Arvian tengah asik bercengkerama dengan Leanna di salah satu kursi ruang tunggu lobi rumah sakit sambil memakan bento yang dibelikan managernya. Sesekali Arvian menyuapkan makanannya ke mulut Leanna, hingga membuat gadis itu sering menggelengkan kepalanya. Leanna takut ada paparazi yang melihat mereka seperti itu. Takut ada gosip yang tak benar. Akan tetapi Arvian yang cuek tak memedulikan protes Leanna dan tetap menyuapi gadis itu makanan yang dipegangnya."Tanganmu kenapa? Sakit, ya?" tanya Arvian saat melihat lengan Leanna yang memerah."Ah, ini ... tersiram kopi panas. Tapi sudah tidak apa-apa kok. Tadi Reynald sudah mengobatinya.""Oh, begitu. Sepertinya kamu akrab sekali dengan dokter itu.""Akrab apanya? Dia itu pria paling dingin yang pernah aku kenal. Irit bicara dan sekalinya bicara ketus sekali. Mana bisa dibilang akrab!" protes Leanna."Dia dokter yang syuting di VO-Channel juga, kan?""Iya.""Kamu sudah kenal dia lama?""Belum. Baru semenjak aku kerja di VO-Channel saja."
Reynald sudah siap di meja makan untuk sarapan dengan Kakek Antony. Namun pria itu sedikit heran ketika kakek memulai sarapannya tanpa menunggu Leanna. Biasanya kakek tidak akan memulai sarapannya kalau anggota keluarganya belum lengkap.“Loh Kek, Leanna kan belum ada?”“Dia kan sedang pulang ke rumah orang tuanya. Memang kamu tidak tahu?” kata Kakek Antony balik bertanya.“Pulang?”“Hmm. Memang ada apa di antara kalian? Kenapa dia sampai pulang ke rumah orang tuanya? Apa kamu menyakitinya?" tanya Kakek penuh selidik.“Aku? Tidak, Kek! Aku bahkan tak pernah mengusiknya.”“Lalu kenapa kamu tidak menjemputnya kembali?”“Kenapa harus aku? Lagipula, mungkin saja dia rindu orang tuanya,” jawab Reynald cuek sambil menyeruput kopinya.Sedangkan di halaman rumah sakit Savero telah penuh oleh berbagai macam reporter dan wartawan dari berbagai media massa. Mereka berkumpul untuk mencari tahu lebih lanjut berita tentang Safira dan Reynald. Tampaknya foto wajah Reynald pun sudah tersebar luas di
Di rumah Leanna, semua penghuni rumah sedang sibuk menata makanan di meja makan untuk makan malam. Seperti yang dikatakan Mama Leanna kalau hari ini akan ada tamu yang datang. Leanna sempat heran saat Mama menyuruhnya berdandan dan mengenakan dress paling bagus yang dia punya. Mama juga menistruksikan Leanna untuk tampil secantik mungkin. “Sebenarnya tamu Mama itu siapa, sih? Walikota? Gubernur? Atau Presiden? Kenapa aku yang harus berdandan secantik ini? Lagipula aku tak nyaman dengan rok selutut ini, Mam! Kalo lewat sawah bisa diintip orang yang sedang menanam padi!” gerutu Leanna sambil merengut. “Sttt ... sudah jangan cerewet! Nanti juga kamu tahu. Ada cowok tampannya juga pokoknya!” “Memang tamunya mau apa ke sini, Ma?” “Mau Mama jodohin sama kamu, laaaah! Kasian kan anak Mama cantik-cantik gini masih sendirian. Nanti dibilang tidak laku.” “Aduh, Mama apa-apaan sih! Jadi Mama nyuruh aku pulang cuma buat jodohin aku? Ya ampun, Mam!” Leanna sampai geleng-geleng kepala mendeng
“Jadi sekarang Dokter bersedia menuruti permintaan Kakek?” tanya Leanna ketika mereka sedang dalam perjalanan kembali ke kota. “Lalu apa lagi yang bisa saya lakukan?” jawab Reynald pasrah. “Bukankah Dokter selalu menentang permintaan Kakek ini?” “Seperti yang saya bilang tadi. Hanya Kakek orang tua yang saya punya, saya tak ingin terjadi hal buruk padanya. Dan ....” Ada jeda sesaat saat Reynald menatap Leanna sekilas sebelum kembali fokus menatap jalanan di depannya. “Sekembalinya kita ke kota, kamu harus siap dengan para wartawan yang berusaha mencari informasi tentang kita. Biar bagaimanapun, saya ini adalah pewaris Savero Group. Saya harap kamu bisa menjaga sikapmu.” “Benarkah? Sampai seperti itukah para wartawan itu?” Leanna nyaris bergidik membayangkan para wartawan yang sibuk mengorek berita dengan mikrofon dan alat perekam di tangan mereka. “Ya dan jangan sampai kamu membuat masalah di luar sana. Mereka bisa menjadikan hal kecil jadi besar dan yang baik jadi buruk di mata
