Kayana tak bisa mengajak Rafandra bicara banyak malam ini. Sepulangnya dari makan malam, tak ada suara sepatah katapun yang keluar dari mulut Rafandra. Suami Kayana itu hanya bungkam. Bahkan tak ada sapaan salam sebelum tidur seperti biasanya. Rafandra memilih tidur lebih awal. Pria itu naik ke atas ranjang tanpa menghiraukan Kayana yang tengah mengajaknya bicara. "Kamu mau diam sampai kapan?" tanya Kayana yang sudah bosan dengan sikap Rafandra. Menurutnya, Rafandra itu kekanakan, sering bertingkah tidak jelas seperti ini. Rafandra tetap diam. Ia memilih beranjak ke samping tempat tidur dan berbalik memunggungi Kayana. Geram, Kayana menarik selimut yang menutupi tubuh Rafandra lalu berteriak. "Kamu tidak hargai aku sebagai istri kamu?" Rafandra menarik kembali selimut itu. Bibirnya berdecak kesal. "Aku lagi capek. Aku tidak mau bertengkar dengan siapapun hari ini. Jadi, kamu lebih baik diam saja." Rafandra menoleh sejenak ke belakang. Lalu berkata lagi, "Sekarang tidur, Kayana."
Alyssa masih penasaran dengan tingkah aneh suaminya yang semakin mencurigakan. Sebenarnya ia tahu, hanya saja semua rahasia itu dipendamnya dalam hati. Ia masih menghargai nama ‘Wirautama’ yang seorang pengusaha terkenal. Tidak mungkin dirinya membeberkan semua rahasia itu di depan orang banyak kecuali mereka mengetahuinya sendiri. Dirinya tak ingin nama keluarganya jadi perbincangan publik. Bagaimana jika ada musuh yang memanfaatkan keadaan itu? Rasa penasaran Alyssa semakin memuncak. Di depan ruangan kerja sang suami tercinta, ia berdiri dengan perasaan gelisah yang berkecamuk di dalam dadanya. Alyssa menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Kakinya melangkah pelan menuju pintu masuk, pelan-pelan ia membukanya. Namun langkahnya terhenti saat ia mendengar sayup-sayup dari arahnya berdiri suara berat Wirautama sedang bicara dengan seseorang di luar sana. “Alyssa dan Rafandra sudah mengetahui semuanya. Kita tidak bisa menutupinya lagi. Aku akan membicarakan ini dengan me
“Nama wanita itu Rani.” Alyssa membuka percakapan dengan Rafandra setelah keduanya memilih hening tanpa suara sejak turun dari gedung kantor suaminya.Wanita itu menoleh ke arah luar jendela lalu menatap wajah anaknya yang tengah sibuk menyetir. “Mama sudah ajukan perceraian tapi papamu menolak.” Rafandra menoleh sekilas, lalu kembali fokus pada jalan besar yang kini mulai mengular padat. Ini waktu makan siang, banyak kendaraan keluar dari gedung untuk mencari tempat makan langganan. Rafandra menghela napas panjang lalu mengembuskannya pelan. Terasa berat karena ada sesak yang tersimpan di dadanya. “Rafa sudah mengetahuinya dari Samsul. Kemarin ia bercerita, papa kembali bertemu dengan wanita itu di sebuah tempat. Ma, apapun keputusannya, aku dan Kayana akan dukung,” ucap Rafandra yang kini membelokkan mobilnya ke sebuah jalan menuju kompleks perumahan. “Napas mama sesak. Kalau sewaktu-waktu mama tidak ada, kamu dan Kayana harus selalu saling menguatkan satu sama lain. Mama sayang k
Alyssa tersenyum pahit melihat kebersamaan keluarga besannya yang nampak bahagia. Sepasang suami istri itu saling bercanda memperbincangkan masalah rumah tangga mereka sambil bercanda dan saling memukul satu sama lain. Naura kadang mencubit manja suaminya jika bicara seenaknya begitu pula sebaliknya. Mereka juga tertawa lepas menertawakan tingkah manja pasangannya. Alyssa merasa iri, terakhir ia bersikap manja sebelum Rafandra menikah. Ia merindukan saat-saat itu. "Nanti jeng Alyssa menginap disini?" tanya Naura disela obrolannya dengan sang suami. Alyssa menggelengkan kepalanya. "Padahal kita sudah menyiapkan kamar tamu untuk jeng Alyssa loh." Naura terlihat kecewa dengan penolakan Alyssa. Bibirnya cemberut ke depan merajuk lucu. "Maaf, jeng Naura. Besok ada pertemuan di butik, membicarakan tentang rencana kolaborasi dengan talent artist. Mungkin minggu depan jika saya tidak ada kesibukan." Alyssa menolak dengan halus. Naura mengganggukkan kepalanya. Selanjutnya, ia mengajak Alyss
