung.“Memangnya, kamu ada rencana mau ke Bali lagi setelah ini? Atau mungkin, kamu nginap di sini beberapa hari lagi?” tanya Rizal seperti mendapatkan angin segar.“Aku pulang besok pagi, Zal. Tiketnya udah dipesan dan suamiku juga udah tau kalau aku bakal berangkat subuh ini.” Renata menjawab lagi den
Di dalam kamar hotelnya saat ini Renata sedang bergumal dengan seorang pria yang tadinya hanya berniat untuk mengantarkan saja. Wanita itu tidak bisa menipu diri dan hatinya, jika dia masih sangat mencintai Rizal meski sudah sepuluh tahun berlalu.Sebesar apapun rasa cintanya kepada Evan, ternyata dia masih tetap tidak bisa menghapus kenangan dan juga semua cinta untuk Rizal. Mereka berdua masih saling bercumbu di belakang pintu kamar hotel itu dengan posisi tubuh Renata yang tersandar di dinding.Rizal menciumi wanita yang sudah sangat lama dirindukannya itu dengan penuh semangat dan gairah membara. Renata seakan lupa bahwa dia mempunyai seorang suami yang mencintainya dan juga sangat dicintainya itu. Dia masih terus asik membalas ciuman dan cumbuan Rizal yang seakan tidak akan pernah berhenti.“Hmmpp ... Zal!” desah Renata di sela cumbuannya itu dan membuat Rizal menghentikan semua aktifitasnya.Mata Rizal memerah karena terlalu bergairah mencumbu Renata dan juga lupa bahwa wanita i
“Ya ampun, Mas Evan!” pekiknya dan menggenggam selimut yang menutupi tubuhnya hingga bagian dada. Mereka berbagi selimut yang sama dan Evan terkejut mendengar suara teriakan Susan.Sambil mengumpulkan nyawa, Evan mengucek matanya yang masih buram. Awalnya, dia berpikir bahwa wanita yang ada di sampingnya adalah Renata. Pikiran Evan, mungkin saja Renata pulang lebih awal dan memberikan kejutan kepadanya semalam. Namun, semua pikirannya itu sirna saat matanya dengan jelas menatap wajah panik dan pucat Susan.“Susan? Apa yang kamu lakukan di ranjangku?” tanya Evan tak percaya dan wajahnya tampak memerah menahan marah.“Aku? Mas lupa kalau ini adalah kamar tidurku? Mas yang datang ke kamarku dan naik ke atas ranjangku!” jawab Susan dengan sangat detail menjelaskan hal yang sebenarnya kepada Evan.Evan memegang kepalanya yang masih terasa pusing dan mulai mengedarkan pandangannya. Evan menyadari bahwa memang dia tidak sedang berada di dalam kamar tidurnya. Kamar ini memang kamar yang ditem
“Mas Evan, cepat keluar, Mas! Mas, cepat cegah mbo Nah untuk nelpon mba Renata. Mas harus cepat kejar mbok Nah!” ucap Susan histeris dan menarik tangan Evan yang baru saja keluar dari kamar mandi.Dia bahkan tidak sempat lagi untuk berpikir hal yang lain-lain. Saat ini Evan bertelanjang dada dan hanya melilitkan handuk putih di bagian pinggangnya untuk menutupi aset berharga yang semalam juga sudah dinikmati oleh Susan. Namun, kali ini Susan tidak berpikir ke arah mana pun selain pada mbok Minah yang akan menghubungi Renata.Evan masih tercengang melihat Susan yang datang ke kamarnya hanya dengan lilitan handuk di bagian dada dan menutupi sampai ke paha atasnya saja. Sebuah handuk kecil menggulung rambutnya dengan rapi di atas kepalanya.“Kamu kenapa, Susan? Apa yang terjadi?” tanya Evan dan memegang tangan Susan yang sedang menggengam pergelangan tangannya tadi.Tubuh Evan masih basah oleh air dan belum sepenuhnya dia keringkan. Hal itu sebenarnya biasa terjadi karena Renata akan mem