Pandangan Atlanta terjatuh pada bibir Rosea yang sedikit bergetar, “Tentu saja beda. Kenal secara pribadi itu melalui hati ke hati, kenal biasa hanya kontak fisik saja.”Atlanta yang kian mendekat membuat Rosea semakin menekan tubuhnya ke sandaran kursi agar menjaga jarak dari Atlanta. “Kamu jangan bersikap tidak sopan ya,” peringat Rosea dengan terbata seraya mendorong dada Atlanta untuk menjauh.“Aku kan tidak melakukan apapun sama kamu.”“Tapi kamu terlalu dekat,” protes Rosea.Alih-alih menjauh, Atlanta semakin mendekat dan membuat Rosea tertekan di bawah kungkungannya, tangan Atlanta menjangkau sebuah selimut kecil berbulu di belakang Rosea dan langsung menutupi pahanya Rosea yang terbuka.Atlanta mendengus geli, pria itu kembali duduk dengan tegak dan melihat layar televisi. Sangat menyenangkan menggoda Rosea.Rosea hanya tertunduk dengan wajah memerah malu, melihat selimut yang menutupi pahanya. Hampir saja Rosea salah paham, ternyata Atlanta hanya ingin mengambil selimut. “Ak
Prince menurunkan jendela kaca mobil, bola matanya yang bulat dan indah itu bergerak melihat kekacauan di depan rumah Rosea karena pohon besar yang tumbang, kabel-kabel listerik yang terputus.s“Ayah, kenapa rumah Sea berantakan?” tanya Prince bingung.Leonardo ikut melihat dan menyadari bahwa hujan semalam sudah menghancurkan sebuah pohon besar hingga menimbulkan kekacauan. Leonardo menepikan mobilnya seketika dan mematikan mesin.Leonardo segera keluar di susul oleh Prince, mereka terdiam melihat pohon besar yang tumbang jatuh tepat di depan gerbang rumah Rosea dan membuat gerbang rumah itu hancur terjungkal ke belakang. “Ayah, apa Sea baik-baik saja?” tanya Prince lagi.Belum sempat Leonardo menjawab, pria itu langsung melihat kehadiran Rosea yang berlari keluar membuka gerbang rumah Atlanta. Tatapan Leonardo terjatuh pada pakaian Rosea yang hanya mengenakan jubah mandi.Rosea terpaku kaget melihat kehadiran Leonardo dan Prince yang tahu-tahu sudah berada di depan rumahnya. “Pri
Cuaca siang hari itu terlihat cerah, Rosea sedang berada dalam tokonya tengah berbicara dengan Helvin dan karyawan lainnya. Mereka mendiskusikan beberapa pesanan perhiasan yang harus segera di kerjakan.Dua jam Rosea duduk dan berdiskusi akhirnya kini dia selesai, Rosea memutuskan turun ke bawah memeriksa toko dan berbicara dengan Helvin. Helvin adalah seseorang yang Rosea percaya, pria paruh baya itu adalah mantan seorang pengrajin perhiasan dari sebuah brand besar di Italia, karena sebuah kecelakaan yang di alaminya dan membuat satu tangannya di amputasi, Helvin akhirnya memutuskan pulang.Kini Helvin bekerja bersama Rosea dan di tugaskan menjadi kepala pengrajin.“Kamu mau ke mana lagi sekarang? Duduklah sejenak jangan terburu-buru, ada banyak pengunjung yang menanyakan kamu dan ingin bicara sama kamu secara,” ucap Rosea.“Aku mau meeting dan bertemu Karina,” jawab Rosea dengan senyuman lebar.“Sayang sekali.”“Bagaimana kabar Rivan? Kenapa sudah satu minggu lebih ini, dia tidak la
Tidak berapa lama mereka sampai pada sebuah cafe, kedua wanita itu segera pergi masuk dan berbisik membicarakan apa yang harus mereka lakukan sekarang. “Mana calon kamu?” Bisik Rosea seraya mengedarkan pandangannya. “Aku juga belum tahu.” “Kenapa bisa? Memangnya kamu belum melihat photonya?” “Ayahku bilang ini kejutan.” “Meja nomer berapa?” “Lima dua.” Pandangan Rosea mengedar, matanya memicing melihat satu persatu meja hingga akhirnya wanita itu diam terpaku melihat meja nomer lima dua yang kini sudah di isi oleh seorang pria yang tengah duduk dengan anggun. Rosea mengatupkan bibirnya dengan kuat, dia tidak bisa berkata-kata karena kali ini pria yang di jodohkan dengan Karina terlihat luar biasa. “Bagaimana?” bisik Rosea bertanya. Dengan cengiran malunya Karina menjawab, “Sepertinya aku akan menemuinya. Kalau aku masih duduk sama dia lebih dari sepuluh menit, kamu pulang saja bawa mobilku.” “Nanti kalau aku nabrak bagaimana?” “Tenanglah, terbakarpun aku tidak akan marah.
