*Happy Reading*
Alvaro segera mengikuti Bianca ke kamar, berniat untuk minta maaf. Tapi wanita itu membanting pintu di depannya. Membuat Alvaro menelan saliva kelat karenanya.
Ingin memaksa masuk, tapi rasanya sungkan. Akhirnya tangannya yang hendak mengetuk, hanya terhenti di udara. Lalu pria itu pun memutuskan untuk memberi waktu bagi Bianca.
Setelah wanita itu agak tenang, dia janji akan minta maaf.
Sekali lagi Alvaro menoleh ke arah pintu yang tertutup rapat, dengan perasaan yang tiba-tiba gelisah. Kemudian dia pun menuju ke ruang tamu. Untuk menenangkan diri juga.
Entah kenapa? Hatinya benar-benar tidak nyaman melihat kesedihan yang membayangi wajah Bianca tadi. Alvaro merasa jadi orang jahat hari ini.
Ah, mulutnya memang kadang tidak bisa di Rem.
Menghela napas berat sekali lagi, Alvaro melirik ke arah pintu, tepatnya ke arah barang belanjaan, yang masih teronggok di dekat pintu. Akhirnya pria itu pun memutuskan untuk mera
"Nggak, nggak. Ga boleh balikan sama Marcel," gumam Bianca, sambil melempar ponsel sembarangan."Ah, tapi terjamin kalau sama Marcel," tambah Bianca yang mulai menggapai ponsel lagi."Eh, tapi ... Nggak enaknya, ntar babak belur lagi. Iya, kalau lain kali bisa selamat. Kalau koit, cemana?" Gadis itu masih bermonolog, menimang-nimang pilihan yang terbaik.Namun pada akhirnya, saat kewarasan merasuki. Bianca kemudian menghapus chat Marcel, agar tidak tergoda untuk membalas.Ngomong-ngomong soal godaan. Bianca teringat akan satu hal.Wanita itu lalu berlari ke ruang makan, dan mulai bersih-bersih. Pokoknya Jangan sampai Alvaro melihatnya sudah makan. Biar pria itu merasa bersalah dan nggak bisa tidur. Huh, Si
*Happy Reading* "Makan es krim, enak nih." Di tengah acara nonto, Bianca memberi kode seraya mengelus leher, kemudian menjilat bibir bawah dengan mata terpejam. Alvaro yang melihat itu kembali menelan ludah, ketika melihat gerakan Bianca yang menggoda iman tersebut. Gadis ini, pasti sengaja, deh, mau mengerjai Alvaro. Udah mah minta nonton Film Romantis tapi gak jelas alur, cuma cipokan dan adegan manteb-manteb yang banyak tayang. Sekarang? Lihat saja kelakuannya? Jilat-jilat bibir sambil merem melek. Kalau bukan sengaja, apa coba namanya? Benar-benar ya gadis satu ini. Mancing banget buat di polosin! "Saya ambilkan es krim dulu." Buru-buru Alvaro menuju dapur, seraya terus merapalkan doa sepanjang perjalanan. Lebih baik dia menghindar, daripada nanti terjerumus godaan Bianca. "Ingat Al, dia teman baik Aika yang matre. Lebih baik jangan main-main dengannya," gumam Alvaro ketika membuka pintu freezer
*Happy Reading*"Jadi ... gimana, Pak?" Bianca mendesah manja sambil mengedip nakal. Jemarinya meraih bagian atas kemeja Alvaro, berniat menggoda pria yang masih mengerjap pelan di tempatnya.Glek!Alvaro menelan salivanya dengan kasar menanggapi tantangan Bianca. Matanya menatap lekat Bianca, kemudian beralih pada bibir gadis itu yang basah dan sedang di gigit pelan.Kayaknya enak tuh kalau di emut. Eh, Astaga! Apa yang baru saja dia pikirkan?'Tidak, tidak! Jangan, Al! Tidak boleh!' sisi waras Alvaro menegur keras.Akan tetapi ... kalau dilewatkan, sayang. Rezeki kan, ini?Eh, tidak! Tidak boleh pokoknya!Akhirnya Alvaro malah denial di tempatnya, masih sambil menatap Bianca yang benar-benar terlihat menggoda di matanya."Pak?" Bianca yang melihat Alvaro masih tak bereaksi apapun kembali memanggil. Karena penasaran dengan jawaban pria itu.Ayolah! Bianca sudah mengobral harga diri serendah mungkin ha
*Happy Reading* Alvaro tidak mengucapkan sepatah kata pun menanggapi permintaan Bianca. Namun, pria itu juga tidak menolak, saat Bianca akhirnya menarik tangkuknya dan menyatukan bibir mereka. Bahkan, bisa dibilang Alvaro juga ikut menikmati tautan bibir yang Bianca mulak. Ikut memperdalam ciuman itu, membalas segala bentuk lumatan dan pagutan yang Bianca lakukan. Alvaro akui, gadis itu memang good kisser. Permainan bibirnya sangat mahir dan tentu saja mampu membuai Alvaro. Dirinya pun terhanyut hingga tanpa sadar sudah melingkarkan tangan di pinggang wanita itu. “Al,” panggil Bianca dengan suara serak, ketika pria itu mengalihkan ciuman ke daerah leher. Alvaro tidak menanggapi panggilan itu, memilih melanjutkan permainan bibirnya pada leher jenjang Bianca, seraya memberikan beberapa tanda kepemilikan di sana. Tentu saja hal itu membuat darah gadis itu makin berdesir panas, dan menuntut lebih lagi. Bianca benar-benar menginginkan Alvaro menyentuh seluruh tubuhnya. Sayangnya, sua
