“Kamu mau pulang?” tanya Reynald yang sudah berdiri di samping Leanna dengan wajah tanpa ekspresinya. “Iya. Tapi tunggu hujannya reda. Aku lupa bawa payung,” kata Leanna sambil tersenyum tipis. “Ayo kita pulang! Kakek bisa marah kalau tahu saya membiarkanmu kehujanan!” katanya sambil mengambil snellinya kemudian ditudungkannya di kepala Leanna hingga membuat wanita itu tak bisa berkata-kata dan hanya menatap pria di hadapannya heran. “Kenapa bengong? Kamu mau pulang tidak?” tanya Reynald lagi kemudian menarik lengan Leanna untuk mengikutinya ke parkiran. Leanna yang masih terkesima dengan sikap Reynald hanya bisa memandang punggung pria di hadapannya itu sambil menahan degup jantungnya agar tidak terdengar siapa pun. “Hari ini Dokter kenapa? Bukan karena salah makan, kan?” tanya Leanna sambil menatap pria di sampingnya yang serius menatap jalanan dari balik kemudi. “Kenapa? Kamu tidak suka pulang bersama saya?” “Bukan itu maksudnya. Aneh saja Dokter bersikap baik padaku. Biasanya
Dari meninggalkan parkiran rumah sakit sampai masuk ke dalam lobi, Reynald menggandeng tangan Leanna. Wanita itu bahkan nyaris terseret langkah lebar Reynald."Hei Dokter! Kamu mau menarikku ke mana? Safiranya kan sudah tidak ada," kata Leanna saat Reynald terus menariknya ke dalam rumah sakit hingga nyaris masuk ruangan IGD."Ah, ya benar. Kalau begitu, sampai nanti!" ucap Reynald canggung."Iya. Terima kasih ya Dok, untuk tumpangannya," kata Leanna sambil tersenyum manis dan dijawab dengan anggukan pelan dari Reynald yang kemudian pergi menuju IGD meninggalkan Leanna yang masih sibuk mengatur detak jantungnya."Hei! Kenapa melamun di sini?" Arvian menepuk pundak Leanna dan memamerkan senyum cerahnya. "Apa kamu sedang menungguku, ya?" kata Arvian penuh percaya diri sambil tersenyum amat manis di samping Leanna."Ah tidak ...." jawab Leanna sambil tersenyum tipis."Terus kenapa melamun? Sedang memikirkan apa? Memikirkanku, ya?" goda Arvian."Bukan.""Kenapa bukan? Justru aku ingin sel
Arvian tengah asik bercengkerama dengan Leanna di salah satu kursi ruang tunggu lobi rumah sakit sambil memakan bento yang dibelikan managernya. Sesekali Arvian menyuapkan makanannya ke mulut Leanna, hingga membuat gadis itu sering menggelengkan kepalanya. Leanna takut ada paparazi yang melihat mereka seperti itu. Takut ada gosip yang tak benar. Akan tetapi Arvian yang cuek tak memedulikan protes Leanna dan tetap menyuapi gadis itu makanan yang dipegangnya."Tanganmu kenapa? Sakit, ya?" tanya Arvian saat melihat lengan Leanna yang memerah."Ah, ini ... tersiram kopi panas. Tapi sudah tidak apa-apa kok. Tadi Reynald sudah mengobatinya.""Oh, begitu. Sepertinya kamu akrab sekali dengan dokter itu.""Akrab apanya? Dia itu pria paling dingin yang pernah aku kenal. Irit bicara dan sekalinya bicara ketus sekali. Mana bisa dibilang akrab!" protes Leanna."Dia dokter yang syuting di VO-Channel juga, kan?""Iya.""Kamu sudah kenal dia lama?""Belum. Baru semenjak aku kerja di VO-Channel saja."
