Dian keluar dari ruangan redaktur dengan wajah semringah. Senyuman masih menghias wajah ketika duduk lagi di meja kerja. Berdasarkan dengan titah dari redaktur, ia harus menghubungi Fajar hari ini, agar bisa berjumpa besok untuk membahas detail pekerjaan.
“Cerah banget tuh wajah keluar dari ruangan Pak Gatot,” goda Syukria seraya menaik-naikkan kedua alis.
Gadis itu memperlihatkan amplop persegi panjang berukuran kecil yang berisi cek kepada Syukria. “Alhamdulillah gue dapat bonus, Syuk,” katanya senang.
“Masya Allah. Alhamdulillah,” ucap Syukria ikutan bahagia.
“Habis ini kita makan-makan yuk! Gue yang traktir, sekalian sebagai tanda terima kasih karena udah temenin gue ke Thamcit hari Minggu kemarin,” ajak Dian dengan wajah yang masih cerah.
Syukria bergumam ketika mempertimbangkan ajakan Dian. Beberapa detik kemudian, wajahnya berubah warna.
“Kayaknya nggak b
Dian bergeming ketika berdiri di sela pintu lobi gedung pascasarjana. Hati masih terasa nyeri menyaksikan interaksi yang akrab antara Fajar dan perempuan bernama Aafiyah. Kedua tangan mengepal erat di sisi tubuh, sebelum ia memutar balik tubuh menuju koridor. Langkahnya berhenti setelah berada di tangga kecil nomor dua yang menghubungkan lobi dan koridor.Mata hitam bulat Dian terpicing memikirkan sikap childish yang tiba-tiba menguasai diri. Lebih tepatnya, ia diserang cemburu melihat kedekatan makhluk berbeda jenis kelamin tersebut.Ngapain sih pakai acara kabur segala? Tujuan lo ke sini ‘kan buat diskusi acara talkshow, batinnya setelah kesadaran kembali.Comeon, Di. Be professional. Jangan campur adukkan pekerjaan dengan perasaan pribadi. Belum tentu juga mereka ada hubungan khusus, ‘kan? Ingat, karir lo dipertaruhkan. Kalau nggak sukses bawa Fajar ke stasiun TV, habis lo! racau logikanya panjang lebar
Tiga hari kemudian,Suasana terdengar hening di ruangan wartawan bagian berita politik. Hanya terdengar suara ketikan di keyboard laptop diselingi bunyi scroll bagian tengah mouse. Dian sedang fokus mengerjakan artikel berita yang harus diserahkan kepada redaktur menjelang sore.Embusan napas lega meluncur di sela bibir beberapa saat kemudian, setelah email berisi artikel berhasil dikirimkan. Dian mengangkat tangan ke atas, kemudian menggerakkan kepala ke kiri dan kanan seraya mengurut pundak. Tanpa sengaja, ia melihat Syukria berjalan terseok-seok menuju meja kerja. Wajah wanita itu tampak memerah.“Kenapa lo?” tanya Dian melihat Syukria tidak semangat seperti biasa.“Di luar panas banget, Kak. Padahal udah mau sore loh,” keluh Syukria dengan wajah seperti kepiting rebus.Dian mengambil kipas elektrik yang kerap dibawa ke lapangan, kemudian menyalakannya. Dalam hitungan detik embusan angin yang dihasilkan s
Pagi hari berikutnya disambut dengan suka cita oleh Dian, karena Fajar akan berkunjung ke Yohwa.com and Magazine untuk membahas talkshow. Sehingga sebelum waktu Subuh, ia sudah terjaga. Mata tidak dapat dipejamkan lagi, karena telah terbiasa bangun jam segini. Untuk mengisi waktu, gadis itu langsung beranjak ke dapur menyiapkan sarapan. Hal yang tidak pernah dilakukan sebelumnya.Hei, jangan berpikir Dian tidak bisa memasak. Gadis itu memiliki keahlian masak memasak dari Raline. Sahabatnya yang mengajarkan bagaimana cara membuat makanan yang sedap. Hanya saja ia terlalu malas melakukannya, karena selalu bangun satu jam menjelang berangkat ke kantor.“Apaan sih pagi-pagi udeh berisik?” Terdengar suara serak khas bangun tidur dari belakang.Kepala Dian auto menoleh dengan ekspresi terkejut. Khawatir jika yang berbicara tadi Mbak Kunti atau Mbak Sun, eh Kuntilanak atau Sundel Bolong maksudnya. Haha!“Ngagetin aja lo, Cit,” ka