Kayana benar-benar marah. Sepanjang malam menjelang pagi, ia tak menegur Rafandra. Sebelum subuh, dirinya sudah menyiapkan sarapan dan keperluan suaminya. Sekali lagi, tanpa ada teguran apalagi sapaan di pagi hari. Rafandra sudah pasrah dengan tindakan Kayana. Toh, ini bukan yang pertama kalinya bagi dia. "Sayang, aku nanti ada meeting. Kamu bisa kan datang ke kantor bawakan makan siang?" Rafandra coba berdamai dengan Kayana. Suaranya lembut menyapa istrinya yang tengah sibuk menata meja makan. Sambil menunggu jawaban Kayana, ia meneguk segelas susu hangat di atas meja. "Sayang, suami lagi ngomong tuh didengerin dong." "Ya," jawab Kayana singkat. Rafandra mengelus dadanya melihat tingkah Kayana yang memang sedikit menyebalkan. Istrinya itu kembali ke dapur, sepertinya sedang mengambil makanan yang tadi dihangatkan. Rafandra terburu-buru beranjak dari meja makan menghampiri Kayana yang sedang berdiri di depan penghangat makanan. "Sayang, kamu masih marah?" Rafandra melilitkan lenga
Keputusan sudah diambil. Alyssa yang tak mau adanya pertemuan dengan Kayana dan Rafandra memilih membuat keputusannya sendiri. Sempat berdebat sengit dengan sang suami, akhirnya Alyssa mengambil solusi dalam mengurus rumah tangga berdua dengan jalannya masing-masing.Alyssa tidak ingin dilibatkan dalam hal apapun mengenai wanita simpanan yang kini menjadi istri kedua suaminya, begitu juga sebaliknya. Satu hal penting yang harus dipenuhi Wirautama, pria itu harus menutup rapat skandal perselingkuhannya dari siapapun termasuk wartawan.Wirautama yang tak ingin kehilangan Alyssa hanya menunduk pasrah dengan perjanjian itu. Cerdas, Alyssa memaksa juga suaminya menandatangani surat yang telah ia siapkan sebelumnya.“Apa ini tak terlalu berlebihan?” protes Wirautama setelah menandatangani surat itu. Alyssa tak peduli, ia lebih mementingkan pesan yang dikirimkan oleh menantunya daripada suaminya sendiri.Melirik sadis, Alyssa berkata ketus pada suaminya, “Kenapa? Terserah kamu mau tandatanga
Bingung. Entah apa yang akan dilakukan oleh Rani, istri kedua Wirautama. Ini semua berawal dari pertemuan mereka berdua yang tak di sengaja beberapa bulan yang lalu saat perayaan ulang tahun perusahaan salah satu koleganya. Wirautama tak sengaja berkenalan dengan seorang wanita bernama Rani. Pertemuan mereka sangat singkat, mereka hanya saling menyapa dan bertukar nomor ponsel. Namun, siapa sangka akibat perkenalan itu keduanya saling jatuh cinta. Dua kali bertemu, Wirautama berani melamar Rani tanpa sepengetahuan Alyssa dan mereka menikah di luar kota tepat dua bulan sebelum Rafandra melamar Kayana. Wirautama pun beranjak dari tempat duduknya lalu mengejar Rani yang lebuh dulu pergi. “Rani! Berhenti!” Tak menggubris, Rani terus berjalan cepat hingga turun ke lantai bawah mengabaikan perutnya yang buncit karena hamil. Ia tak peduli dengan teriakan Wirautama yang terus memanggilnya. Tepat saat Rani keluar dari pintu, matanya bertemu pandang dengan Rafandra yang baru saja akan turun d
Alyssa dan Wirautama berlari kecil menuju ruang gawat darurat sambil bergandengan tangan dan mata yang memancarkan kesedihan. Alyssa yang sejak awal terus menangis, tak bisa menyembunyikan kegelisahannya dari matanya yang sembab. Di depan sana, Rafandra juga terlihat sama gusarnya. Berulangkali ia mengusap wajahnya lalu duduk di bangku tunggu rumah sakit. Rafandra gelisah memikirkan nasib anak dan istrinya. "Bagaimana keadaan Kayana, Rafa? Tidak ada sesuatu yang berbahaya kan?" Alyssa memberondong Rafandra dengan pertanyaan panjang. Pasalnya, ia ingin segera mengetahui keadaan menantu dan calon cucunya yang berada di dalam sana. "Tadi Kayana pingsan, Ma. Ada kemungkinan dia harus rawat inap," ujar Rafandra yang kini tampak lebih tenang. "Rawat inap? Berarti parah keadaannya? Kalau nanti rawat inap, biar mama saja yang menemaninya. Kamu jangan khawatir." Rafandra mengangguk pelan. Mata Rafandra beralih pada Samsul yang datang membawa dua bungkus makanan dan minuman untuknya. "Ini b