Leonardo menggeleng, pria itu sama sekali tidak mengerti mengapa Rosea marah kepadanya. “Mau kamu sebenarnya apa? Aku jadi teman Prince atau menjadi pengasuhnya?” Rosea mempertegas pertanyaannya. Leonardo terdiam untuk sesaat, pria itu memikirkan kata yang pantas harus dia ucapkan kepada Rosea agar tidak salah. “Sudah aku katakan sejak awal, Prince membutuhkan teman. Namun aku juga ingin kamu membimbing dia dalam berinterasi dengan orang yang baru di kenalnya, aku ingin kamu mendorong rasa percaya dirinya.” “Bagaimana aku mengajarkan Prince berinteraksi jika kamu melarang aku membawa dia pergi keluar?” Rosea menunjuk document yang sudah di bacanya. Rosea tidak suka dengan peraturan yang tidak masuk akal dan membuat Prince seperti seekor burung cantik yang di kurung dalam sangkar emas. Burung itu bisa terbang, namun jika terlalu di kekang dalam sangkar, suatu saat nanti ketika dia di lepaskan, dia tidak akan pernah bisa terbang jauh dengan kuat seperti burung lainnya. Leo mengerja
Rosea mengemudi pelan mengikuti mobil yang di tumpangi Leonardo. Bola mata Rosea bergerak menyisir setiap sudut tempat begitu dia memasuki wilayah perumahan tempat Leonardo tinggal, Rosea dapat melihat beberapa gedung berdiri kokoh di antara bangunan. Kendaraan-kendaraan mewah bergerak ke sana kemari berkeliaran seakan memberitahu jika tempat ini memiliki kelas tersendiri. Luas lautan dapat Rosea lihat, bahkan ada beberapa jetski café yang berlayar, rumah-rumah berdiri dengan sangat indah di sisi lautan, tidak jarang ada banyak kapal-kapal pesiar pribadi yang terparkir di depan rumah dan belakang rumah. Suasana hijau tumbuhan, biru lautan yang bersih dan peletakan bangunan yang indah sangat memanjakan mata Rosea. Pandangan Rosea mengedar melihat ke sana kemari kehilangan fokus, wanita tidak berhenti menganga karena untuk pertama kalinya melihat suasana Jakarta yang terasa seperti di Belanda. Tidak berapa lama Rosea berhenti mengemudi begitu mobil yang di tumpangi Leonardo melewa
“Sea, ayo” Ajak Prince yang kini sudah berdiri di sebrang. Rosea melongo kehilangan kata-kata karena terpukau dengan semua pemandangan yang di lihatnya mala mini. Dress yang di kenakan Rosea berkibar tersapu angin, kaki Rosea menggigil kedinginan. Rosea melihat tangan Leonardo yang terulur hendak memberikannya bantuannya untuk menyebrang. Rosea menelan salivanya dengan kesulitan, wanita itu masih sangat sungkan dengan kebaikan dan kedekatan dirinya bersama Leonardo dan Prince yang baru da kenal. “Memangnya aku boleh makan bersama kalian?” bisik Rosea takut. Sorot mata Leonardo yang kebiruan itu menggelap, pria itu terlihat tidak begitu senang mendengar pertanyaan Rosea. Leonardo membungkuk, mendekatkan wajahnya dan mendekatkan bibirnya tepat di telinga Rosea. Sesaat Leonardo menarik napasnya dalam-dalam mencium white musk di rambut Rosea yang kini mulai familiar di indra penciumannya. Aroma lembut itu kin bercampur dengan aroma laut yang berhasil memunculkan sebuah pikiran nakal
Masih dengan kebingung yang sama, Prince mengangguk mengiyakan permintaan Leonardo. Rosea tertunduk menyembunyikan senyuman gelinya membayangkan seberapa protektifnya Leonardo menangani Prince jika nanti puteranya mulai tumbuh dewasa. “Ayah, apa aku boleh mengajak Sea ke kamarku? Ada yang ingin aku tunjukan kepadanya,” tanya Prince setelah selesai menyelesaikan makannya. “Tanyakan kepada Sea, apa dia bersedia atau tidak.” “Apakah Sea mau melihat kamarku?” tanya Prince penuh harap. Rosea mengangguk setuju. “Ayo Sea,” ajak Prince melompat turun dari tempat duduknya, anak itu mengulurkan tangannya dan dengan cepat cepat Rosea menerimanya. mereka berdua segera pergi turun dari kapal, memasuki rumah. Leonardo masih tetap duduk di tempatnya memperhatikan bagaimana Prince membawa Rosea masuk ke dalam rumahnya. Pria itu sedikit tersenyum, dia merasa senang karena setelah sekian lama tidak melihat Prince seceria itu dengan tamu yang datang ke rumahnya. Senyuman Leonardo memudar dan