*Happy reading* Tubuh Bianca berguling ke kanan, tangannya meraba-raba permukaan ranjang. Namun, hanya terasa dingin. Tidak ada kehangatan seperti yang diberikan tubuh Alvaro ketika tidur memeluknya. Mata Bianca pun terbuka lebar. Terdiam sejenak, sebelum kemudian menghela napas panjang. Apa yang takutkan terjadi juga. Alvaro tidak ada di sisinya. “Mungkin baru mandi,” ucap Bianca yang menendang selimut sebelum berdiri. Mencoba berpikir positif tentang keberadaan Alvaro. Namun, setelah di cek ternyata Alvaro tidak ada di kamar mandi. Dilihat dari kondisi di dalam, Alvaro sudah lama menyelesaikan mandinya. “Mungkin baru bikin sarapan.” Bianca Masih mencoba menghibur diri sendiri dengan tidak memikirkan kemungkinan terburuk. Sayangnya, Lagi-lagi realita tidak seindah khayalan. Tidak ada sosok Alvaro di dapur, bahkan tidak ada sarapan yang terhidang di meja makan seperti yang sudah dia bayangkan sejak tadi. Pandangan Bianca pun menyapu jam dinding. Hari masih pagi untuk berangkat k
*Happy Reading*Tidak terima dengan perlakuan Alvaro. Bianca pun segera meraih ponselnya, dan memotret tumpukan Map yang ada di mejanya. Setelah itu langsung mengirimkan gambar tersebut pada Alvaro.Bianca [Ini apa, Pak? Kok tega banget?]Tidak lupa, Bianca juga menambahkan Emoticon mata berkaca-kaca agar Alvaro kasihan padanya.Tring!Tidak menunggu lama, chat balasan pun datang yang langsung Bianca buka, dengan sangat kepo akan jawaban Alvaro.Alvaro [Maksud kamu apa? Saya gak ngerti]Hilih! Sok polos dia. Lupa kayaknya kalau semalam udah Bianca polosin. Apa harus Bianca ingat, kan?Bianca [Ih, kamu mah. Maksud aku ini kenapa kamu tega banget, kasih kerjaan banyak kayak gini? Mana di deathline lagi. Mana sanggup]Bianca mencoba merajuk ceritanya, gaes! Siapa tahu si jutek udah lumer, yee kan?Alvaro [Jangan manja. Itu kan memang tugas kamu. Udah kerjakan! Ingat kalau gak selesai tepat waktu, gaji kamu saya poton
Alvaro mengerjab satu kali saat mendengar penawaran dari Bianca. Apa Bianca bilang tadi? Duduk di pangkuannya? Wah, tawaran yang menarik sekali. Tapi ....“Jangan aneh-aneh. Ini masih di kantor, bukan di apartemen!” Sayangnya harus Alvaro tolak dengan berat hati.Alvaro harus menegaskan pada Bianca, siapa yang pegang kendali di sini. Jangan sampai dipermalukan di muka banyak orang kalau sampai ketahuan.“Kalau kamu nggak mau makan, ya sudah. Buang saja,” putus Alvaro secara mendadak.Tangannya bahkan sudah bergerak untuk membereskan makanan yang terlanjur dikeluarkan. Padahal sebenarnya dia sendiri juga kelaparan.Melihat itu tentu saja Bianca gusar. Karena jika boleh jujur, dia pun sudah sangat lapar sekali hari ini. Itulah kenapa, Bianca pun langsung melancarkan protesannya.“Ih, Bapak kok gitu? Maenannya ancaman!” protes Bianca, yang membuat Alvaro malah teringat dengan Aika, si Nyonya Bos.
“Kamu dari tadi mikir apa, Bi? Kok diem terus?” pancing Alvaro Akhirnya, setelah yakin jika mood Bianca sudah membaik.“Mikirin gaji yang mau disunat sama situ," jawab Bianca dengan jujur.Hah?! Ya ampun, jadi hanya karena itu? Astaga!“Emang kapan saya bilang gajimu mau dipotong?”Eh?“Lah? Kan laporan saya belum kelar. Katanya kalau gak kelar bakal potong gaji. Piye toh?” terang Bianca kemudian, mengingatkan Alvaro akan ultimatumnya pagi ini.Kasian ya, masih muda tapi udah pikun. Ck, ck, ck, Miris.“Kan, kamu sudah ngerjain laporan itu minggu lalu. Ngapain nulis ulang? Aku sudah anggap kamu selesai.”Hah? Maksudnya?Bianca pun mengerjap pelan, mencerna ucapan Alvaro seraya mengingat-ingat isi laporan tadi. Bener juga, sih! Bianca memang merasa famillier dengan laporan tersebut.Lah, Kalau gitu ngapain dia ketar-ketir sampai jari butuh catokan seperti t