Suasana Hotel Savero telah ramai sejak pagi. Semua wartawan dan reporter di kota ini telah berkumpul di ruang pertemuan Hotel Savero. Semuanya tengah bersiap meliput konferensi pers tentang berita pernikahan sang pewaris Savero Group. Sementara itu di salah satu kamar presidential suite Hotel Savero, Leanna dan Reynald tengah mendengarkan pengarahan dari Nico. Beberapa kali Leanna menggigit bibir bawahnya karena gugup dan karena itu sang penata rias harus memperbaiki lipstiknya berulang kali. Reynald pun terlihat sangat tampan dan berkelas dengan kemeja dan jas terbaiknya. Berbeda dengan Leanna, Reynald terlihat sangat tenang. Benar-benar tipe seorang pewaris milyader.Begitu semuanya selesai, Nico segera memandu Reynald dan Leanna menuju ruang tempat diadakannya konferensi pers. Begitu mereka semua masuk, kilatan lampu blitz kamera wartawan menyerang mereka bertubi-tubi. Bahkan Leanna sempat terhuyung ke belakang karena terkejut dengan ramainya ruangan tersebut. Dengan refleks Reynald
Selesai melakukan konferensi pers Nico memandu Reynald dan Leanna menyiapkan keperluan pernikahan mereka. Saat ini mereka semua sedang menuju ke sebuah bangunan klasik bergaya Eropa bercat putih dengan kaca besar di bagian depannya yang memajang beberapa pasang pakaian pengantin. Di atas pintu utama berkusen kayu jati yang terpahat indah dengan kaca besar yang menampakkan isi bangunan tersebut terpasang sebuah tulisan besar Queen's Bridal. Mereka akan melakukan fitting baju pengantin di butik perusaahan Fiona.Begitu melewati pintu masuk seorang pramuniaga wanita menyapa mereka dengan ramah. Pramuniaga itu membawa mereka berdua ke ruangan VIP sesuai instruksi Fiona. Tidak lama kemudian Fiona muncul dari balik pintu ruangannya bersama seorang asisten kepercayaannya yang membawa beberapa gaun pengantin yang akan Leanna coba.“Ayo, cobalah!” kata Fiona pada Leanna yang masih terpaku karena terlalu kaget melihat begitu banyak gaun yang harus dicobanya. Segera saja Fiona meminta asistennya
Berdua saja di rumah sebesar dan semewah itu membuat Leanna merasa canggung. Meskipun ada Bu Tia tapi tetap saja rumah besar itu terasa sunyi. Bu Tia mengelilingi isi ruangan di rumah itu hanya untuk melakukan pekerjaannya saja walaupun sesekali mengobrol dengan Leanna tapi begitu tuan mudanya muncul, Bu Tia akan secepat kilat meninggalkan Leanna hanya berdua dengan pria itu. Hal itu benar-benar membuat Leanna semakin canggung di tambah lagi dengan statusnya sekarang sebagai calon istri yang hampir seluruh negeri tahu tentang yang satu ini.Seperti pagi ini, begitu bangun tidur Leanna langsung segera bersiap mengenakan seragam stasiun TV VO-Channel. Ketika sampai di ruang makan dia melihat Reynald sudah duduk di tempatnya sambil menyeruput kopi hitamnya.“Sepagi ini kamu mau ke mana?” tanya Reynald saat menyadari kehadiran Leanna. “Kerja?” tanyanya lagi sambil menunjuk pakaian yang dikenakan Leanna.“Aku mau menjenguk Kakek sekalian menyelesaikan pekerjaanku. Syuting yang di rumah sak
Leanna duduk di salah satu kursi dengan meja bundar di sebuah cafe yang tak jauh dari tempat Stella bekerja. Leanna tak ingin langsung pulang ke rumah mengingat kejadian di lobi rumah sakit siang tadi. Terlebih karena Reynald meninggalkannya begitu saja di sana. Dia sungguh tak ingin bertemu pria itu saat ini.“Hai, Leanna. Bagaimana kabarmu?”“Hmm ... baik!”“Jadi ... benar nih kamu mau menikah, Leanna? Kenapa mendadak begitu?” tanya Stella saat sudah duduk cantik di depan Leanna.“Ya, begitulah. Kakek Antony ingin pernikahannya dipercepat.”“Kakek Antony? Pengusaha nomor satu itu, ya? Terus kenapa lesu begitu? Seharusnya kamu kan bahagia. Omong-omong calon suamimu itu benar-benar konglomerat, ya? Wuaw ... Apa tipsnya supaya bisa mendapatkan pria seperti itu?” kata Stella sambil tersenyum menggoda Leanna.“Tips apanya. Aku saja masih bingung ini mimpi atau nyata!” sahut Leanna murung.“Memangnya ada apa? Gimana persiapan pernikahannya?”“Entahlah ... dia itu sungguh sulit dimengerti!