Reynald sudah siap di meja makan untuk sarapan dengan Kakek Antony. Namun pria itu sedikit heran ketika kakek memulai sarapannya tanpa menunggu Leanna. Biasanya kakek tidak akan memulai sarapannya kalau anggota keluarganya belum lengkap.“Loh Kek, Leanna kan belum ada?”“Dia kan sedang pulang ke rumah orang tuanya. Memang kamu tidak tahu?” kata Kakek Antony balik bertanya.“Pulang?”“Hmm. Memang ada apa di antara kalian? Kenapa dia sampai pulang ke rumah orang tuanya? Apa kamu menyakitinya?" tanya Kakek penuh selidik.“Aku? Tidak, Kek! Aku bahkan tak pernah mengusiknya.”“Lalu kenapa kamu tidak menjemputnya kembali?”“Kenapa harus aku? Lagipula, mungkin saja dia rindu orang tuanya,” jawab Reynald cuek sambil menyeruput kopinya.Sedangkan di halaman rumah sakit Savero telah penuh oleh berbagai macam reporter dan wartawan dari berbagai media massa. Mereka berkumpul untuk mencari tahu lebih lanjut berita tentang Safira dan Reynald. Tampaknya foto wajah Reynald pun sudah tersebar luas di
Di rumah Leanna, semua penghuni rumah sedang sibuk menata makanan di meja makan untuk makan malam. Seperti yang dikatakan Mama Leanna kalau hari ini akan ada tamu yang datang. Leanna sempat heran saat Mama menyuruhnya berdandan dan mengenakan dress paling bagus yang dia punya. Mama juga menistruksikan Leanna untuk tampil secantik mungkin. “Sebenarnya tamu Mama itu siapa, sih? Walikota? Gubernur? Atau Presiden? Kenapa aku yang harus berdandan secantik ini? Lagipula aku tak nyaman dengan rok selutut ini, Mam! Kalo lewat sawah bisa diintip orang yang sedang menanam padi!” gerutu Leanna sambil merengut. “Sttt ... sudah jangan cerewet! Nanti juga kamu tahu. Ada cowok tampannya juga pokoknya!” “Memang tamunya mau apa ke sini, Ma?” “Mau Mama jodohin sama kamu, laaaah! Kasian kan anak Mama cantik-cantik gini masih sendirian. Nanti dibilang tidak laku.” “Aduh, Mama apa-apaan sih! Jadi Mama nyuruh aku pulang cuma buat jodohin aku? Ya ampun, Mam!” Leanna sampai geleng-geleng kepala mendeng
“Jadi sekarang Dokter bersedia menuruti permintaan Kakek?” tanya Leanna ketika mereka sedang dalam perjalanan kembali ke kota. “Lalu apa lagi yang bisa saya lakukan?” jawab Reynald pasrah. “Bukankah Dokter selalu menentang permintaan Kakek ini?” “Seperti yang saya bilang tadi. Hanya Kakek orang tua yang saya punya, saya tak ingin terjadi hal buruk padanya. Dan ....” Ada jeda sesaat saat Reynald menatap Leanna sekilas sebelum kembali fokus menatap jalanan di depannya. “Sekembalinya kita ke kota, kamu harus siap dengan para wartawan yang berusaha mencari informasi tentang kita. Biar bagaimanapun, saya ini adalah pewaris Savero Group. Saya harap kamu bisa menjaga sikapmu.” “Benarkah? Sampai seperti itukah para wartawan itu?” Leanna nyaris bergidik membayangkan para wartawan yang sibuk mengorek berita dengan mikrofon dan alat perekam di tangan mereka. “Ya dan jangan sampai kamu membuat masalah di luar sana. Mereka bisa menjadikan hal kecil jadi besar dan yang baik jadi buruk di mata
Suasana Hotel Savero telah ramai sejak pagi. Semua wartawan dan reporter di kota ini telah berkumpul di ruang pertemuan Hotel Savero. Semuanya tengah bersiap meliput konferensi pers tentang berita pernikahan sang pewaris Savero Group. Sementara itu di salah satu kamar presidential suite Hotel Savero, Leanna dan Reynald tengah mendengarkan pengarahan dari Nico. Beberapa kali Leanna menggigit bibir bawahnya karena gugup dan karena itu sang penata rias harus memperbaiki lipstiknya berulang kali. Reynald pun terlihat sangat tampan dan berkelas dengan kemeja dan jas terbaiknya. Berbeda dengan Leanna, Reynald terlihat sangat tenang. Benar-benar tipe seorang pewaris milyader.Begitu semuanya selesai, Nico segera memandu Reynald dan Leanna menuju ruang tempat diadakannya konferensi pers. Begitu mereka semua masuk, kilatan lampu blitz kamera wartawan menyerang mereka bertubi-tubi. Bahkan Leanna sempat terhuyung ke belakang karena terkejut dengan ramainya ruangan tersebut. Dengan refleks Reynald
Selesai melakukan konferensi pers Nico memandu Reynald dan Leanna menyiapkan keperluan pernikahan mereka. Saat ini mereka semua sedang menuju ke sebuah bangunan klasik bergaya Eropa bercat putih dengan kaca besar di bagian depannya yang memajang beberapa pasang pakaian pengantin. Di atas pintu utama berkusen kayu jati yang terpahat indah dengan kaca besar yang menampakkan isi bangunan tersebut terpasang sebuah tulisan besar Queen's Bridal. Mereka akan melakukan fitting baju pengantin di butik perusaahan Fiona.Begitu melewati pintu masuk seorang pramuniaga wanita menyapa mereka dengan ramah. Pramuniaga itu membawa mereka berdua ke ruangan VIP sesuai instruksi Fiona. Tidak lama kemudian Fiona muncul dari balik pintu ruangannya bersama seorang asisten kepercayaannya yang membawa beberapa gaun pengantin yang akan Leanna coba.“Ayo, cobalah!” kata Fiona pada Leanna yang masih terpaku karena terlalu kaget melihat begitu banyak gaun yang harus dicobanya. Segera saja Fiona meminta asistennya