Kebingungan yang sempat melanda hanya mampu dipendam di dalam hati. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk bertanya kepada Syukria perihal keanehan sikapnya. Dian memilih untuk berusaha tersenyum di tengah prasangka yang mulai muncul di kepala.“Saya panggil Pak Gatot dulu ya, Pak. Sekalian persiapkan keperluan meeting,” ujar Dian kepada Fajar yang berdiri santai di depan Syukria.“Silakan, Mbak,” sahut Fajar mengangguk singkat.“Ada yang bisa dibantu, Kak?” Syukria menawarkan bantuan seraya cengar-cengir.Tuh, ‘kan. Syukria aneh nggak sih? batin Dian sebelum menggelengkan kepala.“Makasih ya, Syuk. Gue ke ruang redaktur bentar,” sahut Dian menunjuk ruangan yang ada di belakang.Akhirnya gadis itu pergi meninggalkan Syukria dan Fajar di dekat kubikel. Tangan terangkat ke atas ketika berada di depan pintu, lalu mendorong pintu kaca tersebut.“Pak Fajar udah da
Pertemuan dengan tim produksi berlangsung selama dua jam lebih. Banyak hal yang dibahas mulai dari rencana program hingga detail materi acara talkshow. Setelahnya ada penjelasan juga perihal kontrak kerja sama yang akan berlangsung hingga tiga bulan.“Pak Fajar tidak sendirian. Akan ada host yang bertindak selaku moderator. Setiap episode akan menghadirkan empat orang politikus yang akan beroposisi. Posisi Pak Fajar nanti adalah sebagai penengah dan penyeimbang. Kami juga mengundang ulama berbeda di setiap episode. Acara akan tayang setiap hari Senin, satu kali dalam seminggu. Untuk syutingnya akan diambil hari Minggu. Karena isu ini sangat sensitif, jadi acara tidak akan kami tayangkan secara langsung,” papar produser acara talkshow tadi ketika rapat berlangsung.Sekarang, Fajar sedang menandatangani kontrak setelah membaca dan mendengarkan penjelasan isi poin yang ada di dalam kontrak dari tim legal Yohwa TV. Pria itu resmi menj
Satu hari menjelang syutingMeninggalkan rasa penasaran mengenai hubungan Syukria dan Fajar, Dian mulai disibukkan dengan kegiatan baru yaitu menjadi bagian dari penanggung jawab produksi. Gadis itu ingin fokus dengan pekerjaan, karena tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Gatot bulan lalu, jika acara ini sukses maka ia akan dipromosikan menjadi redaktur.Dian melihat Fajar sedang fokus mempelajari materi yang akan dibahas dalam acara talkshow perdananya besok. Senyum menghias paras ketika dagu tertumpu di telapak tangan, dengan pandangan tidak lepas dari pria itu.Masya Allah. Ganteng banget sih. Udah gitu saleh juga. Idaman banyak cewek, batin Dian terkagum-kagum.Sesaat kemudian bola matanya terangkat ketika ingat dengan Aafiyah. Pikiran Dian mulai berkelana ke mana-mana. Tidak mungkin wanita seperti Aafiyah tidak tertarik dengan lelaki seperti Fajar.“Poin ketiga di
Menjelang datang waktu Subuh, Dian uring-uringan di kasur. Perkataan Gatot kemarin berputar bagai kaset kusut di benaknya. Dia tidak menyangka kalau atasan yang selama ini terkenal idealis mengajaknya makan malam, berdua saja karena masalah pribadi.Gatot berusia 40 tahun dan masih single. Dia redaktur favorit di Yohwa.com and Magazine, karena memiliki jiwa pemimpin yang mengayomi bawahan. Meski terkadang galak, tapi sikap yang adil tanpa pilih kasih menjadikannya sebagai atasan yang disukai oleh bawahan.Dian juga ingat dengan reaksi Fajar yang mendadak lebih banyak diam, setelah Gatot kembali ke ruangan. Percakapan hangat yang tercipta sebelumnya tidak lagi menemani. Hanya keheningan menyapa mereka berdua hingga pria itu selesai membaca skrip keseluruhan untuk kedua kali.“Cemburu?” Dian cekikikan ketika pikiran konyol hinggap di kepala. “Nggak mungkin ah!”Setelah membuang napas singkat, Dian langsung mengubah posisi me
Dian duduk termenung di meja kerja menanti datangnya waktu Zuhur. Mulai sekarang, ia terpaksa harus merelakan hari libur diambil satu hari demi kelancaran acara talkshow. Lagi pula, acara ini hanya tiga bulan setelah itu dia akan menikmati bekerja office hour sebagai redaktur.“Hayo lagi ngelamun apa?” Syukria tiba-tiba datang membuat Dian terperanjat.“Astaghfirullah.” Gadis itu mendelik nyalang seraya mengurut dada. “Kok masuk?”Syukria mengangkat bahu singkat, kemudian duduk di kursi kerjanya. “Lagi males di rumah, jadi ke sini deh lihat syuting acara Kak Dian.”“Acara gue apaan.” Dian menggoyangkan jari telunjuk. “Gue cuma ditugaskan urus keperluan Pak Fajar doang kok.”“Ya tetap aja Kakak ada andil di acara itu, ‘kan?” Syukria tersenyum seraya memiringkan kepala. “Pak Fajar udah datang belum?”“Belum. Ka